Kugoda Lagi Suamiku

Kugoda Lagi Suamiku

Mirip Babu

04.00 pagi

Hampir setiap hari Ana bangun sepagi ini. Setelah membersihkan badan, dia segera menuju dapur untuk membuat sarapan untuknya dan keluarganya. Rambutnya dicepol asal-asalan, daster selutut membungkus tubuhnya yang sebenarnya masih mulus, serta kaki jenjangnya yang dibiarkan telanjang dilantai keramik yang terasa dingin.

Dia langsung mencuci beras, memasukkannya ke mejikom dan menekan tombol cook pada alat penanak nasi itu. Dia lalu mencuci piring kotor yang habis digunakan untuk makan malam semalam. Dia terlalu lelah jika harus mencuci setelah makan malam. Selesai mencuci piring, dia lanjutkan dengan menyapu lantai lalu mengepelnya.

Sudah jam 5 lewat 40 menit. Baru saja dia hendak membuat telor ceplok untuk sarapan, terdengar suara tangisan anak keduanya. Dia langsung meninggalkan telur-telur yang baru diambilnya dari lemari es di meja dapur dan bergegas ke kamarnya untuk menemui si kecil.

Arzetta, bayi perempuan berusia 1 tahun itu sedang menangis di samping ayahnya yang masih terlelap. Ana langsung menggendong bayi mungilnya.

"Cantiknya Mama udah bangun ya? Yuk kita mandi biar wangi." ucapnya bermonolog sembari menggendong bayi perempuan yang mulai berhenti menangis.

Ana pun dengan sigap memandikan Arzetta lalu memakaikan popok bayi dan pakaiannya. "Anak Mama udah cantik dan wangi. Mau ***** dulu?"

"Nen..nen..nen.." ucap bayi 1 tahun itu sambil menunjuk bagian depan pakaian Ana.

"Oke. Tapi Arzetta nenennya di sofa aja ya? Yuk. Eh sebentar, Mama ambilin baju buat Papa dulu ya."

"Papa.. Bobo.. Papa.. Bobo.."

"Iya Papa masih bobo, Cantik. Yuk kita bangunin."

Bayi 1 tahun itu tersenyum memperlihatkan giginya yang baru tumbuh 6.

"Pa.. Papa.. Bangun, Pa. Lihat nih Arzetta udah cantik loohh.." Ana mengguncang pelan tubuh suaminya. Arzetta tertawa melihat tubuh ayahnya bergoyang-goyang.

"Jam berapa sekarang?" tanya Prasetya, suami Ana, dengan suara khas orang bangun tidur dan mata yang setengah terbuka.

"Jam 6, Mas."

"Papa.. Papa.." bayi cantik itu berusaha meraih wajah ayahnya.

Prasetya bangun dari tidurnya yang langsung disambut oleh rangkulan Arzetta. "Wangi banget cantiknya Papa." Prasetya mencium gemas pipi gembul bayi 1 tahun itu.

"Yuk, Arzetta sama Mama. Papa mau mandi dulu." Ana meraih tubuh mungil itu dari pangkuan suaminya.

"***** Mama.. ***** Mama.." kembali Arzetta menari-narik baju bagian dada Ana.

"Mas, pakaian gantinya sudah aku letakkan di ranjang ya. Aku mau nenenin Arzetta." ucap Ana sebelum keluar kamar.

"Iya."

Ana menuju sofa ruang keluarga, dia menyusui Arzetta sambil menonton televisi agar tidak sepi. Belum selesai menyusui Arzetta, terdengar teriakan dari kamar di sebelahnya yang ditempati oleh anak sulungnya yang berusia 3 tahun, Arzanka.

"Mama!" seru anaknya yang pertama.

"Mama di sofa, Kak. Lagi nyusuin adik. Kakak sini ya!" serunya membalas panggilan si sulung.

Tak lama kemudian, keluarlah seorang anak laki-laki berusia 3 tahun dengan rambut acak-acakan dan muka bantalnya.

"Sini, Sayang." Ana mengulurkan tangannya agar si sulung mendekat. Arzanka lalu duduk di samping ibunya.

"Adik udah mandi, Ma?" tanya si sulung sambil memainkan jari mungil adiknya.

"Udah, Kak."

"Yaaaah.. Padahal aku pengen mandi sama adik." keluh si sulung.

"Kakak sih bangunnya telat. Nanti sore aja ya mandi bareng adiknya." Bujuk Ana pada anak sulungnya.

Setelah selesai menyusui Arzetta, Ana langsung memandikan Arzanka. Kini, kedua anaknya sudah rapi dan wangi. "Kak, jagain adik dulu ya. Mama mau masak telor buat sarapan, oke?"

"Oke!" seru Arzanka mengacungkan jempolnya.

Prasetya keluar dari kamarnya, dia menyapa kedua anaknya yang sedang bermain di ruang keluarga. Dia duduk sebentar sambil mengancingi lengan kemejanya dan bermain dengan anak-anak.

"Papa... Papa..." Panggil Arzetta mengangkat bola ke depan Prasetya.

Ayah dan kedua anaknya sedang bermain diselingi tawa dari ketiganya. Pemandangan itu saja sudah cukup untuk membuat Ana tersenyum bahagia. Dia merasa bersyukur, sesibuk apa pun suaminya, Pras masih menyempatkan waktunya bermain dengan anak-anaknya.

Ana menyiapkan sarapan di atas meja makan, hanya nasi goreng dan telor ceplok. "Mas, sarapannya sudah siap!" seru Ana dari ruang makan.

"Ayo kita sarapan!" ajak Pras pada kedua anaknya. Dia lalu menggendong Arzetta menuju meja makan.

"Let's go!!" Arzanka balas berseru.

Ana mengambil Arzetta dari gendongan suaminya lalu mendudukkannya di kursi khusus, sementara Arzanka duduk di kursi makan di sampingnya. Ana menyuapi kedua anaknya dengan telaten.

Selesai sarapan, Arzetta minta gendong. Sebelah tangan Ana menggendong Arzetta, sebelahnya lagi membereskan piring bekas sarapan. Terlihat sangat repot memang, tapi inilah yang dijalani Ana setiap harinya.

Prasetya, suami Ana. Dia memang suami yang bertanggung jawab pada anak-anaknya. Dia selalu menyempatkan waktu untuk bermain bersama anak-anaknya. Tapi Ana merasakan berbeda beberapa minggu terakhir. Pras, begitu suaminya biasa dipanggil, beberapa minggu ini selalu bersikap dingin dan acuh pada Ana. Ana tidak tahu apa penyebabnya.

"An, kunci mobil mana?" Tanya Pras dingin.

"Biasanya kan kamu yang simpan, Mas. Kamu menaruhnya di mana semalam?" Ana balas bertanya.

"Ditanya malah balik nanya. Cari!" Titah Pras.

Ana menarik napas panjang dan menghembuskannya pelan. Lelah. Itu yang dia rasakan. Bukan hanya lelah karena mengurus kedua buah hatinya dan rumah saja, tetapi juga lelah melihat sikap Pras yang belakangan acuh padanya.

Apa aku kurang memperhatikan Mas Pras? Apa aku kurang becus mengurus rumah tangga?

Pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk dalam benak Ana. Dia mondar-mandir di dalam rumah mencari kunci mobil suaminya sembari menggendong Arzetta. Bayi 1 tahun itu menangis tiap kali Ana mencoba menurunkannya. Sementara Pras, dia menyiapkan keperluannya sendiri untuk ke kantor.

"Ka.. Kaka... Arzanka!" Seru Ana memanggil anak pertamanya.

Ana panik saat tidak mendapati si sulung dalam rumah. Dia berlari keluar rumah tapi tetap tidak melihat putra pertamanya itu. Sembari menggendong Arzetta, dia tergopoh masuk kembali ke rumah.

"Mas, kamu liat Arzanka ga?" Tanyanya pada Pras yang baru keluar dari kamar.

"Kan dia dari pagi sama kamu! Kenapa tanya aku!" Pras malah meninggikan suaranya, terkesan menyalahkan Ana.

"Tadi aku lagi nyari kunci mobil kamu, Mas." Ana memberikan alasan.

"Jaga anak ga becus." Ucap Pras ketus. "Aku sudah terlambat ke kantor!"

Ana hanya diam. Nada suara seperti itu sudah biasa dia dengar dari mulut suaminya beberapa minggu terakhir. Ana diam karena dia tidak ingin bertengkar dengan suaminya, apalagi di depan anak-anaknya.

Ana dan Pras mencari ke seluruh penjuru rumah tapi tidak menemukan putra sulung mereka. Rumah mereka tidak terlalu besar, jadi tidak membutuhkan waktu lama untuk menjelajahinya.

Pras melihat bayangan kecil di belakang mobilnya, dia langsung bergegas ke belakang mobilnya.

"Arzanka!" Panggil Pras saat melihat anak pertamanya bersembunyi di belakang mobil.

"Yah, ketauan deh." Keluh bocah 3 tahun itu keluar dari persembunyiannya.

"Apa itu?" Tanya Pras tajam saat melihat putranya membawa sesuatu di tangan kanannya.

Pras mengambil benda yang dipegang Arzanka. "Ini kunci mobil Papa! Papa sampe telat ke kantor gara-gara nyari kunci mobil! Dan kamu, malah diam aja ngambil kunci mobil!" Bentak Pras.

"Mas!" Seru Ana melihat Pras membentak Arzanka. Dia langsung menarik Arzanka yang terlihat ketakutan agar berada di sampingnya. "Bicara pelan sama anak bisa ga sih?"

"Aku telat ke kantor gara-gara dia!"

"Oke. Arzanka ngumpetin kunci mobil kamu, tapi bukan berarti kamu boleh bicara keras sama dia. Arzanka sedang dalam masa pertumbuhan, Mas. Dan bentakan seperti itu akan merusak psikisnya yang sedang berkembang. Jangan sampe kamu nyesel di kemudian hari, Mas. Ayo, Kak. Kita masuk."

Ana menuntun Arzanka memasuki rumah. Pras mengikutinya di belakang.

"Kamu gak perlu ceramahi aku. Merawat diri kamu sendiri aja kamu ga bisa, apalagi merawat anak." Ucap Pras sarkas.

"Apa maksud kamu, Mas?" Tanya Ana tajam.

"Ya kamu! Liat aja penampilan kamu! Lebih mirip babu dari pada istri seorang menejer produksi perusahaan besar!" Setelah mengucapkan ejekan pada Ana, Pras keluar rumah dengan langkah lebar.

Ana menghela napas dalam, dipeluknya kedua buah hatinya dengan mata berkaca-kaca. "Kamu ga apa-apa kan, Sayang?" Tanyanya pada si sulung.

Arzanka menggeleng. "Papa kenapa berubah, Ma?"

Terpopuler

Comments

Susi Sidi

Susi Sidi

sumpah cerita nya hamir mirip dengan kehidupan ku Thor😢👍

2023-04-17

0

Andi Fitri

Andi Fitri

lakinya ana bagus di kebiri giliran istri pergi baru nyesel..

2022-06-15

0

Erni Fitriana

Erni Fitriana

mulutnya pras belum pernah kemasukan cabe domba yak..pedesss bener ngomongnyah

2022-04-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!