Sinopsis Lovasains
Bagaimana jika cewek tomboy dekat sama cowok pintar sains yang dingin nggak banyak bicara apalagi satu bangku? Raut wajahnya penuh ambisius dan dendam. Bisa bersatu nggak layaknya komponen minyak dan air. Namanya Tama pindahan dari SMA Pelita Indah dia cakep sih cuma nggak banyak bicara, misterius. Kedekatannya membuat ketua geng Dewa yang bernama Keenan, geng motor yang terkenal tapi anti tawuran membuka kembali kartu joker yaitu kartu kematian.
Dera dan Tama yang makin lama dekat dengan Tama mulai jatuh hati, sampai akhirnya saat berada di rumahnya sebuah rahasia besar terbongkar. Rahasia di luar nalar. Saat setelah selesai olimpaiade sains, geng Elang membuka rahasia besar yang membuat geng Dewa marah besar dan terjadi tawuran.
Apa rahasia tersebut? Apakah ini ada kaitannya dengan Tama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reyni Rahma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TERKUNCI DI MARKAS GENG ELANG
Mr In yang paling suka dengan masker berwarna hitam. Akankah sosok Mr In ini mau membuka maskernya? Duh, takut jelek ya ayang.
Dera masih di ikat di dalam markas geng Elang. Jam dinding berbentuk tengkorak menunjukkan pukul 17.00. Seharusnya dia sudah pulang. Tama tidak ada batang hidungnya. Setengah jam yang lalu dia keluar dengan motornya tanpa berpamitan.
Ikatannya terlalu kencang membuat dia kesakitan dan juga dia sangat haus sekali, lapar. Dasar si Mr In eh, bukan Tama. Manusia bertopeng yang punya cara mengelabui semua orang termasuk dia dan geng Dewa.
Dera mencoba melepaskan ikatannya tapi susah sekali.
“Dasar, geng Elang! Tama!” Dera mencoba melepaskan ikatan tangan yang ada di tangannya. Sekeras apapun tetap saja nihil. Justru tangannya malah kesakitan dan memerah.
Bunyi hpnya terus saja berdering pasti Derren atau mama dan papa yang masih di Yogya. Melirik handphone nya pun susah. Dera tidak kuat lagi, dia sangat lemas gara-gara lapar.
Dera menghela nafas panjang. Pintar juga geng Elang membuat markas yang sedikit jauh dari keramaian. Ornamen Elang menghiasi dan tak lupa tema hitam. Di pojok ada meja bangku dan kursi yang membuat dia tertarik pasalnya meja itu unik dari yang lain. Kalau dia sudah bebas dari ikatan tersebut
Sreg!
Bunyi pintu di buka dengan sangat keras.
Mereka itu apa tidak bisa sedikitpun lembut. Astaga, makin gila gue ada di sini. Gerutu Dera.
Nampak Mr In masuk dan menuntun motornya. Eh, tunggu pantas saja Dera tidak asing dengan motor tersebut saat kencan saat itu dan benar dugaannya jika itu adalah motor Mr In alias Tama. Dada Dera sakit menerima kenyataan Tama adalah Mr In.
Dera melirik sejenak dia membawa dua bungkusan makanan, itu berarti geng Elang tidak ada lagi ke markas dengan kata lain dia malam ini berduaan dengan Tama. Awalnya dia senang tapi dia bukan lagi Tama yang di kenal.
“Gue mau pulang.”
Mr In hanya diam, duduk di sofa busanya dan meletakkan bungkusan plastik makanan.
“Tama, kenapa sih kamu jadi orang jahat? Ini bukan Tama yang gue kenal.” Dera memelas. Melihat Tama masih pakai masker hitam dan belum menampakan wajah aslinya.
Dia sibuk membuka makanannya. Bebek goreng bumbu kuning. Baunya semerbak. Dera menelan salivanya dalam-dalam.
“Lo nggak mau bagi makanan itu buat gue?”
Lagi-lagi Tama diam saja. Cowok ini punya telinga nggak sih? Telinganya tertutup kotoran kali iya. Tama melirik sejenak Dera, dia membelakangi dirinya dan melepas masker. Dasar Mr In lagi enak makan dirinya tidak di bagi.
Kesabaran Dera sudah setipis tissue.
Brak!
Meja yang di depannya menjadi pelampiasannya.
“Gue bukan patung, Tama. Gue manusia yang punya perasaan. Lo bisa ngertiin gue nggak sih? Ini bukan Lo yang gue kenal. Tama ….”
“Bisa diam? Jangan buat makan sore gue nggak mood karena ocehan Lo.”
“Buka masker Lo. Gue ingin tahu di balik topeng yang Lo pakai itu adalah Tama.”
“Bawel.”
Mr in masih menikmati makanannya. Perut Dera sedikit perih dia punya masalah lambung. Wajahnya mulai pucat dari siang dia tidak makan sama sekali.
“Tam …” Kata Dera dengan suara bergetar. “Gue haus, bisa tidak Lo berikan seteguk air saja untuk gue?” Rintih Dera. Pandangannya mulai kabur. Mulutnya mulai kering, lipbam yang menghiasi bibirnya tak mampu lagi memberikan warna yang cerah.
Setelah Mr in selesai makan dan memakai maskernya lagi. Berjalan ke arah Dera yang wajahnya yang pucat. Telefon masuk dari Keenan.
“Pacar Lo telefon tuh!” Mr In melempar ponsel Dera ke meja. Keenan menghubungi dirinya. “Kalau bisa meraih telefon Lo, gue bebasin Lo malam ini.” Mr In menatap tajam sambil melipat kedua tangannya.
Kee, bantu gue keluar dari sini. Maafin gue hari valentine day, gue nggak bisa nemenin Lo. Dera mencoba meraih ponselnya tapi susah untuk di gapai. Makin lama apa yang di lihatnya gelap.
***
Dera membuka matanya perlahan. Saat ini tubuhnya tidak lagi terikat tapi berbaring di sofa busa terakhir dia pingsan karena kondisi tubuhnya yang tidak fit dan lapar, dia bangun sambil memegang kepalanya yang sedikit pusing. Masih di markas geng Elang.
“Udah bangun.” Mr In datang menghampiri Dera dan memberikan minuman. “Nih, katanya Lo haus,”
Desa langsung menyiramkan air putih tersebut di wajahnya. Mungkin di kesal tapi Dera tidak tahu. Cowok ini bersembunyi di balik maskernya.
“Tama, gue sayang sama Lo, tapi kenapa Lo bohongin gue. Lo adalah ketua geng Elang yang gue benci.” Dera meluapkan tangisannya.
Mr In yang dari tadi jongkok di depan Dera langsung berdiri. Mr In membuka maskernya. Ini kesempatan Dera untuk meyakinkan dirinya adalah Tama. Dera memutar tubuh Mr In dan benar dia adalah Tama Ravindra Shan. Tangisannya langsung pecah dan memukul dadanya berkali-kali tak ada perlawanan.
“Gue benci … gue benci … gue benci Lo, Tama.” Dera menangis.
“Jangan cengeng. Ini adalah gue. Mr In. Habis ini gue antar lo pulang.”
Tama membuka pintu markas, sial susah di buka. Aish, dia lupa kalau pintu sedikit eror jika di tutup dari dalam. Ah, temannya juga nggak bakalan kesini karena dia memerintahkan besok pagi baru ke markas. Sial, hpnya mati lagi.
“Pinjam hp Lo, gue mau telefon Ziko. Pintu ini tidak akan bisa buka kalau nggak ada orang dari luar.”
“Hei, hp gue dari tadi berdering terus. Baterai sampai lowbat. Gue nggak bawa cas.” Dera nyolot. “Tunggu, berarti kita malam ini bersama?”
Mereka berdua saling pandang.
“Lo mending mandi dan bersihkan pikiran Lo yang kotor. Bau.”
Demi apa? Ini toilet atau kandang. Berserakan sisa bungkus sampo dan sabun dan lebih mengejutkan lagi bak kamar mandi kotor seperti satu tahun tidak di bersihkan. Dera ingin muntah.
“Tama, nggak ada kamar mandi lain?”
“Nggak.” Kata Tama masih konsen buka pintu markas. Tidak lucu kalau dia terkurung sama cewek bawel satu malam. Padahal niatnya nanti malam dia ingin mengantar Dera pulang dan setelah itu balapan motor. Eh, nyatanya pintu markas tidak bisa di ajak kompromi.
“Kamar mandi Lo sudah berapa tahun nggak di bersihkan?”
“Hampir satu bulan.”
“Lo sama geng Lo nggak gatel apa? Kok bisa sih cowok-cowok tampan bisa sejorok ini. Lo tahu nggak …”
“Dera, jangan buat kesabaran gue habis. Lo daripada berkicau. Lebih baik Lo bersihkan kamar mandi.”
Dera mau tidak mau mengikuti perintah Tama, dia ingin sekali muntah. Baru kali ini dia menemukan kamar mandi sejorok ini. Perut Dera tak henti-hentinya berteriak padahal dia ingin sekali makan.
Setengah jam akhirnya dia membersihkan dan sekalian mandi, beruntung dia membawa baju ganti kaos hitam dan jeans. Iya lumayan membersihkan dirinya dari keringat. Dera melihat bungkusan plastik makanan masih setia di mejanya.
"Lo nggak mau bagi makanan ke gue?"
"Ambil saja kalau mau." Tama cuek.
Dera langsung mengambil dan memakan bebek goreng bumbu hijau. Tama sedang belajar fisika. Baginya fisika mungkin tak lebih dari kekasihnya kali.
"Lo nggak pantas jadi wakil olimpiade fisika. Lo itu banyak topeng dan kejahatan. Yang pantas itu lucky anak IPA 2. Namanya saja pembawa keberuntungan."
"Gue bisa bertindak kalah di sekolah Tunas Bangsa. Yang jelas kalau bertanding dengan SMA Pelita Indah, gue lebih memilih SMA Pelita menang."
Dera kaget dengan jalan pikiran Tama. Kok ada cowok seperti ini. Ah, masa bodoh yang jelas dia ingin keluar dari sini. Masih menunggu besok pagi. Keenan pasti marah kepadanya karena dinner malam valentine yang gagal. Tama masih fokus dengan bukunya. Dera sedikit menguap dan mengantuk.
"Lo jam segini mau tidur?" Tama melirik jam yang masih pukul tujuh malam. "Belajar sana biar jadi orang pintar."
"Iya pintar bohongi orang kaya' Lo MR In alias Tama." Ucap Dera dengan wajah cemberut.
"Suka gue."
"Gue nggak akan bilang ke geng Dewa kalau Lo adalah Mr In, gue nggak mau di sekolah Tunas Bangsa terjadi perpecahan."
Tama tersenyum sinis.
"Kalau Lo mau bilang, bilang saja. Gue nggak takut."
"Gue nggak mau. Lagian Lo ngapain sih, sekolah di Tunas Bangsa mau jadi mata-mata geng Dewa."
Tama menutup bukunya dan menatap tajam Dera, dia yang duduk di kursi yang buat ada di pojokan langsung menghampiri Dera. Jantung Dera mau copot rasanya jika Tama melihat dirinya terus menerus apalagi suasana hanya mereka berdua.
"Lo masih cinta gue? Setelah tahu gue adalah Mr In ketua geng Elang."
Dera menelan salivanya dalam-dalam. Di tatap lelaki tampan membuat dia salah tingkah.
"Kenapa emangnya?"
"Karena gue nggak sayang Lo. Paham." Tama mendorong kepala Dera.
Dera hanya terdiam, dia sadar diri kalau Tama tidak mencintainya. Pasti dia mencintai orang yang sama-sama suka sains. Dera hanya cewek biasa yang tidak istimewa.
Pukul 21.00
Mereka hanya terdiam. Dera tidak bisa menahan kantuknya. Sesekali dia menguap. Ingin tidur tapi bantal baunya seperti terasi busuk. Geng Elang benar-benar jorok.
"Pakai bantal gue. Itu bantalnya Ziko. Sudah tiga bulan tidak di cuci dan banyak ilernya."
Eh, buset apaan ini? Gue mau muntah kali. Sumpah cakep-cakep jorok amat. Sabar Dera ... Sabar. Penderitaanmu belum selesai. Batin Dera mengelus dadanya.
Dera langsung mengambil bantal Tama. Wangi juga. Serasa tidur di peluk Tama.