Fahrul Bramantyo dan Fahrasyah Akira merupakan sahabat sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan. Mereka sangat akrab bak saudara kembar yang merasakan setiap suka dan duka satu sama lain.
Namun semuanya berubah saat kesalahpahaman terjadi. Fahrul menjadi pria yang sangat kasar terhadap Fahra. Beberapa kali pria itu membuat Fahra terluka, hingga membuat tubuh Fahra berdarah. Padahal ia tau bahwa Fahra nya itu sangat takut akan darah.
Karena Fahra kecil yang merasa takut kepada Fahrul, akhirnya mereka pindah ke Malang dan disana Fahra bertemu dengan Fahri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LoveHR23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ulah Beni
"Nanya apa?" tanya Fahrul menatap Ridho yang berada didepannya.
"Gue sama sekali gak ngasi Fahra apapun kemarin, apalagi coklat. Apa itu alasan lo nyuruh gue nyari alamat rumah Fahra?" Ridho berbicara tidak langsung pada intinya yang membuat Beni menjadi bingung. Tapi tidak dengan Fahrul, pria itu langsung mengerti apa yang dimaksud Ridho.
"Gak-gak mungkin. Ka-kalau pun gue punya sepabrik coklat, gue bakal lebih milih buat buang semua coklat-coklat itu." elak Fahrul sedikit gugup.
"Terus, alamat rumah Fahra buat apa?"
"Itu, buat Mamah gue." ceplos Fahrul asal yang tanpa sadar menimbulkan pertanyaan baru di fikiran Ridho.
"Mamah lo? Kenapa?"
"Em itu, ahh ngapain sih bahas itu? Gak penting banget!" ucap Fahrul sembari melirik ke sekitar untuk meredakan rasa gugupnya.
Fahrul sama sekali tak mau memberi tahu sahabat-sahabatnya bahwa ia pernah mengenal dan bahkan bersahabat dengan Fahra. Namun dengan beberapa hal yang terjadi selama ini, membuat Ridho penasaran.
"Hufttt. Terus kenapa Fahra bisa tau kalau lo alergi telur? Dan waktu itu dia yakin banget kalau lo itu suka coklat. Dan semua omongan Fahra tentang lo itu, benar semua. Bahkan hal-hal privasi kayak makanan kesukaan lo itu coklat, dia bisa tepat gitu. Kenapa?" tanya Ridho semakin dalam.
Fahrul menghindari tatapan kegugupannya dari Ridho. Pria itu berjalan beberapa langkah ke arah kiri Ridho dan menoleh 45 derajat ke arah temannya itu.
"Yaa mungkin itu bukti ke obsesian dia ke gue." pria itu mulai mendekat ke Ridho dan sudah mulai bisa mengontrol ekspresinya.
"Lo tau kan, cewek-cewek banyak yang obsesi sama gue. Banyak yang ngejar-ngejar gue dengan menghalalkan berbagai cara. Dan mungkin dia salah satu orang yang sering stalker gue." jelas Fahrul dan tersenyum miring.
"Soal coklat?" tanya Ridho masih ragu.
"Yak elah, soal coklat mah, dirumah gue banyak coklat. Tempat sampah didepan pagar rumah gue juga banyak bungkus coklat. Udah deh, lo gak usah berfikir aneh-aneh." Fahrul menepuk pundak Ridho dan bergegas pergi.
Beni yang melihat cara Fahrul menjelaskan pun tercengang kagum. Untuk membuat argumen baru, bukanlah hal yang sulit bagi Fahrul yang selalu menjuarai ranking 1 paralel. Ia bisa dengan mudah menjelaskan apa yang sebenarnya tak pernah terjadi untuk membebaskan dirinya dari tuduhan.
"Emang ya, kalau orang pintar ngomong, rasanya hati gue kayak teraduk-aduk gak karuan. Fiks Fahrul sahabat sejati gue yang otaknya sebelas dua belas sama gue" ceplos Beni sembari bertepuk tangan. Sementara Ridho, hanya menatap Beni tajam.
Ridho masih merasakan keganjalan dihatinya terhadap Fahrul. Ia masih bingung harus percaya atau tidak dengan penjelasan Fahrul. Sesekali ia mereka adegan yang pernah terjadi antara Fahrul dan Fahra.
~>>•<<~
Setelah selesai upacara, para siswa diperkenankan untuk kembali ke kelasnya masing-masing. Fahrul, Beni, dan Ridho bergegas untuk memasuki kelas. Namun langkahnya teralih karena ingin ke toilet.
"Guys, kayaknya gue sakit perut deh." ucap Fahrul sembari memegang perutnya.
"Mau gue cariin batu?" sahut Beni.
"Gak gitu juga oon." ketus Fahrul.
Fahrul bergegas hendak berlari, namun langkahnya dicegah oleh Beni dengan ekspresi serius.
"Rul, gue punya pembalut di tas. Lo mau gak?" ucap Beni serius.
"Hemmmm" Ridho menjitak kepala Beni yang tak pernah berbicara betul.
"Aduh sakit begok!" Beni mengusap-usap kepalanya yang dijitak Beni.
"Ribet lo ya, udahlah gue kebelet banget." Fahrul langsung bergegas meninggalkan Ridho dan Beni yang masih berdiri di koridor sekolahnya.
"Salah gue apa?" tanya Beni mencebikkan bibirnya.
"Salah lo itu, karena lo selalu salah!"
"Kayak cowok aja gue, SELALU SALAH! "
"Hemmmm" lagi-lagi Ridho menjitak kepala Beni yang membuatnya meringis kesakitan.
"Sekali lagi lo jitak gue, gue geplak jidat lo pake duet 5 juta." ucap Beni asal.
"Abisnya lo begok abissss. Gedek gue, pengen tak buangin ke Gorong-gorong sekolah dan gue sirem pake formalin."
"Sadeess. Eh iya Do, dari semalem gue udah gunain otak gue untuk sesuatu yang berguna banget. Lo mau bantuin gue kan?"
"Dasar anak jablay! Lo mikirin apa semaleman?"
"Gue mikir buat balas dendam ke Cinta. Lo bantuin gue ya, plisss"
"Fiks gue ogah bantuin lo soal ini. Hayolah Ben, Cinta itu cewek pendiem, ngapain sih lo gangguin dia? Lagian kemarin kan lo duluan yang salah." Ridho mulai meninggikan nada bicaranya.
"Doooo, bantuin gue plisss" Beni beranjak dan memeluk Ridho di area koridor sekolah. Beberapa siswa yang memandang mereka, ada yang tertawa, ada juga yang iba melihat Ridho tersakiti oleh Beni. Namun banyak diantara mereka yang tertawa dan akhirnya membuat Beni sadar.
"Kenapa ketawa? Kalian mau gue basmi satu satu kayak nyamuk?" ketus Beni pada siswa yang menertawainya.
Para siswa berlari dan kabur saat melihat Beni marah. That Lion adalah geng yang sangat ditakuti oleh siswa SMU Pancasila. Mereka terkenal sebagai para siswa yang suka bertindak semaunya. Terlebih Fahrul, yang tak segan-segan menghantam siapa pun yang mengganggu ketenangannya.
"Bantuin gue ya, Do, plisss" Beni melipat kedua tangannya memohon sembari mencebikkan bibirnya.
Ridho hanya menghela nafas berat dan menganggukkan kepalanya sebagai pertanda setuju.
"Tapi dengan satu syarat, lo gak boleh ngapa-ngapain dia dan gak boleh nyakitin dia." ucap Ridho memastikan.
"Iyaaaaaa" jawab Beni sembari tersenyum.
Suasana kelas sebelas IPA 2 lumayan riuh karena Bu Tutik tidak masuk kelas. Wanita paruh baya itu sedang ada urusan keluarga, oleh karena itu ia hanya meninggalkan tugas untuk anak muridnya. Namun apalah arti sebuah tugas yang diberi, jika tak ada guru yang mengawasi. Banyak dari mereka yang hanya membiarkan tugas itu dan memilih untuk bersantai bersama temannya. Namun tak menutup kemungkinan masih banyak siswa yang begitu rajin untuk mengerjakan tugas.
Tentunya Fahrul menjadi bagian dari anak-anak yang bersantai dibelakang. Namun berbeda dengan Ridho dan Beni. Mereka terlihat hanya duduk berdua dimeja Ridho, tanpa ikut bermain bersama Fahrul dan anak cowok lain.
"Do, jam kosong nih. Suruh Fahra ke gudang dong." ucap Beni berbisik.
"Tapi gue harus ngomong apa?"
"Pandai-pandai lo deh. Yang jelas Cinta harus dateng ke gudang."
Ridho menghela nafasnya berat. Pria itu menatap kesal pada sahabatnya. Ridho mulai melangkahkan kakinya ke meja Cinta. Terlihat sekali jika Cinta dan Fahra sedang mengerjakan tugas yang diberikan oleh Bu Tutik.
"Cinta..." sapa Ridho sedikit canggung. Didalam hatinya, ia tak ingin mengganggu gadis pendiam itu. Namun disisi lain, ia tak ingin diganggu dan diteror Beni terus-menerus.
Suara panggilan itu sontak membuat Cinta dan Fahra menoleh ke arahnya. Mereka mendapati Ridho yang tengah berdiri sembari tersenyum begitu menis.
"Lo manggil gue?"
"Iya"
"Kenapa?" tanya Cinta mengerutkan dahinya.
"Itu, Fahrul manggil lo, dan nyuruh lo ke gudang sekarang." ucap Beni berbohong. Tepat sekali, Cinta adalah seorang gadis yang tak berani mencari masalah dengan Fahrul. Saat mendengar ucapan Ridho, Cinta tersentak dan matanya tiba-tiba melotot beberapa saat.
"Fa-fahrul manggil gue? Di gu-gudang? Ke-kenapa?" tanya gadis itu gugup. Fahra mengerutkan dahinya saat melihat ekspresi Cinta.
"Tenang, Cin, Fahra temenin, ya." ucap Fahra memegang bahu Cinta dengan lembut.
"Jangan, Ra! Plisss jangan nambah masalah gue" sahut Ridho dengan cepat.
"Kenapa?"
"Pliss, Ra. Gue mohon, jangan."
"Gakpapa, Ra. Tenang aja." ucap Cinta mulai beranjak.