Apa jadinya jika kakak beradik saling jatuh cinta. Seluruh dunia bahkan menentang hubungan mereka.
Dan tanpa mereka sadari, mereka telah melakukan sumpah untuk sehidup semati bersama.
Hingga sebuah kecelakaan mengakhiri salah satu hidup dari mereka.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Apakah mereka memang ditakdirkan untuk hidup bersama?
Ikuti jalan ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Niat Jahat Dina
Keesokan harinya, Nabil dimakamkan di tempat pemakaman keluarga besar Hadi. Seluruh keluarga besar, kerabat, sahabat mengantarkan Nabil ke tempat peristirahatan terakhirnya kecuali Laila dan Nabila yang masih berada di rumah sakit.
Laila dikabarkan setelah siuman dari pingsannya takut sendirian. Laila takut Nabil akan datang dan menghantuinya. Bayangan terakhir Nabil yang sangat mengerikan terus melekat di benaknya. Laila takut menghadiri pemakaman cucunya sendiri.
Laila meminta semua foto Nabil disimpan jangan ada yang dipajang di rumah termasuk rumah Hakim dan Amina. Karena Laila takut Nabil akan selalu mendatangi karena masih tidak terima dengan kecelakaan yang menimpa dirinya.
Hakim dan Amina dengan sangat terpaksa menuruti kemauan Laila. Dokter bilang, Laila mengalami trauma berat setelah apa yang dia lakukan kepada Nabil. Rasa bersalah dan penyesalannya teramat dalam.
Laila tidak mau sendirian di dalam ruangannya. Laila memerintahkan para pengawalnya agar berjaga di dalam ruangannya. Ke kamar mandi pun Laila minta ditemani perawat. Pokoknya Laila tidak mau ditinggal sendirian.
Sedangkan Nabila berhasil melewati masa kritisnya. Operasinya berjalan lancar walaupun ada sedikit kendala. Roh Nabila sempat dinyatakan menghilang beberapa saat sampai akhirnya roh Nabila berhasil masuk kembali ke raganya.
Dokter dan semua yang ada di dalam ruangan operasi sempat panik. Nabila banyak kekurangan darah dan memerlukan banyak tranfusi darah. Jantungnya sangat lemah. Dokter hampir saja menyerah.
Di detik-detik Nabila menghembuskan napas terakhirnya, keajaiban datang. Tiba-tiba saja listrik di ruangan operasi padam. Angin berhembus pelan terasa memasuki ruangan operasi.
Ada sekilat cahaya masuk ke dalam tubuh Nabila. Tubuh Nabila bergetar hebat seperti tersambar petir. Monitor yang tadinya berbunyi nyaring datar dan bergaris lurus, dalam sekejap berubah menjadi garis bergelombang dengan bunyi tut, tut, beraturan.
Listrik di ruangan operasi kembali normal. Dokter langsung memeriksa kondisi Nabila. Walaupun detak jantungnya sangat lemah, Nabila dinyatakan selamat. Dokter dan semua yang ada di ruang operasi mengucapkan syukur.
Nabila masih di ruang perawatan. Nabila masih dibantu alat pernapasan. Dan di bagian tubuhnya juga dipasangi alat-alat medis. Sudah seminggu Nabila belum sadarkan diri.
Laila yang sudah sembuh, Hadi, Hakim dan Amina menunggu di ruangan Nabila. Laila tidak henti-hentinya menangis di samping Nabila.
"Mama pulang saja istirahat di rumah. Nabila biar saya yang jaga. Mama jangan cape," kata Amina.
"Amina, Hakim, maafin Mama ya. Ini semua karena Mama," Laila dengan suara seraknya.
"Sudah, Mama jangan terlalu memikirkan itu. Semua sudah berlalu. Lupakan Ma. Kami sudah ikhlas. Ini adalah jalan hidup yang harus kita jalani," ucap Hakim.
Laila, Hadi dan beberapa pengawal meninggalkan rumah sakit. Tidak lama setelah itu, Dina dan Fadli datang menjenguk Nabila. Mereka membawakan sekeranjang buah-buahan. Amina dan Hakim menyambut mereka.
"Bagaimana keadaan Nabila?" tanya Fadli.
"Alhamdulillah sudah melewati masa kritisnya. semoga saja Nabila lekas sadar dan seperti sedia kala," jawab Hakim.
Dina berdiri di samping Nabila. Posisi Dina membelakangi Amina dan Hakim. Dina tersenyum melihat Nabila. Dina merasakan kebahagiaan yang teramat sangat ketika melihat di tubuh Nabila banyak dipasangi alat-alat medis.
Jangan sadar dulu sayang. Kalian adalah pundi-pundi uangku. Yang satu saja sudah membuat aku kaya apalagi ditambah kamu, Dina tertawa dalam hati.
Jika kamu tiada, uangku akan semakin bertambah. Baiklah aku akan mengirimmu ke tempat saudaramu. Kalian akan bersama selamanya, batin Dina.
Dina meneteskan air mata dan berbalik menatap Hakim, Amina dan Fadli yang duduk di kursi tamu. Dina seolah menunjukkan kesedihannya kepada mereka. Dina kembali berbalik menghadap Nabila. Dina mencari cara untuk mengakhiri hidup Nabila.
Dina memperhatikan alat bantu pernapasan yang dipakai Nabila. Dina mencari selang yang menghubungkan alat bantu itu dengan alat yang ada di samping tempat tidur Nabila. Dina melipat tali selang pernapasan Nabila. Dina kemudian bergabung duduk di kursi tamu bersama Fadli, Hakim dan Amina.
Hal kecil yang dilakukan Dina berpengaruh besar bagi kelangsungan hidup Nabila. Lipatan pada selang alat bantu pernapasan dapat menyumbat udara, sehingga udara tidak dapat masuk ke dalam paru-paru dengan mudah.
Penyumbatan yang terjadi akan menyebabkan berkurangnya oksigen yang mencapai paru-paru dan mengurangi kadar oksigen dalam darah.
Tanpa mereka sadari, Nabila mengalami kejang-kejang. Wajahnya membiru. Dan tiba-tiba saja Ammar teman Nabila tanpa permisi masuk ke dalam ruangan Nabila bersama dua perawat dan dokter.
"Apa yang terjadi?" Amina berlari mendekat melihat dokter dan para perawat itu melakukan sesuatu kepada Nabila.
Kilas balik On.
Ammar yang masih enggan membuka matanya, bermimpi bertemu dengan Nabil. Di mimpi itu Nabil meminta tolong, memohon kepada Ammar. Saat ini Nabila dalam bahaya, Nabil meminta Ammar agar segera ke rumah sakit.
Ammar terbangun dengan jantung yang berdetak sangat cepat. Ammar keluar kamar dan mencari mamanya. Ammar bertanya kepada mamanya apakah Nabila masih berada di rumah sakit. Setelah mendapat informasi dari mamanya, Ammar segera menuju rumah sakit dengan motor sportnya.
Setiba di rumah sakit, Ammar melihat omnya yang seorang dokter kebetulan bertugas di hari itu. Ammar meminta tolong kepada omnya untuk membantu temannya yang lagi sekarat. Ammar, omnya dan dua orang perawat masuk ke ruangan Nabila. Saat itu Nabila dalam kondisi kejang-kejang.
Kilas balik off.
Dokter dan para perawat melakukan tugasnya dengan baik. Nabila selamat dan perlahan membuka mata. Orang yang pertama kali dilihat Nabila samar-samar seorang pria ganteng. Nabila mengerjapkan mata dan melihat Ammar di depannya.
"Nabila, Nabila," Hakim dan Amina berdiri di samping tempat tidurnya.
"Apa yang terjadi Dok?" tanya Fadli.
"Nona Nabila kekurangan oksigen. Selang oksigennya terlipat sehingga Nabila tidak bisa bernapas," Dokter kembali memeriksa selang pernapasan dan juga yang lainnya.
"Nabila sadar Dok. Bagaimana keadaannya?" tanya Hakim.
"Nona Nabila apakah mendengar saya. Jika iya kedipkan mata," kata Dokter.
Nabila mengedipkan matanya dengan perlahan. Dokter kemudian menanyakan apakah Nabila mengingat orang-orang yang ada di sini selain dokter dan para perawat.
Nabila perlahan mengedarkan pandangannya. Nabila menatap ke arah Amina, Hakim, Fadli, Dina dan terakhir ke arah Ammar. Nabila kemudian menatap ke arah Dokter dan perlahan mengedipkan matanya.
Dokter menyarankan agar Nabila tetap beristirahat. Anggota keluarganya harus berjaga-jaga jangan sampai kejadian seperti tadi terulang lagi.
Fadli, Dina berpamitan setelah dokter dan para perawat meninggalkan ruangan Nabila.
Kok bisa kebetulan begitu? Teman Nabila masuk bersama dokter dan perawat. Panjang umur itu anak, Dina menggerutu dalam hati.
Nabila kembali beristirahat. Hakim, Amina dan Ammar duduk di kursi tamu. Amina penasaran bagaimana bisa Ammar, dokter dan para perawat datang di saat Nabila kejang-kejang.
"Om, Tante, sebenarnya Nabil yang meminta saya datang ke sini," kata Ammar.
"Nabil!" Hakim dan Amina berbarengan.
Ammar kemudian menceritakan mimpi yang baru saja dialaminya. Hakim dan Amina kembali meneteskan air mata. Ternyata Nabil masih menjaga Nabila.
Dan dari tempat duduknya, Ammar melihat Nabil yang duduk di atas tempat tidur Nabila mengusap lembut rambut Nabila dan mengecup keningnya. Nabil kemudian memandangi Ammar.
"Ammar, gue serahin Nabila ke lu. Tolong jaga Nabila," Ammar mendengar suara Nabil sangat jelas di telinganya.
Perlahan Ammar melihat Nabil menghilang dari pandangan matanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...