Jia, gadis periang yang tumbuh di balik bayang-bayang perfeksionis sang ibu, sedangkan Liel, pemuda pendiam dan berusaha menjaga jarak dari dunia yang tidak pernah benar-benar dia percaya.
Mereka tidak pernah menyangka, bahwa dimulai dari sekotak rokok, pertemuan konyol di masa SMA akan menarik mereka ke dalam derita penuh luka.
Kisah manis yang seharusnya tumbuh dan tampak biasa, justru menemukan kenyataan pahit. Cinta mereka yang terhalang, rahasia keluarga, dan tekanan dari orang-orang berpengaruh di sekitar mereka, membuat semuanya hancur tanpa sisa.
Mampukah Jia dan Liel bertahan dalam badai yang tidak mereka minta? Atau justru cinta mereka harus tumbang sebelum sempat benar-benar tumbuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Avalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keberanian yang Tersembunyi
Jia merasa Liel kehilangan akal sehat, sebab dia memaksa Jia untuk membuka ponsel dan membalas pesannya, di tengah pelajaran yang sedang berlangsung.
Belum lagi mereka harus berhadapan dengan Guru Bahasa Indonesia yang galak dan tidak ramah, apabila ketahuan berbicara atau berani menggunakan ponsel.
Jia tidak ingin berurusan dengan hal itu dan memilih untuk kabur setelah sekolah usai. Dia ingin pulang … menyendiri dan menghindari semua orang. Mematikan ponselnya sendiri adalah jawaban dari semuanya.
...****************...
Dunianya seakan runtuh kembali, meski mentari yang cerah menyapanya. Tidak ada semangat dalam diri Jia untuk berangkat sekolah hari ini. Lagipula, ini hari terakhir sekolah, sebelum libur semester tiba.
Kemudian dia mulai menyalakan ponselnya, setelah semalaman dimatikan. Ada 33 panggilan tidak terjawab dan 15 pesan tak terbaca dari Liel.
Kemudian ponselnya nya berbunyi kembali. Terlihat dari balik layar bahwa Nata menelponnya, mengusik ketenangan Jia. Dia masih enggan mengangkat telepon dari Nata.
Namun tidak sampai sekian detik, Jia mengangkatnya. Dia tidak tega untuk membuat Nata khawatir lebih lama lagi.
“Ya Tuhan, akhirnya kamu mengangkat teleponku! kemana saja dirimu?? Menghilang tanpa kabar? Sekarang periksalah pesanku!!” Fotomu … haaa kamu lihat saja sendiri.”
Jia terdiam sejenak, berusaha mencerna pesan dari Nata. Fotonya yang bertuliskan “Gadis murahan beserta wanita penggoda” tertampang di mading sekolah.
Sambil memegang perutnya, tawanya pecah saat melihat foto dirinya sendiri. “Pffftt, hahaha … mengapa mereka memakai foto yang ini?? Apa tidak ada yang lebih bagus!!!!”
“Jiaaa!! Ini serius, berhenti bercanda!!! Kita harus berbuat sesuatu, sudah cukup dirimu tertindas!!” tegur Nata dengan nada bicara yang tinggi.
Tawanya cukup untuk menutupi luka hati yang belum mengering. Dia berusaha tenang meskipun hatinya sakit melihat banyak teman-teman di sekolah membencinya. “S–sebentar, aku perlu waktu untuk berpikir …”
Satu menit berlalu …
“Halo Jia … kamu akan terus diam? Telingaku mulai panas!! Yaah, pada akhirnya … semua keputusan ada di tanganmu, kamu bisa mengabaikannya dan tidak usah pergi ke sekolah.”
“Tidak, kita akan tetap pergi ke sekolah.” sahutnya tenang seraya menahan rasa sakit di dada.
“Serius??? Baiklah, aku akan menunggumu di depan gerbang sekolah!!”
Jia segera mematikan telepon Nata, tanpa menjawabnya lagi dan bersiap untuk pergi ke sekolah dengan mengenakan salah satu jaket pavoritnya, yaitu jaket denim berwarna biru.
———
Sesampainya di sekolah, Nata menghampiri Jia. Mereka berjalan bersama menuju mading sekolah dan mengambil fotonya yang sebelumnya masih tertempel di sana.
Mereka berjalan dengan percaya diri, tanpa keraguan. Tidak peduli lagi dengan mata yang tertuju pada mereka.
Kemudian Jia selangkah di depan Nata dan melangkahkan kakinya menuju kelas, lalu berdiri ke arah ke meja guru dan berdiri di depannya.
Tingkah lakunya saat ini cukup mencuri perhatian semua teman-teman yang ada di kelas. Dengan keberanian yang ada, Jia mulai bertanya tentang peristiwa yang baru saja terjadi.
“Siapa yang menempelkan fotoku di mading sekolah?”
Suasana menjadi hening, membuat suara Jia menjadi bergema, saat tidak seorang pun menjawab pertanyaannya.
Seketika Kay berdiri, dengan langkah anggunnya, dia menghampiri Jia. “Wow, tenang Jia, jika memang kamu tidak merasa seperti yang dituduhkan, seharusnya kamu tidak usah mempedulikannya.”
“Selama setahun, aku selalu diam menanggung rumor tidak berdasar dari kalian, tetapi memajang foto ku di sana dengan tulisan seperti itu bukankah keterlaluan?”
Kay dengan senyum bak malaikat memegang tangan Jia. “Aku maupun teman sekelas pasti tidak tahu siapa pelakunya, bisa saja kakak kelas 2 atau kelas 3?? Tenanglah Jia, aku akan membantumu.”
“CCTV di sana tiba-tiba saja rusak? Bagaimana kamu akan membantu ku?” Balas Jia dengan alis terangkat sebelah.
Nada lembut bak racun itu mengalun indah dari mulut Kay. Dia meremas pelan tangan Jia. “Itu … kita bisa pikirkan nanti, yang terpenting, tenangkan dulu hatimu …”
Jia memicingkan matanya, menatap tangan Kay yang memegang tangannya. Seketika dia merasa jijik. Perlahan Jia melepaskan tangannya seraya berbisik,” Terima kasih Kay, akan tetapi, bukankah kamu dalang dari semua ini?”
Mendengar jawaban Jia, wajah Kay seketika merengut. Matanya melirik sinis ke arah Jia. Bibirnya terkatup rapat, menahan luapan emosi yang setiap saat bisa saja meledak.
Jia segera meninggalkan ruang kelas, diikuti Nata yang ada di belakangnya. Meski jalan keluar dari setiap permasalahan belum terpecahkan, namun Jia merasa sedikit lega.
Jia terus berjalan tanpa menghiraukan yang ada di sekitarnya. Bahkan dia tidak sadar bahwa sedari tadi, Nata menyikut lengannya.
”Kamu hebat Jia, masih bisa tahan untuk tidak menghajar rubah licik itu!”
Jia tidak menghiraukan Nata, lagi. Pikirannya melanglang buana, tidak fokus. Namun, tanpa putus asa, Nata mencoba mencari perhatian dari Jia.
Nata memeluk lengan kanan Jia. “Hei, apa kamu akan menindaklanjuti kasus fotomu?”
“Tidak perlu. Aku bertindak seperti tadi hanya untuk melihat reaksi kay saja.”
“Benarkah? Apa kamu mendapatkan sesuatu?”
“Ya, dia menggigit umpanku.”
Nata tertawa seraya menggelengkan kepalanya. Tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa Jia masih mampu bertindak gila, untuk kesekian kalinya. Gadis cantik yang terkenal periang, apa adanya, dan tidak suka keributan itu, kini dengan berani membela diri dan menyuarakan pendapatnya.
Hal ini tentu membuat Nata sedikit terharu. Nata berpikiran untuk mengajak Jia ke taman hiburan, namun sayangnya, Jia menolak.
“Ah, beristirahatlah! Semoga masalahmu dan Liel menemukan titik terang!” Ucap Nata seraya menepuk pelan bahu sahabatnya itu.
“Aku tidak tahu Nat, aku masih mengabaikannya. Belum lagi masalahku dan Kay. Tidak ada satupun yang selesai.”
“Saranku, kamu mundur saja Jia, karena semakin banyak kamu mencari tahu, akan semakin membahayakan dirimu.”
Saran yang Nata berikan padanya membuat Jia berpikir keras. Mereka berpisah dan pulang menuju ke rumah masing-masing.
Namun, siapa sangka, terlihat Liel ada di depan rumahnya. Dia duduk di bumper mobilnya. Liel segera melihat ke arah Jia, mata mereka pun saling bertemu.
Tanpa menghiraukannya, Jia berusaha membuka pagar dengan cepat, namun Liel mencegahnya untuk masuk. Liel mengatakan tidak akan beranjak pergi sebelum Jia mempersilahkan dirinya untuk masuk ke rumahnya.
“Komunikasi kita akan semakin memburuk jika kita tidak saling bicara Jia!” Ucap Liel dengan suara rendahnya.
Tentu ini hal yang buruk, namun Jia tidak punya pilihan lain. Dia segera membawa Liel masuk dan mengarahkannya ke rumah kaca di belakang rumahnya.