Novel Xianxia ini menceritakan tentang kisah perjalanan seorang anak dari pedesaan yang bernama Qiao Feng.
Anak itu mempunyai cita-cita ingin menjadi pendekar terkuat dan nomor satu di Kekaisaran Yuan.
Sayang sekali, untuk menggapai cita-cita itu tidaklah mudah. Qiao Feng harus rela menjalani kehidupan yang berliku dan penuh dengan cobaan berat.
Mulai dari penyerangan terhadap sektenya, misteri dalam dunia persilatan, gangguan dari para pendekar aliran sesat, maupun kekacauan di negerinya sendiri.
Bagaimana kisah lengkapnya? Apakah Qiao Feng berhasil menghadapi semua cobaan itu? Apakah impiannya akan terwujud?
Mari ikuti kisah perjalanannya dalam novel yang berjudul Pendekar Sembilan Pedang!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nnot Senssei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sumpah di Masa Lalu
Sekitar lima belas menit kemudian, Qiao Feng sudah bangun dari posisinya. Selayang dia merasa tubuhnya jauh lebih segar daripada sebelumnya.
"Bagaimana? Apa yang kau rasakan saat ini?" tanya Pertapa Cahaya Putih ketika melihat muridnya selesai menyerap kekuatan Mustika Siluman.
"Aku merasa tubuhku lebih segar, guru," jawab pendekar muda itu dengan jujur.
"Bagus. Kau telah berhasil menyerap kekuatan dari Mustika Siluman itu. Kau tahu, kenapa aku menyuruhmu untuk menyerapnya?"
"Apakah untuk menambah kekuatanku?"
"Benar," jawab Pertapa Cahaya Putih mengangguk. "Tapi di satu sisi, masih ada satu alasan lain kenapa aku menyuruhmu menyerap Mustika Siluman Kera Api tersebut,"
"Apa itu, guru?"
"Kekuatan dari Mustika Siluman Kera Api, sedikit banyaknya akan melengkapi kekuatan yang sudah ada dalam tubuhmu, Feng'er. Energi utama dari kekuatanku adalah berhawa panas, begitu juga dengan mustika itu,"
Qiao Feng menganggukkan kepala sebagai tanda memahami ucapan gurunya. Setelah diam sesaat, ia kembali bertanya.
"Jadi, suatu saat nanti aku ingin pun boleh menyerap Mustika Siluman yang berhawa panas?"
"Tentu saja. Baik Mustika Siluman maupun Sumberdaya, selama kekuatan yang terkandung didalamnya tidak berseberangan dengan kekuatanmu, aku rasa hal itu tidak akan jadi masalah," ucap Pertapa Cahaya Putih menjelaskan. "Tapi kau juga harus ingat, jangan terlalu sering menyerap kekuatan, terutama sekali dari Mustika Siluman,"
"Memangnya kenapa, guru?" tanyanya lebih jauh.
"Karena hal itu terlalu berbahaya. Setiap Mustika Siluman yang kau serap ke dalam tubuh, pasti mempunyai efek samping tersendiri. Maka dari itu jangan terlalu sering supaya tidak menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan,"
"Oh, baiklah. Aku paham," jawabnya sambil tersenyum.
"Terkait semua pertanyaan yang timbul dalam benakmu, aku tidak bisa menjawabnya sekarang. Tapi percayalah, secara perlahan setiap pertanyaan itu akan terjawab dengan sendirinya,"
Qiao Feng tidak bicara. Tapi dia mengingat dengan jelas apa yang dikatakan oleh gurunya barusan.
Keadaan di dalam goa kembali hening. Keduanya saling diam dalam waktu yang cukup lama.
Pertapa Cahaya Putih minum arak cukup banyak. Dia pun menyuruh Qiao Feng untuk melakukan hal yang sama. Mereka bersulang arak sampai menghabiskan beberapa guci.
Diluar sana, rembulan sudah lewat di atas kepala. Kentongan pertama telah terdengar dibunyikan. Bintang-bintang yang tadi bertaburan banyak, kini mulai berkurang.
Angin malam berhembus lirih. Hawa dingin semakin menusuk tulang.
"Feng'er, sekarang adalah saat yang tepat," kata Pertapa Cahaya Putih tiba-tiba bicara lagi.
"Maksud guru?"
"Ya, sekarang adalah saat yang tepat untuk kita berpisah,"
"Aku masih belum mengerti,"
"Jangan berbohong. Aku tahu, sebenarnya kau sudah paham,"
Ekspresi wajah Qiao Feng langsung berubah. Raut kesedihan segera tergambar. Sorot mata yang tadi bening karena tingginya tenaga dalam, sekarang berubah menjadi bening akibat menahan air mata yang ingin melompat keluar.
Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi, kecuali hanya tersenyum getir.
"Kau sudah terlalu lama belajar kepadaku, Feng'er. Sekarang sudah tiba saatnya kau mengembara di dunia yang luas ini. Waktu untuk mengamalkan kekuatan yang aku berikan sudah tiba,"
"Tapi, guru," Qiao Feng memotong ucapan Pertapa Cahaya Putih. "Kekuatanku masih belum sempurna. Sedangkan menurut apa yang sering guru terangkan, bukankah diluar sana terdapat banyak sekali ahli bela diri yang mempunyai kekuatan tinggi?"
Mendengar ucapan itu, Pertapa Cahaya Putih tersenyum kembali. Dia cukup mengerti kenapa muridnya berkata seperti barusan.
"Memang benar, Feng'er. Tapi kau juga harus ingat, kalau menunggu kesempurnaan, mau sampai kapan? Perlu kau ketahui, di dunia ini tidak ada yang sempurna. Apapun itu, pasti mempunyai kekurangan dan kelebihannya tersendiri,"
Benar sekali. Di dunia ini, memangnya makhluk apa yang sempurna? Jangankan manusia, bahkan para iblis pun mempunyai kekurangannya masing-masing.
Jadi kalau menunggu sempurna, mau sampai kapan? Apakah ketika nyawa telah pergi dari badan, baru itu disebut kesempurnaan?
Qiao Feng menyadari kebenaran dari ucapan Pertapa Cahaya Putih. Dia pun menyadari bahwa dirinya telah salah bicara.
"Bukan begitu maksudku, guru ..."
"Sudahlah, Feng'er," kata Pertapa Cahaya Putih memotong kembali ucapannya. "Kalau kau terus tinggal bersamaku, mau kapan impian kita akan terwujud?" tanyanya sambil menatap serius.
"Lagi pula, waktuku untuk berada di dunia ini sudah tidak banyak lagi," gumamnya perlahan.
"Mengapa bisa begitu, guru?"
"Ini semua berhubungan langsung dengan sumpah yang aku ucapkan dulu. Waktu itu, aku sudah bersumpah, apabila telah menemukan satu orang pewaris, maka tidak lama kemudian sebagian energi ini akan musnah,"
Pertapa Cahaya Putih bicara sambil menatap langit-langit goa. Seolah-olah dia sedang menggambarkan masa lalunya.
Qiao Feng yang mendengar hal itu langsung tertegun. Kesedihannya semakin bertambah. Hatinya menjadi hancur tidak karuan.
"Kalau begitu ... bagaimana ... bagaimana jika suatu saat nanti, aku ingin bertemu dengan guru?" Suaranya sangat dalam dan perlahan. Kalau ada orang lain di sana, pasti orang tersebut akan tahu bahwa saat itu Qiao Feng sudah tidak kuat untuk bicara lagi. Namun dirinya berusaha untuk menguatkan diri.
"Feng'er," Pertapa Cahaya Putih memberikan lagi senyuman lembutnya. "Kau harus tahu hukum alam di dunia ini. Semuanya sudah diciptakan berpasang-pasangan. Ada siang, ada malam. Ada kesedihan, ada pula kegembiraan. Begitu juga yang terjadi kepada kita saat ini. Ada pertemuan, pasti akan ada perpisahan," katanya menjelaskan. "Apakah kau mengerti?"
"Aku ... aku mengerti, guru,"
Dia memang mengerti. Sebab sejak dulu pun Qiao Feng sudah mengetahui akan hal ini.
Hanya saja, mengapa waktu perpisahan itu, begitu cepat tiba? Apakah tidak bisa ditunda sedikit lebih lama lagi?
"Feng'er, percayalah, dengan kekuatanmu yang sekarang saja, itu semua sudah lebih dari cukup. Meskipun kemampuan belum mencapai puncak, tapi dengan perlahan kau akan mampu mencapai titik tersebut,"
Kekuatan Qiao Feng saat ini adalah Pendekar Alam Nirwana tahap dua akhir. Dengan bekal setinggi itu, rasanya dalam dunia persilatan nanti, Pertapa Cahaya Putih tidak perlu terlalu khawatir lagi akan keselamatan nyawa muridnya.
Apalagi metode latihan yang telah dia berikan selama ini memiliki perbedaan dengan ahli bela diri kebanyakan.
Kalau orang-orang diluar sana sering menggunakan Sumberdaya dan Mustika Siluman untuk meningkatkan kekuatan, maka Pertapa Cahaya Putih justru tidak melakukan hal tersebut.
Dia malah menggunakan energi dari langit dan bumi langsung untuk melatih Qiao Feng. Dengan berbagai metode kultivasi ciptaannya di masa lalu, maka hasil yang didapat pun tidak sia-sia.
Tenaga dalam miliknya jauh lebih sempurna dari orang kebanyakan. Karena itulah menurut anggapan Pertapa Cahaya Putih, di tingkat sekarang saja, dia yakin bahwa Qiao Feng bahkan mampu bertarung seimbang melawan orang yang kekuatannya satu tingkat lebih tinggi.
"Bagaimana? Kau sudah siap dengan perpisahan ini?" tanya Pertapa Cahaya Putih lagi.
"Aku siap, guru," jawab Qiao Feng dengan cepat.
Walaupun masih belum rela, tapi dia sadar bahwa semuanya sudah tidak bisa diubah lagi.
Jalan terbaik satu-satunya hanya berusaha untuk tetap menguatkan diri!
murid cuman 20 aja masak gak tau kemampuan msg2.
klo muridnya ribuan gitu nanya msh masuk akal.
awal cerita gak menarik
semangat