Wulan Riyanti merebut suami adiknya lantaran dia diceraikan sang suami karena terlalu banyak menghamburkan uang perusahaan. Tia sebagai adik tidak tahu bahwa di balik sikap baik sang kakak ternyata ada niat buruk yaitu merebut suami Tia.
Tia tidak terima dan mengadukan semua pada kedua orangtuanya, akan tetapi alangkah terkejutnya Tia, karena dia bukan saudara seayah dengan Wulan. Orang tua Ita lebih membela Wulan dan mengijinkan Wulan menjadi istri kedua Ridho-suami Tia.
Rasa sakit dan kecewa Tia telan sendiri hingga akhirnya Tia memutuskan untuk bercerai dan hidup mandiri di luar kota. Suatu kebetulan dalam kesendiriannya Tia bertemu dengan sang mantan suami Wulan yang bernama Hans. Bagaimana kisah Cinta Tia dan Hans selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aryani Ningrum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
"Tiaaa ...." Hans mengigau nama Tia. Tia yang berada di samping Hans pun membulatkan matanya. Mempertajam telinga, berharap apa yang diucapkan Hans itu salah di pendengaran Tia.
"Tiaa ...." Hans kembali menyebut nama Tia.
Hans adalah sosok tipe lelaki yang apabila sedang memikirkan seseorang maka akan dia pikir dengan serius, hingga kadang sakit yang dirasakannya karena terlalu memikirkan sesuatu.
Tia yakin bahwa dia tidak salah dengar, Hans memang menyebut namanya. Dada Tia berdebar tidak menentu.
"Apakah ini saat yang tepat untukku masuk ke dalam kehidupan mas Hans?" Tia bermonolog di dalam hatinya. Niat yang dulu sempat ia urungkan kini mulai menggodanya kembali.
Tia pernah berniat untuk menikahi Hans hanya untuk sekadar membalaskan dendam pada Wulan, namun ia urungkan karena takut menyakiti hati Hans.
Tia menatap wajah Hans yang memerah karena pengaruh demamnya.
"Mungkinkah ini juga jalanku untuk mewujudkan apa yang aku citakan?" ucap Tia di dalam hatinya.
Tubuh Hans yang demam tiba-tiba menggigil kedinginan, Tia panik, bingung harus melakukan apa. Tia mengambil kompres lalu segera mengompres kening Hans, setelah itu Tia menyelimuti tubuh Hans yang menggigil.
"Bentar ya, Mas. Aku akan memanggil ibu, kita ke rumah sakit. Aku takut jika terjadi apa-apa denganmu," ucap Tia.
Tia beranjak dari duduknya, bergegas menemui Bu Ningsih.
"Bu, mas Hans demamnya semakin tinggi, apa kita perlu membawanya ke rumah sakit?" tanya Tia setelah bertemu dengan Ningsih.
"Tia, jika itu menurutmu yang terbaik, ayo kita bawa Hans ke rumah sakit. Biarkan ibu di rumah, kau bawa saja Hans, minta tolong supir untuk membantu membawa Hans ke mobil," ucap Ningsih ikut panik.
"Baik, Bu. Tia akan minta tolong pak Toni untuk menyiapkan mobil dan membantu Tia untuk membawa mas Hans ke mobil," jawab Tia.
Tia bergegas memanggil pak Toni yang ada di kamar belakang.
"Pak Toni ... tolong, Pak. Mas Hans harus ke rumah sakit, demamnya semakin tinggi. Mari, Pak. Kita harus cepat!" pinta Tia pada Pak Toni sang sopir keluarga Hans.
"Baik, Nona. Saya akan menyiapkan mobil dulu, baru kemudian ke kamar tuan Hans," ucap Toni cepat. Dia pun bergegas mengambil kunci mobil dan membawa mobil tersebut di depan teras rumah. Setelah itu, pak Toni masuk ke dalam rumah dan menuju ke kamar Hans.
Di kamar itu tubuh Hans tergolek lemas tidak berdaya. Tia berkemas membawa semua keperluan Hans dan juga membawa dompet milik Hans. Mobil pun melaju menyusuri jalan yang menuju ke rumah sakit.
"Mas bertahanlah, kita akan segera sampai ke rumah sakit," ucap Tia pada Hans yang masih menggigil.
Tia semakin khawatir melihat tubuh Hans yang masih menggigil. Bibir Hans juga masih bergetar, demamnya semakin tinggi.
"Ya Allah, tolong selamatkan mas Hans. Kasihan dia, masih ada seorang ibu yang harus diurusnya," ucap Tia berdoa di dalam hati.
"Pak, ayo lebih cepat lagi. Kasihan kak Hans," ucap Tia pada sang sopir.
"Baik, Nona." Pak Toni menambah kecepatan mobilnya, sudah beberapa umpatan dari pengendara lain dia dapatkan.
"Alhamdulillah, akhirnya sampai juga. Pak, cepat bantu kak Hans turun," ucap Tia yang masih panik.
Beberapa suster membawa brangkar untuk menyambut tubuh Hans. Pak Toni ikut membantu Tia dan para suster untuk mengangkat tubuh Hans yang sudah melemas.
Pintu ruang UGD terbuka, tubuh Hans akhirnya mendapat penanganan oleh dokter jaga. Untuk beberapa saat lamanya, Tia dan Pak Toni masih menunggu di kursi tunggu pasien.
"Keluarga tuan Hans?" panggil seorang suster.
"Ya, Sus," jawab Tia.
"Silakan urus administrasi, tuan Hans harus opname beberapa hari ke depan. Badannya terlalu lemas untuk rawat jalan," ucap sang suster menjelaskan keadaan Hans.
"Baiklah, Sus. Lakukan yang terbaik untuk kak Hans," ucap Tia pasrah pada keputusan dokter.
"Baiklah, Nyonya. Silakan bawa surat ini ke bagian administrasi," ucap sang suster sembari menyerahkan surat keterangan pada Tia.
Tia pun bergegas menuju ke ruang administrasi agar Hans segera mendapatkan kamar inap.
Setelah selesai mengurus semua administrasi, Tia bersama para suster membawa Hans menuju ke kamar rawat inap. Selang infus sudah terpasang, Hans sudah mendapatkan obat yang dimasukkan dalam infus itu.
Badan Hans sudah tidak menggigil. Dia mulai bisa tidur dengan nyenyak.
"Syukurlah kakak bisa tidur dengan nyenyak," gumam Tia dalam hati.
Tok ... Tok ....
"Nyonya, Anda dipanggil dokter ke ruangannya. Ada yang ingin dokter sampaikan mengenai kesehatan tuan Hans," ucap seorang suster yang tiba-tiba datang masuk ke kamar VIP itu.
"Baik, Sus. Saya akan segera ke sana," jawab Tia. Tia pun mengambil tas selempangnya, kemudian bergegas menuju ke ruangan dokter yang menangani Hans.
Tok ... Tok ....
Tia mengetuk ruangan sang dokter.
"Masuk," suara bariton menyambut kedatangan Tia.
Tia melangkahkan kakinya menuju ke ruangan sang dokter.
"Permisi, Dok. Saya keluarga pasien yang bernama Hans," ucap Tia duduk di kursi depan meja sang dokter yang sedang menulis laporan medis pasien.
Sang dokter mendongakkan kepalanya. Kedua pasang mata itu saling menatap terkejut.
"Eluuu?!"
"Kauu?!!"
Cahyo dan Tia boleh bersentuhan kerana merupakan Bapak Tiri Tia ,
Gunawan dan Sinta boleh bersetuhan , Seperti bersalaman ataupun sekadar cium kening , Kerana Sintia anak tiri Gunawan ,
Gunawan tidak boleh menjadi wali Sintia ketika menikah begitu jugak dengan Tia ,
Cahyo tidak boleh menjadi Wali Tia tetapi boleh menjadi Wulan kerana anak kandung Cahyo ,
Kalau tidak mahu bersalaman dengan Gunawan boleh tapi haruslah berlapik .
Berbeda sama Gunawan dan anaknya mereka tidak sedarah dengan Tia , Kerana Tia adalah yang lahir dari pemerkosaan atau pun lebih tepat anak tidak sah taraf ,
Tia bersentuh dengan Gunawan walaupun hanya sekadar bersalaman tanpa lapik itu tidak di benarkan dalam Islam kerana Gunawan bukanlah mahram dari Tia , Gunawan juga tidak pernah menikahi Ibu kandung Tia ,
Berbeda pula dengan Bapak Wulan kerana menjadi bapak tiri Tia kerana menikah Ibu Tia ,
Wulan , Tia dan adik lelakinya adalah saudara dari satu Ibu dan mereka tidak batal air sembahyang ketika bersentuhan .