Istri Kedua Suamiku

Cukup lama, keduanya berdebat.

"Pokonya aku tidak mau secepat itu menikah!" tegas Zahra,

"Kamu sudah berjanji, sebelum kamu bisa membuat saya mencintai kamu, kamu tidak berhak menikahi aku!"

 "Baiklah, kalo untuk menikah, tapi tidak dengan tunangan kita," ujar Xavier.

"Oke aku setuju kalo seperti itu, kita tunangan dulu," kata Zahra,

"Kenapa semuanya menjadi rumit sekali, sudah satu tahun hidupku rasanya tenang, tapi. Kenapa aku malah terjebak dengan permainan dia," batin Zahra kesal.

"Saya akan menjadi ayah untuk Kenzo, bahkan lebih dari seorang ayah tiri," ucap Xavier.

"Aku penasaran, kenapa pria seperti kamu bisa menginginkan saya, wajahmu tampan, kamu kaya raya, kamu bisa mencari wanita yang lebih dari aku," ujar Zahra.

"Kamu mengakui ketampanan saya?" ejek Xavier.

"Bukan seperti itu.." jawab Zahra gugup.

"Apapun itu, kamu mengakui ketampanan saya," ujar Xavier tersenyum kecil.

"Kamu belum menjawab pertanyaan aku, kenapa kamu ingin menikah denganku?" tanya Zahra.

"Cinta tidak butuh alasan, bukan?"

"Saya juga seperti itu, saya mencintai kamu tanpa alasan apapun," ujar Xavier.

"Tidak masuk akal, kita memang kenal sedari aku pindah kesini, tapi sedikitpun tidak pernah aku bayangkan kalo kamu meminta aku untuk kamu jadikan istri kepada papah aku," kata Zahra.

"Nanti, kamu juga akan tahu, apa alasan saya ingin sekali menikahi kamu," sahut Xavier.

"Dan, saat aku mengetahui itu, semoga kita belum menikah," kata Zahra.

 "Saya penasaran, kenapa kamu tidak sepercaya itu dengan perasaan orang lain, tentang cinta?" tanya Xavier.

"Cinta, cih! Mantan suamiku saja mengatakan kalo dia mencintaiku selama enam tahun pernikahan, nyatanya tidak sama sekali," ujar Zahra.

"Satu pria yang salah, semua pria disalahkan, wanita benar-benar antik sekali," kata Xavier menggelengkan kepala.

 "Sudahlah diam saja. Kamu juga akan seperti itu sekarang belum kelihatan saja," kesal Zahra.

Mendengar itu, Xavier tertawa kecil.

***

Setelah satu jam lamanya, akhirnya Xavier dengan Zahra sudah sampai.

 Zahra buru-buru keluar dari dalam mobil, tanpa mengatakan sepatah katapun.

Tapi, Xavier mengikuti Zahra sampai kedalam mansionnya.

"Kalian baru pulang," ujar Gunawan, saat melihat anak dan calon menantunya datang.

"Iya pah," jawab Zahra tersenyum,

"Aku langsung masuk kedalam kamar aja ya pah, soalnya cape!"

"Yaudah, kamu istirahat saja sana," kata Gunawan.

 Tanpa pamit dengan Xavier, Zahra langsung melangkah kan kakinya kedalam kamarnya.

"Apa kalian bertengkar?" tanya Gunawan, menatap sinis kearah Xavier.

 "Tidak sama sekali," jawab Xavier dengan tegak.

"Kita makan malam dulu?" ajak Gunawan.

"Tidak, terima kasih. Banyak sekali pekerjaan yang menunggu saya," jawab Xavier.

"Oh baiklah, selamat malam," ucap Gunawan tersenyum.

"Terima kasih," jawab Xavier, lalu dia meninggalkan mansion keluarga Watson.

Gunawan tidak kembali kedalam kamarnya, tetapi dia berniat akan menemui anaknya.

Tok..

Tok..

Pintu diketuk terlebih dahulu. Rasanya, tidak sopan kalo langsung masuk saja.

"Masuk," teriak Zahra dari dalam.

Lalu, Gunawan masuk kedalam kamar Zahra. Terlihat, Zahra sedang membereskan tempat tidurnya.

"Papah, ada apa?" tanya Zahra dengan sorot mata penasaran.

 "Duduk dulu, ada yang mau papah tanyakan," ucap Gunawan.

Zahra langsung duduk disebelah ayahnya.

"Bagaimana respon keluarga Xavier?" tanya Gunawan.

"Ya begitulah. Tidak ada perlakuan lebih," jawab Zahra.

 "Aku benar menerima perjodohan ini?" tanya Gunawan memastikan.

"Aku sudah menjawab 'kan, kenapa papah tanyakan lagi," ujar Zahra.

"Papah tidak mau kalo kamu tidak bahagia dengan suamimu kelak," jawab Gunawan,

 "Jangan karena demi menjaga hati papah dengan mamah, kamu berpura-pura setuju," lanjut Gunawan lagi.

Zahra menatap kearah Gunawan, dengan sorot mata yang teduh.

"Aku akan bahagia, kalo papah dengan mamah bahagia. Aku sudah mematahkan perasaan papah dengan mamah dulu, jadi. Aku tidak mau mematahkan lagi," jawab Zahra tersenyum,

 "Sudah, sekarang papah istirahat saja, sudah malam."

"Baiklah, selamat malam anak papah yang paling cantik," kata Gunawan tersenyum.

 Setelah mengatakan itu, Gunawan langsung meninggalkan kamar Zahra.

"Aku bingung harus bagaimana," batin Zahra.

Zahra hanya menghela napas berat, setelah itu dia langsung menidurkan tubuhnya.

***

 Sedangkan disisi lain.

"Elsa, kamu pasti tahu kemana perginya Zahra!" hardik Roki.

"Aku benar-benar tidak tahu kak," jawab Elsa kekeh.

Elsa memang tahu Zahra dan keluarganya akan pindah, tetapi. Dia tidak tahu akan kemana mereka pindah.

 "Cepat katakan, Elsa!" bentak Roki.

"Aku sudah mengatakannya kepada kakak, kalo aku tidak tahu kalo kak Zahra akan pindah kemana," jawab Elsa dengan nada tinggi, karena dia sudah muak dengan sang kakak,

"Seharusnya kakak sadar, kalo kakak bukan siapa-siapanya kak Zahra!"

"Diam kamu! Jangan so tahu. Kamu hanya anak kecil," bentak Roki.

Elsa menggelengkan kepala melihat tingkah kakaknya, yang semakin hari semakin parah.

"Kalaupun aku tahu, aku tidak akan mengatakannya dengan kamu kak," batin Elsa.

"Ah sial!"

"Aku tidak boleh membiarkan Zahra hidup tenang dan bahagia tanpa aku," geram Roki.

Roki tidak sadar kalau yang membuat Zahra berubah itu dirinya sendiri. Kalau saja Roki tidak selingkuh dari Zahra, mungkin dia sedang menikmati perannya sebagai ayah.

"Kamu kenapa mas, marah-marah," ujar Ningsih dari dalam.

"Sampai detik inipun, aku belum menemukan keberadaan Zahra," jawab Roki.

"Aku punya ide mas, semoga ide aku ini bisa membuka jalan buat kamu bertemu dengan mbak Zahra," kata Ningsih tersenyum licik.

"Memangnya apa ide kamu?" tanya Roki.

"Bagaimana kalo kita ke rumah kakanya mbak Zahra, siapa tahu mereka tidak ikut pindah," ujar Ningsih,

"Kita buat kekacauan dirumah kakanya, supaya mereka memberitahu dimana mbak Zahra sekarang," lanjut Ningsih.

"Kenapa tidak kepikiran kesana," sahut Roki tersenyum licik.

 "Tunggu apa lagi, kesana sekarang," titah Ningsih.

Roki langsung membawa motor bututnya, itu pun memakai uang sisa Zahra.

 Akhirnya Roki sampai dirumah Irpan dan juga Sisil.

"Ada apa lagi kamu kesini, Roki?" tanya Ipran dengan nada malas.

"Kak, tolong beritahu aku, kemana perginya Zahra dengan anakku," kata Roki.

"Sudah satu tahun lamanya, kenapa kamu baru sadar kalo kami mempunyai anak," ujar Irpan tersenyum sinis.

 "Aku sudah taubat kak, tolong beritahu aku dimana keberadaan mereka," kata Roki memohon.

"Dari awal, kau yang tidak mau menganggap keponakanku anak, jadi untuk apa kau mencarinya," ujar Irpan.

"Zahra sudah menikah lagi, dengan pria yang lebih segalanya dari kau!"

"Duar"

Roki kaget mendengar ucapan Irpan.

"Kak Irpan pasti berbohong, Zahra tidak mungkin melupakan aku begitu saja," kata Roki tak percaya,

"Itu akal-akalan kak Irpan kan, supaya aku melupakan Zahra."

"Terserah, mau percaya atau tidak. Yang pasti, adik saya sudah menemukan pria yang baik," kata Irpan kesal,

"Pergi dari rumah saya!" usir Irpan.

Roki meninggalkan rumah Irpan, dengan sejuta pertanyaan, apakah yang di katakan Irpan itu benar atau salah.

"Pasti semua ini hanya bohong," batin Roki.

***