Petaka Malam Reuni

"Ed, kamu mau kemana?" tanya Kinara ketika melihat Edgar sudah rapi dengan pakaiannya kantornya.

Wajah pucat begitu mendominasi disana meski ia menampakkan senyumannya. Kinara dibuat heran pagi ini, bukannya tubuh pria itu masih dibilang belum fit. Lalu untuk apa memakai pakaian formal seperti itu.

"Daddy tadi nelpon katanya ada klien yang ingin menemui ku," seru Edgar sembari memasang dasinya.

"Tapi kamu masih lemah, Ed," pungkas Kinara mengambil alih dasi yang hendak dipakai Edgar. Wanita itu mengembalikannya pada tempat yang tadinya diambil oleh Edgar.

"Aku tidak apa-apa, Ra." sahut Edgar menatap jeli dengan apa yang dilakukan wanita itu.

"Yakin," seru Kinara sembari memasang dasi yang ia ambil setelah menaruh dasi pilihan Edgar.

"Aku yakin, kamu mengkhawatirkan ku!" ucap Edgar dengan senyuman mengembang meskipun Kinara belum menjawabnya.

"Bagaimana aku tak khawatir jika kamu masih lemah dan___," Ucap Kinara menggantung ucapannya, hal itu membuat sosok edgar penasaran.

"Dan apa, Ra?" tanya Edgar yang masih setia menunggu kelanjutan ucapan yang akan dilontarkan Kinara.

"Anakmu ini masih butuh sosok Papa," celetuk Kinara membuat Edgar tersenyum lebar. Pria itu memeluk tubuh Kinara tanpa permisi dari sang empunya.

Bahkan Kinara terjingkat kala perlakuan itu terasa cepat tanpa terlihat oleh matanya.

"Aku mau kerja ,Ra. Bukannya mau mati," papar Edgar dengan tawanya bahkan posisinya masih setia memeluk Kinara.

Kinara tak menjawab namun ia hanya mendengus sebal dengan ucapan Edgar. Setelah beberapa minggu tinggal bersama bahkan berusaha menerima Edgar dalam hidupnya. Kini sedikit demi sedikit wanita itu mampu membuka hati hatinya walaupun belum sempurna.

"Jangan berbicara seperti itu Ed. gak baik," ungkap Kinara melerai pelukan itu, matanya menatap nanar pada Edgar yang juga menatapnya.

"Baiklah ibu negara jangan merajuk. Suamimu ini biar tenang mencari uang untuk keperluan kita," seloroh Edgar mengerlingkan matanya kearah Kinara.

Wajah wanita itu mlengos, ia menyembunyikan raut merah merona diwajah cantik itu.

"Bahkan tanpa kamu kerja- pun duitmu gak bakalan habis ,Ed." ungkap Kinara melenggang pergi meninggalkan Edgar yang masih termangu disana. benarkah itu Kinara! Sosok yang dulu ia kenal sudah kembali pikirnya .

Wanita yang selama ini berstatus istrinya berubah menjadi lebih pendiam dan terkesan takut. Namun barusan kata- kata frontal Kinara membuat Edgar tak bisa berkata-kata lagi, benarkah Kinara sudah menerima keadaannya lagi.

"Ra," panggil Edgar menuruni anak tangga dengan langkah lebarnya.

"Gak usah teriak - teriak ini apartemen bukan hutan," sentak Kinara yang tengah menatapnya berbagai hidangan di atas meja makan.

"Kenapa jadi galak sih, Ra?" tanya Edgar sembari mendudukkan bokongnya di kursi makan yang sudah disediakan Kinara. Wanita itu menuangkan kopi hitam dengan wajah yang tak bersahabat. "Aku ada salah!" seru Edgar bertanya pada Alesha dengan nada lembut.

"Ngapain galak, aku takut tua," timpal Kinara yang juga ikut mendudukkan dirinya bersebelahan dengan Edgar.

Edgar bernafas kasar mendengar cueknya istrinya. Jika dulu Kinara berlaku seperti itu ketika dirinya ada salah namun Edgar tak tau apa kesalahannya. Dan apa itu juga sama, Kinara merajuk padanya meskipun dirinya tak tau letak kesalahannya."Bibi mana, Ra," tanya Edgar berbasa-basi semoga ucapannya itu membuat hati Kinara mencair padanya.

"Udah balik tadi aku usir," cueknya lagi.

Hahhh...

"Mungkinkah karena kehamilannya," batin Edgar bertanya -tanya .

Bukankah wanita itu masih berlaku baik padanya tadi pagi. Lalu kenapa sekarang jadi berubah, apa ada yang salah dengan tingkah atau ucapannya.

"Kamu kenapa sih, Ra?" tanya Edgar lagi, ia begitu penasaran dengan berubahnya Kinara.

"Gak usah kebanyakan nanya, Ed. udah jalan sana takut Daddy nyariin kamu." Kinara berucap dengan tatapan sengit pada Edgar.

"Gimana mau kerja sedangkan kamu saja marah," ungkap Edgar menatap menelisik kearah Kinara.

"Aku tuh sebenarnya khawatir sama keadaan kamu, tapi kalau Daddy yang nyuruh aku bisa apa," terang Kinara sembari mengedihkan bahunya.

Bersambung...