Menceritakan anak remaja bernama Fei Chen yang menjadi korban pembantaian keji dan bertahan hidup di kerasnya dunia persilatan. Disepenggal nafas terakhirnya Fei Chen diselamatkan oleh seekor kucing yang merupakan jelmaan Dewa Naga dan sebuah pedang yang merupakan jelmaan Raja Neraka. Berkat pertemuan itu Fei Chen terjebak dalam takdir yang lebih besar, dia terkena Kutukan Raja Neraka yang dapat dipatahkan dengan menikahi sebelas wanita yang tulus mencintainya. Dari sinilah perjuangan Fei Chen untuk membalaskan dendam kedua orang tuanya dan mematahkan kutukan itu dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sam Ilfar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PPFC 24 - Lingdu
PPFC 24 - Lingdu
“Sampai kapan kita harus berlari seperti ini? Apakah kau tidak merasa kasihan dengan diriku ini?”
Jia Li memasang wajah cemberut dan memprotes setiap keputusan Fei Chen, karena bagaimanapun dia telah berlari selama tiga hari tanpa istirahat.
“Kau adalah seorang Pendekar Kaisar Tahap Puncak, jadi bersikaplah dewasa sedikit!” Fei Chen yang sudah merasa kesal membentak dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu karena melihat raut wajah Jia Li yang terkejut.
“Anggap ini sebagai latihan, apa kau tidak malu karena telah mengeluh pada orang yang hanya memiliki kemampuan Pendekar Bintang Tahap Awal?” Fei Chen sengaja menyindir Jia Li, tetapi gadis muda itu sama sekali tidak merasa tersindir.
“Latihan? Apa yang kau katakan pada seorang perempuan lemah seperti diriku ini? Dasar tidak berperasaan!” Jia Li membalas sengit hingga Fei Chen tidak dapat berkata apapun lagi.
‘Benar juga, sepertinya aku terlalu fokus pada tujuanku. Istirahat juga merupakan hal yang penting...’ Fei Chen mengalah dan memilih untuk beristirahat malam ini.
“Baiklah, kita akan bermalam disini. Selama perjalanan, kau tidak pernah membuat makanan. Malam ini buatlah makanan, bukankah itu tugas seorang perempuan?” Ucap Fei Chen dengan nada memerintah.
“Aku tidak bisa memasak! Jangan seenaknya memutuskan! Dan sejak kapan membuat makanan adalah tugas seorang perempuan?!” Jia Li membalas lebih sengit kali ini hingga membuat Fei Chen terpancing.
“Tidak bisa memasak? Mengeluh! Dasar tidak berguna!” Fei Chen mendecakkan lidahnya dan mencari kayu kering sambil berjalan mengabaikan Jia Li yang mematung, “Tunggu aku disitu!”
Jia Li merasa tersakiti dengan perkataan Fei Chen, gadis muda itu diam cukup lama hingga akhir terbayarkan lamunannya karena Fei Chen mengagetkannya.
“Jangan melamun. Aku sudah membuat api unggun dan membakar daging Hewan Buas, jadi makanlah...” Fei Chen memberikan potongan daging Binatang Iblis kepada Jia Li, lalu mengambil pedang dari Ruang Raja dan beberapa Permata Iblis kemudian memberikannya pada Jia Li.
“Terima pedang pemberianku ini, bukankah kau pernah bercerita jika pedangmu itu hancur.” Ucap Fei Chen kepada Jia Li sebelum menyantap daging bakar yang dia buat.
Jia Li terkesan dengan kebaikan Fei Chen, terlebih kekagumannya kepada Fei Chen bertambah karena pedang dengan bilah berwarna merah muda dan sarung berwarna hitam kemerahan ini merupakan Pusaka Langit.
“Sepertinya ini agak berlebihan jika aku menerimanya.” Jia Li merasa tidak enak kepada Fei Chen, terlebih Permata Iblis yang diberikan Fei Chen merupakan Binatang Iblis Tahap Kaisar.
“Aku akan merasa senang jika kau menerimanya. Berkat dirimu, perjalananku ini terasa tidak membosankan.” Fei Chen menatap wajah Jia Li yang memerah sepenuhnya setelah mendengarkan perkataannya.
“Apa kau tidak malu mengatakan hal secanggung itu?!” Jia Li memalingkan wajahnya dan mencoba menyembunyikan wajahnya yang penuh akan rona merah.
“Aku hanya berkata hal yang sejujurnya.” Fei Chen menjawab singkat, kemudian kembali menyantap daging Binatang Iblis ang dia buat.
Jia Li mencoba menenangkan dirinya dan ikut makan malam bersama Fei Chen. Keduanya memakan daging bakar dengan lahap, setelahnya tidak ada pembicaraan satupun hingga mereka berdua tertidur lenyap.
Saat pagi menyapa, Jia Li telah bangun terlebih dahulu dan sedang duduk bermeditasi sambil menyerap khasiat Permata Iblis.
Fei Chen yang mendapati Jia Li sedang bermeditasi tersenyum tipis, “Dia terlihat manis saat diam...” Gumam Fei Chen pelan.
‘Apa kau jatuh cinta padanya, Chen?” Kucing Manis bertanya karena mendengar Fei Chen bergumam sendiri.
“Tidak mungkin, aku tidak mempunyai waktu untuk memikirkan hal itu.” Fei Chen bangkit berdiri dan membasuh wajahnya sebelum membuat api unggun untuk menghangatkan badannya.
Saat matahari semakin meninggi, Fei Chen sudah menyiapkan daging bakar dan hendak melanjutkan perjalanan menuju bukit teratas dari pegunungan yang sedang dia daki.
Keindahan alam di pegunungan ini membuatnya betah, terlebih pegunungan ini penuh akan pepohonan berwarna hijau. Orang-orang Kekaisaran Ma sering menyebut pegunungan ini dengan sebuah Pegunungan Hijau.
Saat Fei Chen dan Jia Li sampai diatas lereng teratas Pegunungan Hijau, keduanya tertegun akan keindahan alam yang tersajikan. Mulai dari lautan awan yang terhampar luas dengan burung-burung besar berbulu indah yang merupakan Binatang Iblis serta kesejukan alamnya membuat hati keduanya merasa tenang.
“Indahnya...” Jia Li tersenyum manis dan matanya tidak lepas dari pemandangan yang dilihatnya, “Aku tidak menyesal telah hidup dan bertemu denganmu, Chen.”
“Berhenti mengatakan hal yang memalukan!” Fei Chen memalingkan wajahnya karena senyuman manis Jia Li membuat dirinya ikut tersenyum bahagia.
“Bukankah kau kemarin malam mengatakan hal yang sama denganku? Sekarang kita impas!” Jia Li juga memalingkan wajahnya karena tidak menyangka akan mengatakan hal secanggung itu.
Butuh dua hari penuh bagi Fei Chen dan Jia Li untuk menuruni lereng Pegunungan Hijau. Keduanya juga sudah dapat melihat bayangan perkotaan dibawah Pegunungan Hijau.
“Kita sudah dekat dengan kota, jadi jangan mengeluh!” Fei Chen menegur Jia Li yang terus mengeluh dan berusaha mengejarnya.
“Aku tidak sabar untuk mandi dan tidur nyenyak dengan alas yang empuk...” Jia Li mempercepat langkah kakinya dan mencoba mengejar Fei Chen dari belakang.
Fei Chen tersenyum tipis dan mempercepat langkahnya. Hingga tak terasa keduanya sampai di kaki Pegunungan Hijau saat matahari hampir terbenam.
Tanpa menunggu waktu yang lebih lama lagi, Fei Chen dan Jia Li segera bergegas menuju kota yang sudah semakin mendekat.
Saat jarak antara keduanya dengan kota itu semakin dekat. Fei Chen dan Jia Li sama-sama disuguhkan pemandangan yang megah.
Bangunan yang megah serta keramaian penduduknya sangat terasa dari kejauhan.
Jia Li membaca papan dengan ornamen emas di gerbang kota dan bertuliskan Lingdu.
“Kota Lingdu...” Ucap Fei Chen dan Jia Li hampir bersamaan.
ceritanya gak logis.. masih berada tingkatan dasar sudah mau balas sendam
dasar murid tidak tau diuntung