Queen Mafia'S Son, Wants Me

Paginya, Cantika benar-benar melakukan apa yang dia katakan kepada Smith. Dia menghubungi Rika dan menceritakan apa yang terjadi.

Tentu saja dengan ditambah sedikit bumbu agar terasa lebih sedap. Agar Smith kesulitan nantinya.

Namun yang dia harapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Reaksi Rika yang ada di ujung telpon sana sungguh jauh berbeda dari apa yang diharapkannya.

"Tante tidak bisa berbuat banyak. Dulu memang Tante pikir bahwa kalian bisa bersama. Tapi ternyata Smith tidak demikian. Dan Tante tidak mau memaksa Smith. Soal jodoh itu adalah pilihan hati yang tidak bisa dipaksakan. Tapi jika kamu memang menyukai Smith, maka berusaha lah dengan keras, Cantika. Tapi ya itu, Tante tidak bisa banyak membantu kamu. Tante harap, apapun yang terjadi ke depannya, kamu bisa legowo menerimanya."

Kata-kata panjang dari Rika sama sekali tidak bisa diterima oleh Cantika. Sebenarnya Rika sendiri tidak pernah membuat janji agar Smith dan Cantika bersama. Dia hanya sekedar membuat mereka dekat.

Namun Rika baru sadar bahwa putranya tidak memiliki rasa suka yang mengarah pada perasaan romantis kepada Cantika. Jika begitu, maka Rika angkat tangan sekarang. Dia tidak mau memaksa sang putra untuk menjalin kisah cinta dengan wanita yang tidak diinginkannya.

"Huh sialan! Semua kacau. Kalau begini, maka sekarang aku beneran harus gerak sendiri dengan cara ku. Aku tidak akan menyerah untuk itu,"ucap Cantika dengan penuh tekad.

Dia jelas tidak bisa melepaskan Smith. Pria dengan tampilan sempurna dan latar belakang yang banyak penyokongnya. Circle yang luar biasa hebat itu, tidak akan pernah dilewatkan oleh Cantika.

Jika Cantika terlihat sangat gelisah dan juga berpikir keras tentang bagaimana bisa mendapatkan Smith. Di tempat lain, Smith sendiri tengah menikmati kesibukan paginya. Dirinya sudah sampai kantor lebih awal. LT selain bergerak dibidang transportasi, mereka juga bergerak di bidang pengiriman barang kargo dari dalam dan luar negeri. Jadi kesibukan Smith bukanlah hanya kamuflase belaka.

Hanya saja terkadang dirinya menjadi objek keirian anak-anak dari pemilik LT.

"Kamu ini lho kerja kok sambil liburan, enak bener,"ucap Nataya yang merupakan putra sulung Silvya dan Dokter Dika.

"Makanya jadilah pewaris LT, agar bisa kerja sambil liburan,"jawab Smith dengan ringan.

Jika sudah begitu, Nataya akan diam karena jalan hidupnya adalah sebagai seorang dokter. Dia bahkan menolak keras untuk menjadi pewaris perusahaan besar itu. Sedangkan sepupu Nataya juga tidak mau mewarisinya karena memilih melanjutkan perusahaan milik ayahnya.

Haah

Smith menghembuskan nafasnya dengan kasar. Jika dia mengingat tentang bagaimana keturunan Linford yang saling tidak mau meneruskan LT, tampak terdengar lucu dan kontradiktif terhadap realita di lapangan yang saling berebut warisan.

"Haaah, kalau begini kan aku yang mumet. Apalagi sekarang Bibi Silvya sudah mulai membuat aku duduk di kursi CEO LT Pusat. Heh Nataya, Dita dan juga Zion, kenapa sih kalian tidak mau double job. Paling tidak Zion lah yang sama-sama mengurus perusahaan. Arghhhh!!"

Tubuh Smith memang di Bali, tapi pikirannya sungguh kemana-mana. Tidak ada yang tahu bahwa dia benar-benar memiliki banyak hal yang dipikirkan.

Tok tok tok

"Pak, maaf ada yang mencari Bapak?"

"Siapa?"

"Nona Cantika, Pak."

Huft

Lagi-lagi Smith menghembuskan nafasnya dengan sangat kasar. Pekerjaannya sedang banyak sekali, jadi hari ini dia enggan untuk bertemu dengan siapapun itu, apalagi Cantika.

Smith yakin bahwa wanita itu pasti akan mengacau segala hal.

"Bilang aku sibuk, dan jangan pernah membuatnya bisa masuk ke ruanganku,"ucap Smith tegas. Dia sangat enggan jika harus berurusan dengan Cantika di kantor. Pasti harinya akan sangat tidak menyenangkan.

Tok tok tok

"Apa lagi, Aneeees,"teriak Smith saat asistennya itu kembali mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangannya.

"Itu, ada tamu,"ucap Anes dengan sedikit gugup.

"Kan sudah ku bilang, aku tidak mau bertemu dengan Cantika. Kamu punya kuping kan, Nes?" sahut Smith, wajahnya tegang menahan emosi. Anes, asistennya itu kadang suka membuatnya naik darah memang.

"Tapi yang sekarang bukan Cantika, Pak. Namanya Irina."

Sreeek

"Suruh dia masuk."

Eh?

Anes terkejut dengan sikap bosnya yang berubah secara drastis itu. Jelas-jelas tadi sang bos marah karena tidak ingin bertemu dengan tamu.Tapi lihatlah, sekarang dia terlihat sangat antusias.

"Benar ini suruh masuk, Pak?" tanya Anes memastikan.

"Apa kupingmu bermasalah, Nes? Haruskah aku mengulang ucapanku?" ujar Smith tajam.

"Aah tidak-tidak. Baik, saya akan menyuruh Bu Irina untuk masuk ke sini. Permisi,"ucap Anes sambil undur diri.

Tap tap tap

Meskipun dia tidak tahu alasan mengapa sikap sang bos berbeda terhadap dua wanita itu, tapi bagi Anes, dirinya tak perlu ambil pusing. Yang penting dirinya menjalankan tugasnya sesuai perintah.

"Bu Irina, mari ikut saya. Sebelah sini, Bu,"ucap Anes dengan sedikit membungkukkan tubuhnya.

"Hei, kok malah dia sih yang dibiarkan ketemu sama Smith? Aku lebih dulu datang dan aku lebih dulu yang ingin bertemu dengan Smith. Kamu tidak tahu ya siapa aku? Bahkan aku sudah beberapa kali ke mari. Ya kali kamu tidak tahu siapa aku?" ucap Cantika. Tampaknya dia kesal, pasalnya bukan dirinya yang dibawa Anes untuk bertemu dengan Smith melainkan wanita lain yang bahkan baru saja datang.

Ya rencana Cantika untuk mendapatkan Smith ternyata sudah dimulainya dari saat ini. Dia yang tak lagi mendapat dukungan dari Rika, mau tidak mau harus bergerak sendiri.

"Maaf Mbak Cantika, tapi Pak Smith meminta saya untuk membawa Bu Irina dan bukannya Anda,"jawab Anes dengan tenang.

"Apa? Bagaimana bisa begitu. Hei, tunggu!!"

Anes besikap acuh, dia tak ingin menyita waktu untuk menanggapi Cantika yang jelas-jelas tidak ingin ditemui oleh Smith.

Saat ini tugas Anes adalah untuk membawa Irina ke ruangan sang tuan.

"Apa Smith sudah ada janji lebih dulu? Kalau begitu, mungkin aku harus kembali,"ucap Irina. Meski dia tidak tahu apa yang diucapkan Cantika, tapi dia paham dari gesture wanita itu.

"Tidak, Pak Smith tidak ada janji dengan dia kok. Jadi Anda tidak perlu risau, Bu. Nah silakan masuk, Bapak sudah menunggu Anda,"sahut Anes. Dia mempersilakan Irina untuk masuk ke dalam ruangan Smith.

"Selamat pagi, Smith. Maaf sudah menganggu mu pagi-pagi begini. Kamu pasti tengah sibuk,"sapa Irina.

"Oh hai Irina, selamat pagi juga. Tidak seperti yang kau katakan. Silakan duduk. Mau segelas kopi?" sahut Smith.

Terlihat Irina nampak ragu awalnya dengan tawaran Smith, karena dia tidak pernah makan dan minum sembarangan di luar. Tapi entah mengapa dirinya tidak enak menolak tawaran dari pria itu.

"Boleh, americano panas saja,"jawab Irina pada akhirnya.

"Pilihan yang bagus. Tunggu sebentar, aku akan membuatnya,"ucap Smith dengan senyum lebarnya."

TBC