Menginjak usia 32 tahun, Zayyan Alexander belum juga memiliki keinginan untuk menikah. Berbagai cara sudah dilakukan kedua orang tuanya, namun hasilnya tetap saja nihil. Tanpa mereka ketahui jika pria itu justru mencintai adiknya sendiri, Azoya Roseva. Sejak Azoya masuk ke dalam keluarga besar Alexander, Zayyan adalah kakak paling peduli meski caranya menunjukkan kasih sayang sedikit berbeda.
Hingga ketika menjelang dewasa, Azoya menyadari jika ada yang berbeda dari cara Zayyan memperlakukannya. Over posesif bahkan melebihi sang papa, usianya sudah genap 21 tahun tapi masih terkekang kekuasaan Zayyan dengan alasan kasih sayang sebagai kakak. Dia menuntut kebebasan dan menginginkan hidup sebagaimana manusia normal lainnya, sayangnya yang Azoya dapat justru sebaliknya.
“Kebebasan apa yang ingin kamu rasakan? Lakukan bersamaku karena kamu hanya milikku, Azoya.” – Zayyan Alexander
“Kita saudara, Kakak jangan lupakan itu … atau Kakak mau orangtua kita murka?” - Azoya Roseva.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24 - Sakit
"Putramu semakin tampan, kau sukses mendidik putra-putramu, Alex ... lekas membaik, aku harap kita akan menjadi lebih dekat kedepannya."
Alexander terkekeh pelan, meski tubuhnya lemah dia masih mampu untuk mendengarkan Abraham. Tidak dia duga Abraham datang lebih cepat lantaran mengetahui keadaannya, apalagi pria itu justru membawa putrinya yang Alexander pilih sebagai menantu untuk mendampingi hidup Zayyan beberapa bulan lalu.
Memang benar, rencana perjodohan itu sudah dia lakukan sejak lama dan bukan kali pertama. Beberapa tahun lalu juga dia sudah berusaha, namun hasilnya sama lantaran Zayyan adalah pemberontak yang tidak bisa diatur. Kini, dengan keadaannya yang hanya bisa terbaring di ranjang rumah sakit, Alexander berharap pria itu akan luluh dan mengikuti keinginannya.
"Semoga saja, putrimu juga cantik ... tidak salah jika mereka kita persatukan," ungkap Alexander penuh dengan harapan.
Zoya yang sejak tadi diminta menunggu di ruangan sementara Zayyan dan wanita itu keluar, hanya bisa terdiam mendengar setiap tutur kata sang papa. Jika sebelumnya dia akan biasa saja, entah kenapa untuk kali ini mata Zoya memanas dengan dada yang terasa luar biasa sesaknya.
Bagaimana tidak, dua pria ini tengah merencanakan kebahagiaan untuk seseorang yang telah menguasai diri Zoya sepenuhnya. Ingin sekali dia berlalu, tapi sejak tadi Alexander memintanya untuk tetap berada di sisinya.
"Oh iya, yang ini Agatha atau siapa satunya?"
"Zoya, putri bungsuku," jawab Alexander pelan, meski usianya dan Agatha hampir sama Alexander mengakui Zoya sebagai putrinya yang paling kecil.
Pembahasan mereka beralih pada Zoya, beberapa pertanyaan Abraham lontarkan padanya. Sekadar pendekatan biasa sebenarnya, hingga Azoya yang merasa suaminya terlalu lama di luar meminta izin untuk pergi dengan alasan perutnya tidak nyaman.
"Jangan pulang, Zoya."
"Tidak, Pa ... keluar sebentar saja," ungkap Zoya berlalu dengan perasaan yang tidak bisa dia ungkapkan, padahal pembahasan tentang perjodohan Zayyan sudah berlalu tapi hingga dia menyusuri koridor rumah sakit tetap saja terngiang hingga tanpa dia sadari air matanya menetes begitu.
"Ck, boddohnya Azoya!! Buat apa menangis, lagipula terser_"
Tidak, air matanya justru kian menjadi. Zoya menenangkan diri sejenak hingga kemudian kembali melangkah, akan tetapi tepat di hadapannya Zayyan tengah melangkah menuju ke arahnya. Tidak sendiri, melainkan berdua bersama seorang wanita yang sempat mengenalkan diri sebagai Rosa itu.
Cepat-cepat Zoya menyeka air matanya, sedikit kasar namun hidung dan matanya tetap memerah. Dia hendak menghindar, namun secepat itu Zayyan menyadari kehadirannya hingga terpaksa menghentikan langkah.
"Kenapa keluar? Ada yang kamu butuhkan?" tanya Zayyan menatap lekat wajahnya, tampaknya pria itu sadar betul dengan perubahan sang istri.
"Perutku sakit, Kak. Kakak masuklah, aku tidak akan lama," titah Zoya kemudian, dia merasa tidak enak pada Rosa yang juga sengaja berhenti.
"Sakit?" Zayyan bertanya serius, dia yang khawatir meminta Rosa untuk masuk lebih dulu tanpa menunggunya.
"Baiklah kalau begitu, Kakak masuk dulu, Zoya."
Wanita itu sempurna, Zoya saja kagum sebenarnya. Dia mengangguk sopan dengan senyum hangatnya, wajar saja jika Alexander memilih wanita berkelas seperti Rosa, pikirnya.
"Sakit apanya? Jangan bercanda," desak Zayyan ketika Rosa perlahan menjauh, apalagi mata dan hidung sang istri memerah jelas saja dia mengira ada yang sakit sungguhan.
"Tidak ada yang sakit ... aku bercanda," jawabnya ketus dan menepis tangan Zayyan yang menggenggamnya. Tatapannya begitu jauh dan berusaha menghindari manik tajam sang suami. Bukannya marah, Zayyan hanya menarik sudut bibir melihat perubahan kecil sang istri.
"Cemburu?"
"Tidak, siapa yang cemburu ... percaya diri sekali," tukas Azoya dengan menggerakkan kaki sebagai cara menghilangkan rasa gugupnya.
"Yakin tidak cemburu?"
"Hm, yakin."
Dia bicara begitu datar dan memang tidak terbiasa kerap merengek manja pada Zayyan. Akan tetapi untuk kali ini dia merasa istrinya berbeda dan jelas saja pria itu terkekeh dengan dibuatnya.
"Lalu menangis karena apa?" tanya Zayyan kembali mengulik masalah hingga Zoya berdecak kesal dan memilih berlalu tanpa arah.
Dia ditinggalkan terlalu lama, bahkan lebih dari tiga puluh menit. Mustahil itu hanya sebuah perkenalan biasa, hati Zoya terlanjur kacau dan pikirannya semakin tidak jelas. Zayyan biarkan wanita itu menikmati kemarahannya, memang begitu cara Zoya marah sejak lama. Hingga, dia berhenti ketika berada di taman rumah sakit, sepertinya napas Zoya terlalu sesak jika terus berjalan.
"Jangan terlalu dipaksakan, apa tidak sakit jika berjalan seperti tadi?" Zayyan sudah berada di sampingnya, pria itu menarik Zoya untuk duduk sejenak.
Beberapa menit keduanya terdiam, Zoya baru sadar jika memang sedikit sakit. Anehnya hal itu baru dia rasakan ketika Zayyan bicara, apa mungkin sebelumnya tertutup amarah, pikirnya.
"Aku hanya mengantar wanita itu menemui temannya, Zoya ... tidak membicarakan apapun," jelas Zayyan tanpa diminta, dia paham jika Zoya tengah marah lantaran memilih menemani wanita itu daripada dirinya.
"Aku tidak bertanya, Kak."
"Aku hanya menjelaskan, sebelum pikiranmu macam-macam," ujar Zayyan menatap wajah Zoya intens, mata Zoya yang tidak dapat berbohong jika dia mempermasalahkan itu.
"Kakak menerimanya?" tanya Zoya kemudian, dia tidak percaya jika suaminya hanya mengantar wanita itu ke suatu tempat belaka.
"Menurutmu bagaimana?"
"Kakak bertanya menurutku bagaimana? Andai aku jawab terima lalu Kakak akan terima? Setelah bertahun dan banyak wanita yang Papa pilihkan ... Kakak selalu tegas menolak tanpa pertimbangan apapun, sekarang kenapa justru berbeda? Apa karena sudah berhasil menikmati tubuhku makanya tidak penasaran lagi?"
Deg
Mata Zayyan mengernyit kala mendengar ucapan Zoya, sungguh dia tidak menduga jika seorang Zoya akan menjawab seperti itu. Hanya saja, kalimat terakhir tidak bisa Zayyan terima dan dia kesal sekali mendengarnya.
"Maksud pertanyaanmu apa? Jika hanya ingin tubuhmu sejak dulu sudah kulakukan ... Zoya tolonglah, jaga sedikit bicaramu_ argh ya Tuhan!!" Zayyan kesal sendiri hingga dia menarik rambutnya kuat-kuat, niat hati hanya ingin melihat istrinya cemburu atau tidak, Zayyan justru menerima jawaban yang membuat hatinya terhenyak.
- To Be Continue -
perjuangkan kebahagiaan memang perlu jika Zoya janda ,tapi ini masih istri orang
begoni.....ok lah gas ken