Dinda, 24 tahun, baru saja mengalami patah hati karena gagal menikah. Kehadiran seorang murid yang bernama Chika, sedikit menguras pikirannya hingga dia bertemu dengan Papa Chika yang ternyata adalah seorang duda yang tidak percaya akan cinta, karena kepahitan kisah masa lalunya.
Akankah cinta hadir di antara dua hati yang pernah kecewa karena cinta? Mampukah Chika memberikan seorang pendamping untuk Papanya yang sangat dia sayangi itu?
Bila hujan tak mampu menghanyutkan cinta, bisakah derasnya menyampaikan rasa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Ibu
Hari menjelang subuh, cepat-cepat Dio membangunkan Chika, mereka akan kembali pulang melanjutkan perjalanan mereka.
Mereka nyaris kurang tidur, karena mengobrol hampir sepanjang malam.
"Wah, kita bobo dalam satu kamar ya Pa sama Bu Dinda?!" tanya Chika saat membuka matanya.
"Iya, ayo cepat kita jalan sekarang, keburu kena macet!" sahut Dio.
"Nanti aku akan ceritakan sama teman-teman, kalau aku bobo sama Papa dan Bu Dinda, pasti mereka iri!" seloroh Chika.
"Jangan Chika! Bu Dinda akan marah kalau Chika berbuat begitu!" sergah Dinda.
"Biarkan saja, namanya juga anak kecil!" cetus Dio.
"Pak Dio kok begitu? Apa tidak takut ini akan menjadi perbincangan publik?!" sahut Dinda sewot.
Dio tertawa mendengar ucapan Dinda.
"Memangnya kita melakukan apa?? Toh kamu juga sedang datang bulan kan!" ujar Dio.
Dinda kembali berwajah kesal.
Mereka kemudian keluar dari hotel itu, dan langsung menuju ke parkiran, lalu Dio langsung melajukan mobilnya ke arah kosan Dinda, jalanan terlihat lancar dan banjir pun mulai surut.
Tidak sampai 20 menit, mereka sampai di tempat kos Dinda.
"Trimakasih Pak Dio!" ucap Dinda saat turun dari mobil membawa belanjaan pembalut dan pakaian dalam, serta kado untuk ulang tahun Alena.
Dio langsung turun sambil membantu Dinda membawa barang-barangnya.
Sementara Chika menunggu di mobil.
"Pak Dio pulang saja! Saya bisa membawa ini sendiri, nanti penghuni kos yang lain akan melihat kita, dan jadi bahan gosip lagi!" cegah Dinda.
"Kau ini kenapa sih? Selalu takut dengan gosip?? Sudahlah! Aku ini laki-laki, sudah sepatutnya membantu wanita membawa barang!" sahut Dio yang langsung mengambil barang dari tangan Dinda.
Mau tidak mau Dinda membiarkan Dio membantunya.
Dinda tertegun saat sampai di depan kamarnya, lampu menyala, sepertinya ada orang di dalam.
Perlahan Dinda mengetuk pintu kamarnya itu.
Seorang wanita setengah baya muncul dari dalam kamar Dinda.
"Ibu?!" pekik Dinda.
Bu Lilis, Ibu kandungnya Dinda sudah berada di dalam kamar kos Dinda.
"Kapan Ibu datang? Kenapa tidak mengabari aku??" tanya Dinda sambil menyalami Ibunya itu.
"Seharusnya Ibu yang tanya, kenapa kau tidak pulang? Ponselmu tidak aktif, pulang subuh dengan seorang laki-laki! Apa itu pantas Dinda!?" sahut Bu Lilis yang menatap tajam ke arah Dio.
"Maaf Bu, bisa aku jelaskan kenapa kami pulang pagi!" ujar Dio.
"Tidak perlu! Mau menjelaskan apapun toh kalian memang pulang pagi, pasti kalian sudah tidur bersama! Ayo ngaku!!" cecar Bu Lilis.
Dinda mati kutu tidak bisa bicara apapun, faktanya memang benar mereka bersama dalam kamar hotel, walaupun tidak melakukan apa-apa.
"Kenapa kalian diam?? Benar kan?? Dinda! Kau masuk ke dalam!" titah Bu Lilis.
Dinda lalu masuk ke dalam kamar kosnya itu sambil membawa barang-barangnya.
Bu Lilis menatap tajam ke arah Dio, yang juga tidak bisa berkutik di hadapan Bu Lilis.
"Dan kamu, Dinda itu masih polos, dia gampang di kelabui laki-laki karena kepolosannya, sampai dia pernah di permalukan saat gagal menikah! Kalau kau memang serius pada putriku, lamar dia baik-baik!" cetus Bu Lilis.
"I-iya Bu!" sahut Dio.
"Sekarang kau pulanglah, aku mau bicara pada anakku!" kata Bu Lilis.
Dio menganggukan kepalanya dan melangkah gontai meninggalkan rumah kos Dinda.
Dinda nampak masih mandi di kamar mandi, membersihkan tubuhnya dan mengganti seluruh pakaiannya.
Saat keluar dari kamar mandi, Bu Lilis sudah menunggunya di bangku kamar Dinda.
"Di Bandung Ibu tunggu-tunggu, katanya kau mau pulang ke Bandung!" sungut Bu Lilis.
"Maafkan aku Bu, sebenarnya saat itu aku hampir pulang ke Bandung, tapi ... ada tugas dari kepala sekolah untuk mengisi rapot!" kilah Dinda.
"Alasan!"
"Bu, sekali lagi aku minta maaf!" ucap Dinda sambil mencium tangan ibunya.
Bu Lilis kemudian langsung memeluk putri semata wayangnya itu.
"Ibu hanya takut Nak, Ibu takut kau akan di sakiti oleh laki-laki lagi, sama seperti Ibu dulu, sama seperti saat kau di putuskan oleh Ken!" ucap Bu Lilis sambil terisak.
Dinda juga ikut menangis, sebagai seorang Ibu, wajar Bu Lilis memiliki kekhawatiran besar pada putrinya itu.
"Dinda, laki-laki yang tadi itu, pacar baru mu ya?" tanya Bu Lilis.
Dinda menggelenglan kepalanya.
"Bukan Bu, dia ... adalah orangtua murid di sekolahku, Dia itu duda dan single parent, kebetulan kemarin sore kami bertemu di mall, dan pulangnya kami terjebak hujan dan banjir!" jawab Dinda.
"Ooh, Ibu sudah menyuruh dia melamar kamu lagi!" ujar Bu Lilis sambil menggaruk kepalanya.
"Apa?? Kok bisa?" tanya Dinda melotot.
"Yah Ibu kira dia pacar baru kamu, kalau serius Ibu suruh dia langsung lamar kamu, eh dia malah bilang iya!" sahut Bu Lilis.
"Aduuh Ibuu, membuatku malu saja!" sungut Dinda.
****
Sementara Dio yang masih dalam perjalanan bersama dengan Chika, masih berada di tengah jalan, mereka belum sampai di rumahnya.
"Chika, hari ini Chika izin sekolah dulu ya! Karena kalau Chika sekolah, Chika pasti akan kecapean dan akan terlambat!" Kata Dio.
"Hmm, boleh saja, tapi Papa jangan kemana-mana ya! Harus temani aku bermain sepanjang hari!" sahut Chika.
"Siap Tuan Putri! Hari ini Papa tidak akan ke kantor!" Kata Dio. Chika melonjak senang.
"Dari dulu kek Pa! Dulu Papa sering tinggalin aku, sampai aku bete!" cetus Chika.
"Maafin papa ya nak, mulai sekarang papa akan berusaha menjadi Papa yang baik untuk Chika!" ucap Dio.
"Gitu dong Pa! Sejak kita sering pergi sama Bu Dinda, Papa jadi berubah deh!" kata Chika.
"Masa sih?"
"Iya beneran Pa! Bu Dinda hebat ya, bisa bikin Papa berubah!" ujar Chika.
Dio tertawa mendengar celotehan Putri kecilnya itu, selama ini dia jarang-jarang menikmati kebersamaan dengan Chika, semua kesepiannya dia lampiaskan pada pekerjaannya, dan juga klub malam.
Dio mulai menyadari arti sebuah keluarga.
"Papa, Bu Dinda cantik tidak?" tanya Chika tiba-tiba.
"Hmm, cantik!" jawab Dio.
"Papa suka??"
"Suka!"
"Papa cinta sama Bu Dinda??" tanya Chika lagi.
Dio langsung melotot ke arah Chika saat mendengar pertanyaannya yang terakhir.
"Chika dengar dari siapa kata-kata cinta itu? Masih kecil tidak boleh membahas itu ya!" cetus Dio.
"Iya Pa!" sahut Chika.
Mereka kembali diam dalam keheningan suasana pagi itu.
"Papa, bulan depan bulan apa?" tanya Chika.
"Bulan Februari, kenapa memangnya?" tanya Dio balik.
"Bulan depan kan aku ulang tahun, Aku pingin minta sesuatu dari Papa boleh tidak?" tanya Chika lagi.
"Katakan saja apa yang Chika inginkan? Papa pasti akan memberikannya, selama ini apa sih yang tidak papa berikan untuk Chika?" jawab Dio.
"Aku akan bilang, tapi janji ya Papa tidak akan marah!" sahut Chika.
"Janji!"
"Aku ingin minta, Bu Dinda jadi Mamaku!" ucap Chika.
"Uhukk Uhuuk!" Dio langsung terbatuk karena terkejut mendengar permintaan Chika.
Bersambung ...
****