Dhea mencintai Vean, tapi Vean menjalin kasih dengan Fio—sahabat Dhea.
Mencintai seseorang sejak masih SMP, membuat Dhea terus saja berharap kalau cintanya akan bersambut. Sampai akhirnya gadis itu menyerah dan memilih pergi saat pria yang dicintainya akan bertunangan dengan sahabatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ROZE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24 Dia Arya (Tiga Bulan Kemudian)
Tiga bulan kemudian
Semua sudah berjalan dengan normal. Vean kembali melanjutkan aktivitasnya di kampus dan perusahaan. Sebenarnya dia sudah lulus S1, tapi sekarang melanjutkan S2 di kampus yang sama.
Fio juga kuliah di tempat yang sama dengan Vean, jadi mereka lebih sering bertemu. Fio selalu memperhatikan makanan Vean. Kadang dia menanyakan bekal dari rumah.
"Ya ampun, Fi. Aku ini bukan anak kecil, tidak perlu sampai membawa bekal segala."
"Bekal bukan hanya untuk anak kecil. Biasanya aku dan Dhea juga suka membawa bekal. Papa juga suka dibawakan bekal oleh mama."
Menyebut nama Dhea, membuat Fio langsung bersedih.
...💦💦💦...
Hari ini ada acara keluarga, acara bulanan yang biasanya dilakukan sekedar untuk mempererat tali silaturahmi.
"Halo, bagaimana keadaan kamu?"
"Baik, Dok."
"Jangan lupa minum obat yang rutin, ya. Oya, dua hari lagi kamu harus kontrol di rumah sakit. Jangan sampai tidak datang."
"Iya, Dok."
"Ya sudah, saya tutup dulu, ya. Kalau ada apa-apa segera hubungi saya."
"Ya ampun, kalian bikin kaget saja. Ngapain berdiri di belakangku?" tanya Bram saat menoleh ke belakang.
"Itu tadi siapa?"
"Apa dia yang mendonorkan ginjal untuk Vean?"
"Benar."
"Jadi dia ada di kota ini?"
"Om, tolong pertemukan Vean dengan dia."
"Baiklah, nanti Om atur waktunya."
Mereka sangat antusias bertemu dengan orang itu. Ingin mengucapkan terima kasih secara langsung, terutama Vean. Berkat si pendonor itu, dia bisa bertahan hidup sampai sekarang.
...💦💦💦...
"Om, kapan aku bisa bertemu dengan dia?"
"Sabar ya, Vean. Nanti kalau dia sempat, dia yang akan menghubungi Om lebih dulu."
Benar menghela nafas berat. Tiba-tiba saja ponselnya berbunyi.
"Sabar, Vean. Bukan hanya kamu saja, tapi kami juga ingin bertemu dengan pria itu."
Beberapa hari kemudian, akhirnya apa yang Vean inginkan tercapai. Dan saat ini keluarganya juga keluarga Fio ada di salah satu restoran bersama dengan Bram dan keluarganya juga. Pintu ruangan VIP itu terbuka.
Seorang pria masuk dan memberikan salam.
"Selamat malam."
"Arya, ayo duduk di sini."
Vean menatap pemuda itu. Pria itu terlihat sederhana.
"Arya, ini Vean, pria yang kamu tolong."
"Selamat malam, Tuan Vean."
"Panggil Vean saja. Oya, saya mau berterima kasih pada kamu, berkat kamu kondisi saya membaik."
"Syukurlah kalau begitu, saya senang mendengarnya."
"Katakan apa yang kamu inginkan?"
"Oh, tidak ada."
"Apa kamu kuliah?"
"Saya baru saja lulus."
"Kamu kerja?"
"Saya kerja serabutan."
"Kamu mau bekerja di perusahaan keluarga saya?"
"Apa?"
"Kamu bisa menjadi asisten saya."
"Hm ...."
Terlihat sekali raut segan di wajah Arya dan tidak nyaman diperlukan seperti ini.
"Terima kasih banyak atas tawarannya, tapi saya lebih suka kerja lapangan."
"Arya, kondisi kamu sudah tidak sama lagi seperti dulu. Ada baiknya kamu mengurangi aktivitas yang terlalu berat. Jangan biarkan saya semakin merasa bersalah pada kamu. Bukan begitu, Om?" tanya Vean pada Bram.
Arya menatap Bram.
Dokter itu mengangguk.
"Ikuti saja apa kata Vean. Dia ini memang seperti itu. Jika merasa punya hutang budi pada seseorang, pasti akan melakukan apa saja untuk orang itu."
"Itulah sebabnya saya sebelumnya meminta pada Dokter, untuk tidak memberi tahukan identitas saya. Saya ikhlas, doakan saja saya."
"Tolong jangan menolak. Atau kamu ingin membuka usaha sendiri? Saya akan memberikannya."
"Ah, tidak. Tidak perlu."
"Apa kamu ingin uang?"
"Tidak, pekerjaan saya saat ini cukup untuk memenuhi kebutuhan saya."
"Tolong jangan salah paham dengan niat saya."
"Tidak sama sekali Tuan, Vean. Saya merasa semua itu memang berlebihan."
"Jadi, kamu mau kan menjadi asisten saya? Oh ya, kamu juga bisa melanjutkan S2 bersama saya, bagaimana?"
"Papa rasa itu ide yang bagus. Arya bisa membantu kamu di perusahaan dan kalian bisa kuliah bersama."
Arya meringis, mengusap tengkuknya, sama sekali tidak menyangka akan apa yang akan dia terima. Niat hati membantu seseorang, malah keberuntungan yang dia peroleh. Sekali lagi dia memandang dokter Bram, meminta pendapat dari dokter yang sudah banyak membantunya itu.
"Terima saja, Arya. Daripada kamu terus diteror oleh anak muda ini," ucap Bram sambil tertawa ringan.
"Baiklah kalau begitu. Terima kasih banyak."
Mereka semua tersenyum, merasa lega karena Arya mau menerima tawaran Vean. Kedua orang tua Vean juga tidak merasa keberatan. Mereka bisa melihat kalau Arya ini orang baik.
"Sekarang ayo kita makan."
Mereka makan dengan perasaan gembira. Juna juga banyak bicara dengan Arya.
"Orang suruhan saya akan mengurus kuliah kamu. Sebelumnya kamu kuliah jurusan apa?" tanya Candra.
"Management bisnis, Tuan."
"Wah, kebetulan sekali, ya. Vean juga kuliah di jurusan yang sama seperti kamu."
"Kamu tinggal di mana?"
"Saya mengontrak di perkampungan pinggiran kota."
"Saya akan menyiapkan apartemen untuk kamu."
"Tidak, Tuan. Tidak perlu sampai sejauh itu. Saya merasa nyaman tinggal di sana."
"Jarak rumah kamu ke kampus atau ke perusahaan cukup jauh. Lagi pula kamu juga harus rutin check up, kan?"
sy mencari2 cerita yg berbeda..kebanyakan sama....hy beda nama tokok dan sedikit alur..trus klaim mrk yg awal membuat cerita..muak saya.
terima kasih thor,membuat cerita yg bagus..ah,knp baru nemu sy cerita bagus gini
cintanya dipupuk hingga subur
dimana nih rasa malunya
aku juga pernah lho namnya cinta dalam diam sama pacarnya sahabat sendiri tapi gk kyk Dhea terang²an dengan mengejar seseorang yang tak pasti!!
sakit hati kan rasanya ditolakk !!,,
udah baca 3 kali, udah tau Endingnya kek mana, tapi kenapa gk bisa nahan air mata