NovelToon NovelToon
Traces Behind The Shadows

Traces Behind The Shadows

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Mata-mata/Agen / Harem
Popularitas:852
Nilai: 5
Nama Author: Yes, me! Leesoochan

Di kota Paris yang penuh intrik, Amina De La Croix, seorang detektif swasta berhijab yang jenius dan tajam lidah, mendapati dirinya terjebak dalam kasus pembunuhan misterius yang menyeret tujuh mafia tampan yang menguasai dunia bawah kota tersebut.

Saat Amina menyelidiki, dia berhadapan dengan Alexander Rothschild, pemimpin mafia yang dingin dan tak tersentuh; Lorenzo Devereux, si manipulator licik dengan pesona mematikan; Theodore Vandenberg, sang jenius teknologi yang misterius; Michael Beaumont, jagoan bela diri setia yang berbicara dengan tinju; Dante Von Hohenberg, ahli strategi yang selalu sepuluh langkah di depan; Felix D’Alembert, si seniman penuh teka-teki; dan Lucien Ravenshaw, ahli racun yang mematikan namun elegan.

Di tengah misteri dan bahaya, sebuah hubungan yang rumit dan tak terduga mulai terjalin. Apakah Amina akan menyelesaikan kasus ini sebelum dirinya terseret lebih dalam ke dunia mereka? Atau justru tujuh mafia ini yang akan takluk oleh keunikan sang detektif?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yes, me! Leesoochan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 4

Amina menarik napas panjang, merasakan dingin malam yang menembus tubuhnya meskipun ia berada di dalam ruangan yang penuh kemewahan. Pesta itu berjalan dengan megah, namun di hatinya, hanya ada kekosongan. Semua peringatan yang berputar-putar di kepalanya, bahaya yang mengintai, rahasia yang lebih gelap dari yang bisa ia bayangkan terus menggerogoti setiap detik. Namun, keinginannya untuk menemukan kebenaran lebih kuat dari rasa takut yang melanda.

Ia melangkah dengan hati-hati, mengenakan gaun malam hitam yang elegan, menyamar sebagai tamu yang diundang. Meskipun seharusnya ia merasa terhanyut dalam kilauan lampu dan alunan musik, Amina merasa seolah-olah setiap langkahnya menjatuhkan beban lebih berat. Seiring langkahnya, ia terus memeriksa wajah-wajah di sekitar. Setiap senyum tampaknya menyimpan banyak rahasia.

"Jangan pikir ini mudah, Amina," bisiknya dalam hati, matanya berkeliling mencari tanda-tanda mencurigakan.

Suaranya seakan menjadi pengingat bagi dirinya untuk tetap fokus. Namun, semakin lama ia berada di tengah keramaian, semakin besar rasa tidak nyaman itu. Begitu banyak orang yang mengenakan topeng, berbicara tentang bisnis yang tak ia mengerti, sementara Amina hanya bisa mengamati. Di balik tawa yang terlalu keras, percakapan yang terlalu biasa, ia merasakan kegelisahan yang hampir tidak dapat dijelaskan.

Tiba-tiba, matanya tertumbuk pada sekelompok orang yang berdiri di dekat tirai VIP. Mereka tampaknya lebih menarik perhatian, bergerak dengan gerakan yang lebih teratur, penuh kewaspadaan.

"Ada apa dengan mereka?" pikir Amina, mulai mendekati dengan langkah perlahan, memastikan ia tidak menarik perhatian.

Di ujung ruangan, di balik kerumunan, seorang pria berdiri dengan tenang. Wajahnya tampak dingin, hampir tidak terjamah emosi. Itu dia. Alexander Rothschild.

Amina menahan napas. Untuk pertama kalinya, ia melihat pria yang selama ini hanya ia dengar namanya, namun tak pernah ia temui. Rothschild mengenakan jas hitam yang sempurna, tubuhnya tegak, wajahnya kaku seperti patung. Di sekelilingnya, beberapa orang berdiri dengan sikap yang sangat menghormati, seolah mereka akan melakukan apapun untuk memenuhi perintahnya. Amina bisa merasakan kehadirannya yang luar biasa, sebuah aura yang menekan, yang menandakan bahwa dia bukan sekadar seorang penguasa biasa.

"Dia lebih berbahaya daripada yang kukira," gumam Amina dalam hati. Kepalanya terasa berputar.

Rothschild menatap sekeliling ruangan dengan penuh kewaspadaan, seolah memindai setiap sudut, setiap orang yang ada di sana. Sesekali matanya bertemu dengan mata seseorang di kerumunan, dan orang itu segera menundukkan pandangan, tidak berani menatap lebih lama.

Amina menggigit bibirnya, hatinya berdegup lebih cepat. "Apakah dia sudah tahu aku di sini?" pikirnya, merasakan ketegangan yang semakin menggelayuti udara. Bagaimana bisa dia begitu waspada? Semua orang di sekitarnya berusaha menenangkan diri, sementara Rothschild tetap berdiri tegak, seperti predator yang terus memantau mangsanya.

"Aku harus lebih dekat," kata Amina pada dirinya sendiri, meskipun perasaan takut itu semakin menguat. Ia harus melihat lebih banyak, memahami siapa orang ini sebenarnya. Rothschild adalah kunci untuk memecahkan misteri ini, misteri yang kini melibatkan hidup dan mati.

Namun, begitu ia melangkah lebih dekat, sesosok pria dengan tubuh besar muncul di hadapannya, menghalangi jalannya. Pria itu mengenakan setelan gelap dan topi hitam yang menutupi sebagian wajahnya. Matanya tajam, penuh kewaspadaan.

"Ada apa, Nona?" suara pria itu serak, dan Amina bisa merasakan ketegangan yang mengalir di antara mereka.

"Tak ada apa-apa," jawab Amina cepat, berusaha mengendalikan napasnya. “Hanya menikmati pesta.”

Pria itu menatapnya dalam-dalam. "Kamu bukan tamu biasa di sini, bukan?" tanyanya dengan nada datar, matanya tidak berkedip.

Amina tersenyum tipis, matanya berkilat licik. "Sama seperti Anda," jawabnya santai, "Hanya seseorang yang penasaran dengan dunia yang berbeda."

Pria itu mengerutkan kening. “Hati-hati. Beberapa penasaran berakhir dengan kematian."

Amina merasakan sesuatu yang tajam menyentuh jantungnya. "Peringatan yang sangat... dramatis," jawabnya dengan ketenangan yang mungkin lebih dipaksakan daripada ia sadari.

Namun, ia tak sempat melanjutkan pembicaraan itu. Sebuah gerakan menarik perhatian Amina, Rothschild mulai bergerak, meninggalkan kelompoknya, berjalan menuju balkon yang lebih privat. Amina tahu bahwa ini adalah peluang langka. Ia harus mengikuti.

"Aku tidak bisa mundur," bisik Amina dalam hati, bertekad. Dengan hati-hati, ia menghindari penghalang yang tadi menghadapinya dan bergerak ke arah Rothschild.

"Baiklah, Amina, fokus."

Ia telah lama memburu Rothschild, mencari bukti keterlibatannya dalam jaringan kriminal yang menguasai sebagian besar perdagangan ilegal di Eropa. Dan malam ini, ia semakin dekat.

Tiba-tiba, tengkuknya meremang. Perasaan tidak nyaman merambat pelan di tulang punggungnya. Ia menoleh dan sepasang mata tajam telah menguncinya dari kejauhan.

Tatapan mereka hanya bertemu sesaat, namun cukup untuk membuat jantung Amina berdebar lebih cepat. Pria itu tidak mengerutkan dahi atau menampakkan ekspresi mencurigakan. Justru sebaliknya, sudut bibirnya sedikit terangkat, seolah baru saja menemukan sesuatu yang menarik.

"Sial."

Amina berpaling cepat, mencoba bersikap seolah ia hanya tamu biasa yang tengah menikmati malam. Tapi instingnya memberitahu bahwa sudah terlambat.

Saat jam menunjukkan pukul sebelas, Amina memutuskan waktunya untuk pergi. Ia sudah mendapatkan informasi yang cukup—sedikit interaksi, sedikit pengamatan, dan fakta bahwa Rothschild menyadarinya. Itu sudah lebih dari cukup untuk malam ini.

Namun, baru beberapa langkah menuju pintu keluar, langkah kaki lain mengikuti dari belakang.

Halus. Nyaris tanpa suara.

Dan sebelum ia sempat bereaksi, Alexander Rothschild sudah berdiri di hadapannya.

Amina berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang, meskipun otaknya mulai memikirkan skenario pelarian. Pria itu berdiri santai, setelan hitamnya begitu pas di tubuhnya yang tegap. Matanya memindai Amina dari ujung kepala hingga kaki, seperti seorang kolektor seni yang menilai barang langka.

Lalu, ia tersenyum tipis.

"Mademoiselle, apakah Anda menikmati pestanya?"

Suara pria itu rendah, lembut, tapi memiliki ketajaman yang tersembunyi.

Amina tersenyum balik, meskipun hatinya berdebar. "Santai saja, Amina. Ini hanya percakapan biasa."

"Tentu saja, Tuan Rothschild," jawabnya dengan anggukan sopan. "Pestanya luar biasa. Paris selalu memiliki standar tinggi untuk hal-hal seperti ini."

Rothschild menatapnya beberapa detik lebih lama dari yang seharusnya, seolah sedang menunggu sesuatu.

"Ah, Paris memang kota yang menarik," katanya akhirnya, dengan nada yang sulit ditebak. Ia menyandarkan satu tangan ke meja kecil di samping mereka, posisinya menghalangi jalan keluar Amina.

"Dan saya selalu tertarik pada tamu yang... tidak terduga."

Amina merasakan ada permainan psikologis yang sedang dimainkan. Pria ini tidak langsung mengkonfrontasi, tidak langsung mengancam, tapi ia jelas sedang mengukur reaksi Amina.

"Oke, ayo mainkan."

"Mungkin karena saya suka hal-hal yang tak terduga," balas Amina santai. "Hidup terlalu membosankan kalau selalu berjalan sesuai rencana, bukan?"

Rothschild tersenyum. Tapi kali ini, ada sesuatu di balik senyum itu. Sesuatu yang lebih dingin.

"Benar sekali. Tapi, Mademoiselle... tidak semua kejutan menyenangkan."

Ketegangan di antara mereka semakin kental. Amina bisa merasakan beberapa orang mulai memperhatikan interaksi mereka. Ia harus segera keluar dari situasi ini sebelum keadaan menjadi lebih buruk.

Ia melirik jam tangannya. "Sepertinya sudah larut. Saya harus pergi."

Rothschild tidak bergerak. Tapi Amina tahu, meskipun pria itu membiarkannya pergi malam ini, ia tidak akan pernah benar-benar lepas dari perhatiannya.

Akhirnya, setelah jeda yang terasa lebih panjang dari seharusnya, Rothschild memberi jalan.

"Semoga perjalanan pulang Anda menyenangkan, Mademoiselle."

Ada sesuatu dalam nada suaranya yang membuat kalimat itu terdengar lebih seperti peringatan daripada ucapan perpisahan.

Amina melangkah keluar ballroom dengan jantung masih berdebar. Udara malam Paris menyambutnya, namun hawa dingin yang menjalar di tulangnya bukan karena cuaca.

1
ceritanya bagus nuansa Eropa kental banget,
romantisnya tipis karena mungkin sesuai genrenya, tapi aku suka baca yang seperti ini.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!