Ana, seorang ibu rumah tangga dengan 2 anak yang tidak pernah memperhatiakn penampilannya, hingga suaminya berpaling pada wanita lain. Ana berusaha menggoda lagi suaminya agar kembali kepelukannya. Apakah godaan Ana berhasil? Akankah Prasetya, suami Ana, akan tergoda?
Let's check this out!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khodijah Rahman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sang Pengacara
Hakim Ketua sudah mengetuk palu tanda sidang dimulai. Setelah dipersilakan oleh Hakim Ketua, pengacara terdakwa berdiri di depan Ana untuk mengajukan pertanyaan. Ana mendongak, matanya terbelalak melihat siapa yang berdiri di depannya.
Seorang laki-laki bersetelan jas abu-abu tua berdiri tegap di depannya. Dia tersenyum menatap Ana. Ana masih tak percaya melihat laki-laki itu. Matanya tak berkedip dengan hati yang berdesir.
"Hai, An," sapa laki-laki itu.
Ana menelan ludahnya susah payah. Bayangan 10 tahun lalu kembali berkelebat diingatannya. Bagaimana laki-laki di hadapannya itu mencampakkannya demi gadis lain dengan alasan, orang tua gadis itu akan membiayai pendidikannya hingga jenjang tertinggi.
Mengingat itu membuat Ana mengeraskan hatinya untuk tidak luluh pada pesona laki-laki itu. Ana menatap tajam laki-laki di depannya dengan penuh kebencian. Pras yang duduk di belakang Ana mencoba mengartikan tatapan istrinya dan laki-laki berjas abu tua itu.
Ana bilang dia hanya teman SMA, tetapi kenapa tatapn laki-laki itu begitu tajam padanya? Cepat sekali laki-laki itu berganti jas.
Suasana persidangan hening, laki-laki berjas abu tua yang menjadi kuasa hukum Niko tak juga mengajukan pertanyaan pada Ana. Semua mata menatap dua insan yang masih saling tatap. Pras mengeraskan rahangnya melihat tatapan laki-laki itu pada istrinya. Dia sampai mengepalkan tangannya menahan gejolak di dada.
"Kuasa hukum terdakwa, silakan ajukan pertanyaan kepada saksi korban." Hakim Ketua mengingatkan kembali laki-laki berjas abu tua untuk segera mengajukan pertanyaan pada Ana.
Laki-laki berjas abu tua itu berbalik menghadap Hakim Ketua lalu menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat. "Maaf, Pak Hakim. Saya mengundurkan diri dari kasus ini. Maaf juga kepada Saudara terdakwa, saya tidak bisa melanjutkan kasus ini," ucapnya setelah menghadap hakim lalu menghadap Niko.
Laki-laki itu berjalan menuju mejanya untuk mengambil berkas-berkas. Kedua orang tua Niko langsung berdiri memapasi laki-laki berjas abu tua. "Pak Rafka, Anda sudah berjanji akan berusaha membebaskan anak saya," ucap Bu Widia yang sudah berdiri di hadapan laki-laki berjas abu tua itu.
"Saya akan bayar dua kali lipat!" seru Pak Bayu menawarkan harga lebih tinggi agar laki-laki berjas abu tua itu mau melanjutkan kasus hukum putranya.
Laki-laki itu menoleh untuk menatap Ana. "Kemarin saya tidak tahu jika wanita yang menjadi korban kejahatan anak Anda adalah teman SMA saya. Tapi setelah tahu, saya tidak bisa memutarbalikkan fakta dan membuat teman saya tersudutkan. Jadi saya tidak bisa melanjutkan kasus ini. Cari saja pengacara lain. Maaf," papar laki-laki berjas abu tua itu.
Rafka. Dia adalah kembaran Rifky yang bertemu Ana di ruang tunggu persidangan beberapa menit yang lalu. Perbedaan mereka ada pada tahi lalat yang ada di dagu kiri laki-laki itu, dan Ana tahu itu. Dan laki-laki inilah yang dulu pernah mematahkan hati Ana demi melanjutkan pendidikannya.
"Bagaimana bisa seperti ini? Pak Rafka! Pak Rafka!" panggil Bu Widia berulang kali saat Rafka, laki-laki berjas abu tua itu melangkah meninggalkan ruangan sidang.
Ana yang sejak tadi menunduk berbalik menatap suaminya. Pras menggenggam jemari Ana, memberikan kekuatan pada istrinya. Suasana ruang sidang menjadi ramai akibat aksi walk out pengacara dari terdakwa. Rafka melayangkan pandangannya pada Ana sekilas saat Ana sedang dipeluk Pras. Sudut hatinya terasa sakit melihat pemandangan itu.
Hakim Ketua mengetukkan palu tiga kali untuk meminta perhatian dan meredakan hiruk pikuk yang terjadi di ruang sidang. Keadaan menjadi hening setelah Hakim Ketua mengetukkan palunya. Semua mata tertuju pada hakim itu yang sudah bersiap membuka suara.
"Berhubung pihak terdakwa tidak ada kuasa hukum yang mendampingi, maka sidang ditunda hingga dua minggu di muka. Dengan ini, sidang hari ini saya tutup," terang Sang Hakim lalu mengetuk palu tiga kali.
Polisi langsung membawa Niko dan Una kembali ke penjara. Bu Widia meraung memanggil putranya. Satu persatu orang yang menghadiri persidangan keluar ruang sidang. Pras setia merangkul Ana meninggalkan ruang sidang.
Setelah keluar ruang sidang, dua orang laki-laki yang memiliki wajah serupa menemui Ana. Dua laki-laki itu adalah Rafka dan Rifky. Keduanya merupakan teman SMA Ana dan juga Deby. Laki-laki berjas abu tua bernama Rafka adalah mantan kekasih Ana semasa SMA. Cinta pertama Ana dahulu.
"Hai, An. Bagaimana kabarmu?" sapa Rafka dengan mengulas senyum.
Ana diam, dia masih linglung untuk menjawab pertanyaan laki-laki yang sudah mematahkan hatinya dulu. Bukan karena dia masih mencintai laki-laki itu, tetapi karena pertemuan yang tak terduga. Menjadi korban penculikan dan hampir diperkosa saja sudah membuat Ana malu, apalagi sang mantan kekasih mengetahui hal itu.
"Ana masih terguncang, Raf. Dia trauma setelah peristiwa itu. Dia juga sempat rawat inap di rumah sakit selama tiga hari setelah kami temukan. Untung Mas Pras begitu sabar dan perhatian padanya," papar Deby.
Laki-laki bernama Rafka menatap Pras seraya tersenyum dan mengangguk. "Anda sangat beruntung bisa bersamanya," ucapnya.
Pras tidak menanggapi ucapan laki-laki di depannya. "Mas, aku ingin segera pulang," pinta Ana.
"Ayo. Maaf, kami pulang lebih dulu," ucap Pras pada dua saudara kembar itu yang dibalas anggukan oleh keduanya.
Sepulangnya Ana dan Pras beserta keluarganya, Rafka dan Rifky mengajak Deby untuk makan siang di restoran yang tak jauh dari kantor pengadilan.
Setelah sampai di rumah, Ana langsung masuk kamar untuk istirahat. Kedua anaknya sedang tidur siang saat dia sampai. Bu Maya langsung menyambut Ana. "Apa sidangnya lancar?" tanya Bu Maya.
"Sidang ditunda hingga dua minggu kedepan," jawab Bu Lili.
"Kenapa ditunda?"
"Pengacara baji*ngan itu mengundurkan diri." Kali ini Ayah Ana yang menjawab.
Pras menemani Ana di kamar. Hatinya sangat ingin menanyakan apa hubungan istrinya itu dengan laki-laki berjas abu tua di ruang sidang. Ana yang menangkap gelagat kurang nyaman suaminya pun bertanya. "Ada apa, Mas?"
"Tidak. Kamu istirahat saja," jawab Pras.
"Mas," panggil Ana meminta suaminya duduk di ranjang bersamanya. "Aku tahu kamu pasti ingin tahu apa hubunganku dengan Rafka, kan?"
"Rafka?"
"Iya, laki-laki yang menjadi pengacara Niko bernama Rafka. Sedangkan yang bertemu di ruang tunggu persidangan bernama Rifky, kembarannya." Ana menjeda kalimatnya. "Rafka mantan kekasihku semasa SMA. Dia meninggalkanku dan memilih gadis lain, anak dari orang yang menjanjikan akan memberikan pendidikan yang lebih tinggi padanya."
Pras mendengus, dan Ana mendengar itu. Ana menggenggam tangan suaminya lalu mencium punggung tangan itu. "Rafka hanya masa laluku. Masa sekarang dan masa depanku itu kamu, Mas. Aku mengesampingkan ego dan rasa maluku dan menggodamu agar kamu kembali padaku karena aku mencintaimu."
🌹🌹🌹
Minggu pagi itu Ana dan Pras sedang bermain bersama kedua anaknya di halaman depan. Mereka melihat sebuah mobil sedan mewah berhenti di depan pagar rumah mereka. Merasa tidak mengenal mobil itu, Ana dan Pras pun mengabaikannya dan melanjutkan bermain bersama kedua anak mereka.
"Selamat pagi," sapa seorang laki-laki yang sudah berada di depan gerbang rumah mereka.
"Rafka,"
"Biar aku yang membukanya," ucap Pras yang langsung menuju gerbang seraya menggendong Arzetta. "Selamat pagi," balas Pras.
"Bisa kita bicara sebentar?" tanya Rafka.
"Silakan masuk." Pras membuka gerbang dan mempersilakan Rafka masuk. Dia memanggil Bi Siti untuk mengajak anak-anak ke dalam. Mereka kini duduk di sofa ruang tamu.
"Ada apa Anda datang kemari?" tanya Pras.
"Maaf sebelumnya karena sudah mengganggu hari Minggu kalian." Rafka menjeda ucapannya. "Saya ingin menawarkan diri untuk menjadi pengacara Ana."
Cirebon, 23 Maret 2022
kadang wanita tuh pada gt, menolak pakai art, pda akhirnya gak keurusan diri sendiri
ibuku anaknya 4 kecil2 smua dlu, ibuku jg bangun dr dini hari, masak ngurus anak rumah dll tpi abis subuhan ibuku sempet pake lipstik, baju ama celana, ga dasteran aja 😅😅
itu ku lihat dari aku kecil sampai dewasa gini.
ah.. kami ga punya art