Anya Safira adalah gadis berusia 20 tahun. Ia bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah hotel. Suatu hari Anya tengah membersihkan kamar hotel yang sudah ditinggalkan oleh tamu. Namun, Seketika seorang pria masuk dan menutup pintu serta menguncinya. Pria itu mabuk dan tidak sadar kalau ia salah masuk kamar.
Melihat tubuh seksi Anya pria tersebut tidak tahan dan segera mendorong tubuh Anya ke atas ranjang. Pria itu pun naik dengan hasrat yang tidak tertahankan. Anya yang ketakutan hendak berteriak. Namun, pria itu segera membekap mulut Anya sambil berbisik.
"Jangan berteriak. Aku akan memberimu satu miliyar asal kau layani aku, " bisiknya.
Anya yang memang sedang membutuhkan uang, tidak pikir panjang dan menerima tawarannya. Dan disitulah awal dari semuanya.
Anya tidak tahu, kalau pria itu adalah tuan Elvaro. Duda kaya raya seorang Presdir perusahaan ternama YS.
Lalu, apakah yang akan terjadi selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rustina Mulyawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 6 Membujuk Anya
Untuk meredakan pikiran dan beban dihati. Anya beserta ibu dan adiknya merencanakan sebuah liburan kecil ke pantai. Anya sudah lama sekali tidak merasakan kebebasan itu. Ia sangat menikmati dan bermain bersama Syella dengan puas. Tawa pecah di antara mereka. Deru ombak yang besar menjadi saksi kebahagiaan itu.
Ranti yang terdiam duduk memperhatikan kedua putrinya yang tertawa begitu lepas merasa begitu senang dan bahagia. Sudah lama momen itu tidak ia rasakan. Tanpa sadar air mata Ranti jatuh begitu saja membasahi kedua pipinya.
"Ibu?! "
Anya memanggilnya dari kejauhan sambil melambaikan kedua tangannya sambil tertawa lepas.
Ranti tersenyum dan membalas lambaian tangan Anya.
"Anya? Mungkin Ibu akan menjadi Ibu yang jahat buat kamu. Ibu hanya ingin kamu selalu bahagia seperti sekarang ini. Tertawa lepas bersama orang yang kamu cintai. Tapi, melihatmu harus banting tulang dan bekerja keras siang dan malam di usiamu yang sekarang membuat hati Ibu sangat sakit. Maafkan Ibu Anya... " gumam Ranti.
Setelah puas bermain air, Anya dan Syella menghampiri Ranti yang hanya menonton kesenangan mereka di gazebo.
"Kalian terlihat sangat senang. Apa kalian lapar? Mari kita makan sekarang. "
Ranti pun mengeluarkan beberapa bekal yang dibuatnya.
"Wahh! Ibu masak semua ini sendiri? Banyak banget!" seru Syella penuh semangat.
"Tidak juga. Kakak juga ikut bantuin tahu!" sahut Anya menyikut lengan Syella.
"Baiklah. Kalian berdua memang wanita hebat. Ayo kita makan sekarang!"
Syella langsung saja menyantap makanan itu dengan lahap sekali.
"Pelan-pelan. Nanti kamu tersedak!" Ranti memperingatinya.
"Ayo kita selfi! Buat kenang-kenangan, " sela Anya mengeluarkan ponselnya dari dalam tas.
Mereka pun mengambil beberapa gambar dengan senyuman yang lebar.
Setelah makan, Ranti dan Anya membereskan alat-alat bekas makan mereka beserta sampahnya. Sementara Syella kembali bermain air sendirian melawan arus ombak.
"Anya?"
Anya menatap Ranti dengan penuh pertanyaan.
"Pria itu, Ibu rasa dia terlalu buruk, " ujarnya.
"Maksud Ibu? Siapa? "
"Maksudnya pria yang waktu itu mendatangi kita di rumah sakit. Yah, dia memang sudah agak tua. Mungkin, karena faktor usia jadi dia punya beberapa kerutan dibagian tertentu. Tapi, walaupun sudah tua, dia masih terlihat gagah dan tampan. Kulitnya halus, dan juga sepertinya dia orang baik, " ucap Ranti panjang lebar.
"Tunggu-tunggu! Ibu lagi ngomongin apa, sih sebenarnya? Anya gak ngerti."
Kening Anya berkerut menatap Ranti dengan heran. Ranti menghela nafas berat lalu menatap Anya dengan lembut.
"Maksud Ibu, apa pendapatmu jika Ibu minta kamu menikah dengannya?"
Ranti tidak mau terus basa-basi dan langsung saja pada point utamanya. Kedua mata Anya menyipit menatap Ibunya tidak percaya.
"Menikah? Ibu ingin aku menikah dengan pria yang bahkan aku tidak tahu namanya? Aku gak kenal sama pria itu, Bu. Aku baru pertama kali bertemu dengannya. Kenapa tiba-tiba Ibu seperti ini? "
"Pria itu bilang, sesuatu sudah terjadi antara kamu dan dia. Ibu berpikir sangat keras selama ini, apa yang terjadi antara kamu sama dia, " ungkap Ranti.
Anya langsung terdiam mendengar ungkapan Ibunya itu. Ia merasa sesak setelah mendengarnya. Mungkin malam itu Anya memang terlalu ceroboh. Bertindak terlalu gegabah tanpa tahu siapa orangnya. Anya sekarang mengerti situasinya. Apa mungkin, Anya dijebak? Pikir Anya.
Tapi Anya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Elvaro. Karena, ini juga salahnya sendiri tidak menolaknya waktu itu dan malah memilih memberikan kehormatannya demi uang.
"Dia bilang ke Ibu?" tanya Anya memastikan.
Ranti menoleh menatap putrinya dengan lekat. Ia meraih kedua pipi Anya dan mengusapnya dengan lembut.
"Sayang? Ibu sudah semakin lemah. Ibu hanya ingin kamu bahagia. Melakukan apapun yang suka. Dan menjalani hidup kamu semestinya. Ibu hanya ingin ada seseorang yang menjagamu sebelum Ibu pergi meninggalkan kamu. Ibu ingin melihat kamu menikah. Mempunyai seseorang di sisimu yang akan menemani dalam suka ataupun duka, " ucap Ranti dengan suara bergetar.
"Kenapa Ibu berkata begitu. Ibu tidak akan pergi ke mana-mana. Aku akan selalu menjaga Ibu, " balas Anya sambil menangis.
Ranti memeluknya dengan erat dan menangis bersama. Ranti memang merasa kalau dirinya sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi.
Setelah beberapa saat menangis. Mereka duduk berdua sambil memandang lautan yang luas, entah seperti apa ujungnya. Mereka terdiam satu sama lain untuk sesaat.
"Ibu?"
"Hmmm?"
"Apa Ibu yakin?"
"Tentang apa?"
"Pria itu. Apa Ibu yakin?"
Anya mempertegas pertanyaannya sambil menoleh menata Ranti.
"Entahlah. Tapi, jika dilihat dari ketegasan matanya waktu itu. Ibu rasa dia cukup baik. Mungkin," jawab Ranti.
"Ayolah. Ibu pun tidak begitu yakin. Tapi, siapa dia? "
"Elvaro Sugito. Presdir perusahaan YS. Dia orang yang sangat kaya raya, " balas Ibunya.
Anya terbelalak kaget ketika mendengar siapa pria yang berhubungan bersamanya malam itu. Tentu saja, Anya pernah mendengar soal dia. Hanya saja Anya tidak tahu seperti apa rupanya.
"Apa?! Sungguh? Dia Elvaro Sugito?" ulang Anya dengan mata yang membulat.
Ranti hanya tersenyum kecil mengangguk.
***
"Pak El? Ini semua dokumen yang harus Bapak tanda tangani. "
"Baiklah. Kamu simpan dulu saja. Nanti saya lihat dan tanda tangani."
Amira menaruh beberapa dokumen yang dipeluknya itu di meja kerja Elvaro.
"Kalau begitu saya mau kembali bekerja."
Amira hendak kembali menuju meja kerjanya. Tetapi langkahnya terhenti karena Elvaro menahannya.
"Amira tunggu sebentar! Saya ingin bicara sama kamu sebentar saja, " ucap Elvaro sambil berhenti mengetik dan beranjak berdiri.
"Anda mau bicara dengan saya? Perihal apa yah, Pak?" tanya Amira penasaran.
Elvaro berjalan menuju sofa dan duduk. Tidak lupa ia mempersilahkan Amira untuk ikut duduk bersama.
"Ada apa yah, Pak?"
Amira kembali menanyakan perihal apa yang ingin Elvaro bicarakan.
"Mungkin ini sedikit tidak sopan. Tapi sudah lama saya ingin menanyakan hal ini dan membicarakannya. "
"Tentang apa?"
"Boleh saya bertanya apakah kamu sudah punya pacar?"
Pertanyaan Elvaro membuat Amira salah paham dan harapan. Ia pikir Elvaro ingin menyatakan cinta kepadanya. Ia tersenyum senang namun terlihat gugup. Jantung berdegup sangat cepat. Wajahnya mulai tersipu malu dan sedikit memerah.
"Tidak, Pak. Saya tidak punya pacar. Kenapa tiba-tiba sekali Bapak bertanya?"
"Syukurlah. Kalau kamu tidak keberatan. Saya ingin sekali menjodohkan kamu dengan anak pertama saya Aiden, " ungkap Elvaro.
Ternyata selama ini Elvaro menyadari kalau Aiden memang menyukai Amira. Walaupun Aiden tidak pernah cerita. Tapi, Elvaro sangat peka dan bisa melihat dari tingkah laku Aiden setiap kali bertemu dengan Amira. Gelagatnya selalu menunjukkan kalau ia sangat menyukai Amira. Sebab itu, Elvaro ingin menjodohkan Amira dengannya. Lagi pula Elvaro sudah lama mengenal Amira. Dan menurutnya Amira itu orang yang baik dan ramah.
"Maaf, Pak? Anda ingin menjodohkan saya dengan tuan muda Aiden?"
Amira terkejut bukan main. Padahal ia sudah berharap kalau Elvaro yang akan menyatakan cinta untuknya. Tapi ternyata Elvaro malah ingin menjodohkan Amira dengan Aiden. Amira merasa sangat kecewa. Tetapi ia tidak bisa menunjukkannya di depan Elvaro.