Wanita Sang Tuan Muda

"Tidak, meskipun Om adalah bos sekaligus kekasih kak Ains, tapi tetap saja bagi kami Om adalah orang asing. Aku, Amara, Joshua dan Rora akan tetap memanggil dengan sebutan Om," putus Zen, bicara dengan suara yang dingin dan tatapan tajam.

Mendengar keputusan itu Amara dan Joshua tak bisa membantah, senakal apapun mereka keduanya akan patuh pada kak Zen. Bahkan kak Zen terlihat lebih mengerikan daripada kak Ainsley.

Dan mendengar keputusan itu Damian tentu terkejut, kedua matanya sampai terbuka lebih lebar. Selama ini mana ada yang membantah ucapannya, dan sekarang anak remaja seperti Zen seolah memiliki kuasa lebih banyak dari dia.

Damian berniat meminta dukungan dari sang kekasih, dia menoleh dan menatap Ains yang duduk di sampingnya.

"Ya sudah kalau begitu, tidak apa-apa panggil Om," kata Ainsley, dia tau tuan Ford meminta dukungan darinya, tapi dia pun tak bisa membantah ucapan Zen.

Lagipula kata-kata Zen tidak ada yang salah, tuan Ford memang masih asing bagi mereka. Akan terasa aneh jika tiba-tiba jadi akrab sekali, sampai Rora pun memanggil Daddy.

Langit di atas kepala Damian seperti runtuh saat itu juga, tak menyangka di hadapan keluarga ini dia sungguh tak memiliki kuasa.

"Sudah sudah bicaranya, ayo segara makan pizza ini. Nanti keburu dingin," kata bibi Ema, memecah ketegangan yang sedikit tercipta.

Zen pun lantas kembali menyantap pizzanya seolah tak terjadi apa-apa.

"Mau yang pedas," kata Rora, menunjuk-nunjuk pizza di hadapan Zen.

"Sini, makan dengan kakak." Zen meletakkan pizza di tangannya dan datang menghampiri Rora. Remaja itu menggendong Rora lalu memangkunya.

Zen bahkan menyuapi Rora dan sigap memberi minum saat sang adik merasa kepedasan.

Melihat pemandangan itu Damian tergugu, ternyata remaja berwajah dingin tersebut memiliki hati yang begitu hangat.

Namun setelah dia perhatikan secara seksama, Ains dan orang-orang di rumah ini tak ada yang memiliki kemiripan sedikit pun satu sama lain. Seolah mereka adalah orang asing dan kemudian tinggal bersama.

Hah, sudahlah! Aku tidak boleh menebak-nebak. Mereka semua adalah keluarga Ains. Batin Damian.

Dia berada di sana sekitar 1 jam lamanya, tak lama setelah pizza itu habis Damian pamit pulang.

"Terima kasih sudah berkunjung," kata Ainsley, dia mengangtar seorang diri. Mereka kini telah berdiri di samping mobil tuan Ford.

"Maaf jika anak-anak membuat mu tidak nyaman," kata Ainsley lagi.

"Jangan minta maaf, aku menyukai mereka semua. Aku hanya terkejut, orang-orang yang kamu maksud ternyata adalah anak-anak. Tau begitu aku beli lebih banyak makanan," jawab Damian, dan belum sempat Ainsley berucap dia sudah lebih dulu menarik sang wanita untuk masuk ke dalam mobil.

"Masuk dulu," kata Damian.

"Mau apa?" tanya Ainsley dengan terkekeh, sebenarnya dia tau apa keinginan sang Tuan, hanya saja ingin menggoda.

"Peluk," balas Damian.

"Peluk atau cium?"

"Dua-duanya."

Ainsley langsung tertawa ketika mendengar jawaban tersebut, tapi dia tetap patuh hingga akhirnya mereka berdua berada di dalam mobil tersebut. Di sini tak akan ada yang melihat semua pergerakan mereka.

"Jadi bibi Ema yang menjaga Rora saat kamu pergi?" tanya Damian.

Ainsley mengangguk.

"Sejak kapan kamu jadi ibu tunggal?" tanya Damian lagi, seraya menggenggam erat dua tangan Ains. Merasa iba pula, tapi makin sayang karena Ains mampu merawat Rora dengan baik.

"Sejak ada Rora di hidup ku," jawab Ainsley pula. "Bibi Ema menjaga anak-anak, dan aku yang bekerja cari uang. Karena itulah aku tidak bisa berhenti dari Klub," jelas Ainsley.

Damian mengangguk tanda paham, karena itu pulalah dia menawarkan surat kontrak dalam hubungan mereka.

"Lain kali ajaklah anak-anak ke apartemen. Ajak mereka bermain ke wahana, aku tidak akan ikut jika kalian merasa canggung. Cukup gunakan uangku saja aku sudah merasa senang," kata Damian.

Ainsley yang terharu langsung memeluk lebih dulu, juga mengecup lebih dulu.

Cup!