Anya adalah mahasiswi yang berprestasi di kampusnya. Suatu hari Anya terpaksa pulang bersama temannya, Oki, menaiki sepeda motor. Mereka terpaksa pulang jam 11 malam karena kegiatan kampus. Tapi di tengah jalan siapa sangka kedua orang itu di razia oleh polisi dan dibawa ke kantor polisi. Bagaimana nasib Anya dan Oki selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aulia QS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panggilan Sayang
Oki sampai di kosannya pagi hari. Ia tidak tenang mengingat ancaman Lusi akan berbuat sesuatu pada Anya. Ia memutuskan untuk menelpon Anya walaupun hari masih sangat pagi.
Handphone Anya di atas nakas berdering. Anya terbangun tetapi matanya masih lekat tertutup. Anya menggeser layar ponselnya untuk menerima panggilan.
"Halo."
"Halo Nya, lu dimana?"
Anya mengecek handphonenya dengan membuka sedikit sebelah matanya untuk melihat siapa yang menelponnya. Oki.
"Ngapain lu Ki nelpon gue pagi-pagi begini. Ya jelas gue masih di kasur lah. Ngantuk banget Ki."
"Untung deh, kalau lu ada apa-apa kabarin gue yah. Pokoknya lu mesti ati-ati. Ngerti?"
"Emang kenapa?"
"Enggak papa. Udah lupain aja. Lu lanjut tidur aja sana." Telpon terputus.
Anya yang tidak kuat menahan kantuknya tertidur kembali dengan handphone menempel di telinganya. Di sisi lain Oki merasa lega bahwa Anya baik-baik saja. Ia mulai berpikir bahwa ancaman Lusi sepertinya hanya omong kosong saja. Lusi tidak tau apapun tentang Anya bagaimana dia akan menyakiti Anya. "Gue yang parno deh kayaknya." Batin Oki. Setelah menenangkan diri dari kecemasannya, Oki mulai merasakan kantuk menjalar di matanya. Ia terpejam dan tertidur.
***
Di hari minggu siang Anya berencana untuk bertemu Yoga. Awalnya Yoga ingin mengajak Anya untuk makan di luar, namun Anya malas keluar rumah. Ia ingin rebahan di rumah karena sebentar lagi minggu-minggu yang berat akan di mulai. Akan ada ujian akhir semester menanti dan Anya juga mempersiapkan untuk presentasi proposal skripsinya.
Yoga akhirnya memutuskan untuk membawakan Anya makanan ke rumahnya. Ia membawakan ramen sesuai request Anya yang ingin memakan ramen ditambah dengan kue stroberi kesukaan Anya.
Siang hari Yoga sampai di rumah Anya, Ia membawa banyak bungkusan ramen. Anya terheran melihatnya.
"Banyak amat Kak. Anya bisa gendut makan sebanyak itu."
"Buat orang rumah sekalian sayang."
"Makasih ya. Repot-repot amat."
"Sama-sama."
"Yaudah ayok kita makan Kak. Makan di taman belakang aja yah. Meja makannya lagi riweuh, mama lagi bikin kue soalnya."
Yoga mengangguk mengikuti Anya. Mereka berdua menikmati makan siang di taman belakang sambil bercanda tawa.
"Mau ada acara nanti malam?" Tanya Yoga kepo yang melihat Mama Meli sibuk di meja makan menyiapkan kue. Dari taman belakang memang bisa terlihat aktivitas di meja makan karena terpisah pintu lipat full kaca.
"Pacar Kak Sonya mau kenalan sama mama."
"Oiya? Siapa pacarnya? Bukannya kamu pernah bilang kalau kakakmu dijodohin. Sama yang dulu kita ketemu di cafe." Yoga kepo kembali.
"Iiih kakak kepo banget."
"Sama yang di cafe dulu itu dibatalin sama Kak Sonya. Ternyata dia beneran udah punya pacar, gitu mau-mau aja dijodohin." Sambung Anya. Yoga manggut-manggut mendengarkan cerita Anya.
"Terus nih yah Kak, dia kan sempet ngajak Kak Sonya nikah, ternyata ada udang dibalik batu. Dia ngajak nikah biar bisa dapet firma hukum dari orang tuanya. Ngeselin kan. Untung bukan calonnya Anya, kalau itu yang dijodohin sama Anya udah Anya geprek jadi ayam geprek." Anya bercerita sambil emosi.
"Weits sabar, jangan galak-galak."
"Abis ngeselin loh Kak. Dari awal di datang udah gak banget. Tatapannya ke Kak Sonya itu udah genit-genit gimana. Keliatan banget kalau playboy kelas kakap deh. Untung Kak Sonya berani bilang enggak buat lanjutin perjodohannya. Coba kalau lanjut, kasian betapa tersiksanya Kak Sonya."
"Terus sekarang pacarnya siapa? Dijodohin lagi gitu?"
"Enggak Kak, Kak Sonya jujur kalau udah suka sama seseorang. Makanya sekarang mau ngenalin ke mama buat mama nilai orangnya, mama udah penasaran banget soalnya."
"Emang kamu gak penasaran sama pacarnya kakakmu?"
"Ngapain penasaran. Tiap hari Anya ketemu sama pacarnya Kak Sonya."
"Kok bisa. Awas mau macem-macem yah." Yoga memicingkan matanya.
"Astaga Kak. Pacarnya Kak Sonya itu dosennya Anya di kampus."
"Ooh. Kirain kamu mau macem-macem."
"Ya kalau mau macem-macem gak mungkinlah Anya ceritain ke Kakak. Kalau Anya mau macem-macem tuh Anya bakalan diem-diem menyusun rencana sebaik mungkin biar gak ketauan. Weeek." Anya menjulurkan lidahnya.
"Waaah perlu pasang cctv beneran nih." Yoga melirik ke arah Anya.
"Hahaha pasang dah pasang. Mau dimana aja? Kampus? Rumah? Kamar? Kamar mandi?"
"Waah boleh tuh di kamar mandi. Sekalian ngintipin."
"Iiihhh mesum." Yoga tergelak.
"Abis kamu sendiri yang nawarin kan. Aku mah gak bisa nolakan orangnya."
"Sekalian aja tuh go pro taruh di kepala sini. Jadi Kakak langsung tau yang Anya temuin siapa aja." Kelakar Anya.
"Ide bagus. Nanti Kakak beliin. Tapi harus dipasang 24jam bahkan kalau lagi tidur."
"Lebaaayy. Itu namanya gak ada rasa percaya sama pacarnya. Orang pacaran itu harus saling percaya Kak. Kalau gak percaya, ngapain pacaran coba. Ya kan? Yang ada jadi parnoan tiap saat karena curiga sama pacarnya. Akhirnya gak bisa mengembangkan dirinya sendiri. Menutup potensi diri sendiri." Yoga terpana dengan pemikiran dewasa Anya. Ia tersenyum bangga bisa pacaran dengan Anya, tipe cewek yang tidak menye, mandiri namun tetap memiliki sisi manja yang membuatnya gemas.
"Gimana bisa percaya kalau kamu tiap hari panggilannya 'kakak kakak'. Dikira orang aku ini kakakmu bukan pacarmu." Ucap Yoga sambil memasang wajah sedih.
"Hahaha emang mau dipanggil apaan? Om?"
"Emang aku sugar daddy kamu?"
"Uuuwwwh sugar daddyy." Anya menggoda Yoga dan mencolek dagunya lalu tertawa.
"Emang mau dipanggil apa sih? Mau bikin panggilan panggilan gitu emang? Gak inget umur Kak?" Anya makin menjadi menggoda Yoga.
"Emang kenapa umurku? Aku belum tua-tua banget kok. Ya maunya panggilan yang mesra dong Anya sayang."
"Apaan yah? Bingung Kak. Anya belum pernah pacaran. Nah apa itu aja tadi deh yang kakak bilang. Sayang. Gitu aja. Oke fixed! Beres kan. Biar Anya gak mikir lagi. Jadi panggilan satu sama lain sayang aja."
"Ckckck gak mau ribet banget emang pacarku nih. Berpikir lebih keras dong, masa cuma kuliah aja yang dipikir lebih keras. Pacarnya dapat sisa-sisa doang." Yoga menggeleng memaklumi Anya sambil mengusap kepala Anya.
"Yaudah kalau gitu panggilannya ganti bebeb, beb, ai, apa aja deh kakak tinggal pilih. Apa mau Anya kasih daftar?" Anya berfikir sambil tertawa.
"Ngapain ketawa?" Yoga kebingungan.
"Geli Kak pake panggilan-panggilan gitu."
"Apanya yang geli coba. Belum kebiasaan aja."
"Iya kayaknya, Anya kan gak pernah manggil begitu sama cowok."
"Iya udah panggil sayang aja biar kamu terlatih dulu. Kayaknya itu panggilan yang agak normal gak bikin kamu malu. Mulai sekarang panggil sayang yah? Kalau kamu sayang sama pacarmu pasti pengen manggil sayang ke dia. " Ucap Yoga.
"Emmmhh." Anya berfikir.
"Enggak juga tuh. Biasa aja manggil nama juga boleh. Anya dipanggil nama sama kakak juga gak masalah."
"Anyaaaa... sayaaaanggg... Gemes deh kakak lama-lama."
"Iya iya Kak, eeh sayang. Udah seneng?"
"Seneng." Yoga tersenyum kegirangan.
"Kakak nih kayak bocah banget. Umur udah mau kepala tiga masih kayak anak SMA pacarannya."
"Biariiinnn." Ucap Yoga cuek.
"Jangan panggil kakak lagi, panggil sayang. Biasain!" Sambung Yoga.
"Iya iya sayaaangkuuu." Yoga kembali tersenyum kegirangan.
Tak terasa hari mulai sore. Yoga memutuskan pulang agar tidak mengganggu Anya belajar persiapan ujiannya. Walaupun sebenarnya Ia masih ingin berlama-lama dengan Anya namun Ia berusaha memahami bahwa Anya adalah wanita yang memiliki prinsip. Anya tidak akan mau pacaran mengganggu studinya. Oleh karena itu Yoga berusaha mengerti hal tersebut dan ikut memprioritaskan pendidikan Anya.
Disisi lain ada Sonya yang sedang di kamar dan merasa deg-degan menanti kedatangan Ezza nanti malam. Ia takut mama tidak menyetujui Ezza. Sonya mencoba menenangkan diri di kamar.
***
Ezza bolak balik mengganti kemejanya dan mematut diri di depan cermin. Ia merasa grogi akan bertemu dengan orangtua pacarnya. Tentunya Ia harus berpenampilan yang menarik agar tidak mengecewakan Sonya. Karena bingung dengan pilihan kemeja yang akan dikenakan akhirnya Ezza memutuskan untuk melakukan video call kekasihnya untuk menentukan pilihan yang tepat.
"Halo."
"Halo, lagi apa sayang?"
"Lagi di kamar aja. Di bawah ada Anya lagi pacaran, jadi males mau turun." Sonya memanyunkan bibirnya.
"Uuw kasian sayangku. Yang, aku mau minta saran."
"Saran apa?"
"Kemeja yang cocok buat aku pakai nanti malam."
"Yang mana aja pilihannya?"
Ezza menunjukkan beberapa kemeja pilihannya, ada yang lengan panjang ataupun lengan pendek.
Setelah agak lama menimbang dan berpikir akhirnya Sonya menentukan pilihannya pada kemeja navy lengan pendek yang memang nampak agak casual.
"Yakin yang ini?" Ucap Ezza.
"Yakin sayang."
"Gak kurang rapi nanti?"
"Enggak sayang, udah rapi kok. Lagian ini cuma kenalan aja sama mama. Belum lamaran sayang. Kalau lamaran ya beda lagi." Sonya menggoda Ezza.
"Beneran yah? Kalau lamaran makin bingung lagi nantinya."
"Iya sayangku beneran. Nanti kalau mau lamaran baru pakai yang lebih rapi. Sekarang yang casual aja cukup sayang." Terang Sonya pada Ezza.
"Oke deh aku ngikut aja sarannya pacarku. Aku percaya seleranya gak pernah salah."
"Iya dong, pacarnya siapa dulu." Sonya menyombongkan diri.
"Sayang grogi yah?" Sonya memicingkan matanya.
"Iya nih, gak tau kenapa kok deg-degan." Ezza mencoba jujur.
"Kamu gak grogi kah?" Sambung Ezza penasaran dengan yang dirasain Sonya.
"Ya lumayan deg-degan juga sih. Baru kali ini ngenalin cowok ke mama statusnya sebagai pacar. Dulu-dulu mana pernah."
"Oiya? Jadi aku pacar pertama kamu?" Ezza kaget mengetahui kenyataan bahwa Sonya belum pernah pacaran.
"Iya sayang, beneran. Ngapain pake bohong. Coba tanya Iqbal aja, dia yang tau kejombloan abadiku." Ucap Sonya.
"Aku jadi merasa gak pantas deh. Kamu belum pernah pacaran. Sedangkan aku udah pernah menikah dan gagal."
"Aku gak peduli hal itu sayang."
"Kalau mama kamu perduliin hal itu sayang? Aku jadi merasa bersalah."
"Tenang sayang. Mama gak akan seperti itu kok. Aku sudah ceritain hal itu dan mama gak mempermasalahkan. Mama malah udah bikinin kue buat kamu nanti. Aku yakin mama welcome apapun kondisi kamu sayang. Jadi kamu mesti rileks. Okay?"
"Kok repot-repot sayang, aku jadi sungkan kalau ngerepotin mama kamu pakai bikin kue segala."
"Enggak kok, mama emang hobinya bikin kue. Jadi seneng aja kalau bawain kue bikinannya. Temenku sama temen Anya sering banget dibawain kue kalau pas main ke rumah."
"Ooh gitu. Pokoknya jangan sampai ngerepotin sayang. Masa baru pertama ketemu udah ngerepotin kan gak enak jadinya."
"Enggak sayangku, cintaku, Ezzaku. Percaya sama pacarmu ini. Okay?" Ezza mengangguk.
Oiya, nanti aku kesana jam berapa kira-kira?"
"Emmh, jam 6 gimana?"
"Siap. Nanti jam 6 aku kesana. Yaudah aku beres-beres dulu yah." Ezza melihat kamarnya yang sudah seperti kapal pecah, berantakan karena Ia bingung memilih kemeja tadi.
"Oke deh. Semangat beres-beresnya." Sonya memberi semangat dengan mengepalkan tangannya.
"Eeh sayang tunggu." Cegah Ezza.
"Kenapa lagi?"
"I love you." Ucap Ezza sambil tersenyum membuat Sonya tersipu.
"Love you too sayangku."
"Bye.."
***
Mela memilih menyelesaikan beberapa pekerjaannya untuk besok saat magang. Karena besok ada jadwal kuliah setidaknya pekerjaan Mela tidak menumpuk. Handphone Mela berdering.
"Sayaaaangggg. Kangen." Teriak Mela setelah menekan tombol menerima panggilan.
"Sama sayangku. Aku juga kangen banget."
"Lagi apa yang? Sibuk banget yah disana?"
"Iya sayang lumayan sibuk. Baru kerja jadi banyak yang mesti dipelajari. Maaf ya suka telat ngasih kabar. Ini baru sampai kosan dan baru rebahan. Keinget pacarku yang cantik banget langsung kangen pengen denger suaranya."
"Videocall aja yah yang, kangen." Mela menekan tombol video agar bisa tersambung dengan panggilan video.
"Sayang iteman sekarang." Ucap Mela melihat tampilan Vico yang sedikit menggelap.
"Iya nih, turun lapangan terus. Jadi item begini."
"Sabar yah sayang. Berat banget yah kerjaannya? Kamu keliatan capek banget."
"Belum terbiasa aja sayang. Jadi proses belajarnya agak lama. Nanti kalau udah terbiasa pasti bisa cepet dan ada waktu untuk istirahat."
"Tapi tetep jangan capek-capek sayang. Kamu mesti istirahat, biar gak sakit. Jangan lupa minum vitamin juga." Mela mulai cerewet.
"Siap tuan putri."
"Gitu dong, mesti nurut."
"Terus sayang lagi apa sekarang?"
Mela memutarkan handphonenya menghadap laptop untuk memperlihatkan pekerjaannya pada Vico.
"Lagi ngerjain laporan mingguan yang. Buat di setor besok di proyek. Besok kan ada kuliah. Jadi nyicil-nyicil kerjaan dikit."
"Rajin banget sayang. Jangan capek-capek juga yah."
"Iyaaa. Aku kan magang juga biar gak galau jauh dari kamu." Jawab Mela sambil memanyunkan bibirnya.
"Maaf ya sayang." Vico merasa bersalah.
"Iih kenapa minta maaf sayang. Toh kalau aku magang juga nantinya berguna buat kalau udah lulus sayang. Jadi gak usah merasa bersalah."
"Makasih yah, sudah selalu ngertiin aku. Mau berusaha berjuang buat hubungan kita."
"Sama-sama." Mela tersenyum lembut.
Vico memang sangat pandai merebut hati Mela. Sikap Vico yang lembut pada Mela membuat Mela benar-benar jatuh cinta. Vico selalu berani mengakui kesalahannya, bahkan tak segan untuk minta maaf dan berusaha untuk membuat hubungan mereka membaik saat bertengkar. Di awal hubungan dulu Vico seperti berjuang seorang diri, tapi dia dengan sabarnya menghadapi sikap Mela dan perlahan bisa mengubah sikap Mela. Mela banyak belajar dari Vico bagaimana berjuang untuk sebuah hubungan. Berjuang yang harus dilakukan oleh kedua pihak agar hubungan tersebut kokoh dan tidak akan goyah.
aku udh lama nunggu lanjutan nya