NovelToon NovelToon
HAMIL ANAK CEO : OBSESI IBU TIRI

HAMIL ANAK CEO : OBSESI IBU TIRI

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Ibu Tiri / Pelakor jahat / Nikahmuda / Selingkuh
Popularitas:876
Nilai: 5
Nama Author: EkaYan

Dikhianati sahabat itu adalah hal yang paling menyakitkan. Arunika mengalaminya,ia terbangun di kamar hotel dan mendapati dirinya sudah tidak suci lagi. Dalam keadaan tidak sadar kesuciannya direnggut paksa oleh seorang pria yang arunika sendiri tak tahu siapa..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EkaYan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketahuan

Siang itu, Roy menerima pesan dari Arunika. Isinya singkat tapi cukup membuatnya khawatir.

"Roy, bisa ke apartemen sebentar? Aku butuh bantuan."

Roy yang saat itu sedang berada di kantor, langsung meminta izin keluar. Ia tahu, kondisi Arunika masih rentan. Ia pikir, mungkin gadis itu kelelahan atau membutuhkan bantuan untuk hal-hal praktis. Tapi begitu ia membuka pintu apartemen , bukan hanya Arunika yang menyambutnya.

“ PAPI..! AKHIRNYA KAMU DATANG JUGA!”

Suara itu menggelegar dari dalam ruang tamu. Roy terpaku di ambang pintu. Di hadapannya, berdiri Shila—istrinya—dengan wajah merah padam, tangan berkacak pinggang, dan mata yang menyala-nyala.

" Mami. ?" Roy terpana. "Kok kamu bisa di sini?"

Shila mengangkat ponsel, menunjukkan foto surat sewa apartemen. "Kenapa ? Kamu terkejut, Roy! Kamu pikir aku mudah kau bohongi? Selama ini kamu sembunyikan perempuan ini di belakang aku? Di apartemen yang kamu beli?!"

Arunika yang tadi duduk di sofa langsung berdiri kaget. "Mbak, tunggu dulu. Ini bukan seperti yang—"

"DIAM KAMU!" Shila membentak, menunjuk Arunika. "Aku nggak tanya kamu! Roy!" Ia kembali menoleh ke suaminya. "Baru dua bulan aku melahirkan, badan belum pulih sepenuhnya, kamu sudah main belakang?!"

Roy mendekat, mencoba meredam. “Sayang, dengar dulu. Aku memang belu apartemen ini, tapi buat Arunika. Atas permintaan Pramudya. Ini bukan ideku sendiri.”

"Ah, jangan bawa-bawa nama orang lain untuk bersih-bersih! Jangan pikir aku bodoh!" Shila melangkah mendekat, lalu bug!—tangannya mendarat di dada Roy. “Kamu jahat, Roy! Aku ngurus anak kita sendirian, kamu malah ngurusin perempuan lain?!”

Roy menahan diri, tidak membalas. Ia tahu, Shila sedang terbakar emosi.

Arunika maju, mencoba meredakan. "Mbak Shila, saya mohon, tolong jangan salah paham. Saya nggak punya siapa-siapa lagi. Roy cuma bantu karena disuruh temannya. Saya yang minta tolong datang hari ini, bukan dia yang datang-datang sendiri."

"Persis!" Shila menatap tajam. "Kamu yang goda dia, ya? Kamu pikir dengan tampang lemah dan perut besar itu kamu bisa merebut suami orang?"

Arunika terpaku. Kata-kata itu menamparnya lebih keras dari apapun. Tapi ia tahu, Shila bukan musuh. Perempuan itu sedang kalut, sedang hancur. Ia hanya korban kesalahpahaman dan ketakutan.

"Aku nggak punya maksud apa-apa, Mbak... Sungguh," ucap Arunika pelan. "Kalau Mbak mau saya pergi, saya akan pergi. Saya nggak mau jadi penyebab keributan rumah tangga orang."

Shila mulai menangis. Emosinya meluap-luap. Ia duduk di sofa, menggigil dalam amarah dan kelelahan.

Roy mendekat, mengusap punggung istrinya. "Shila, kamu tahu aku nggak seperti itu. Aku nggak akan nyakitin kamu, apalagi setelah kamu lahirin anak kita. Ini semua... karena Pramudya. Dia yang terlibat. Aku cuma bantu."

Shila menggeleng, masih tak percaya. "Kenapa kamu nggak bilang dari awal? Kenapa harus sembunyi-sembunyi?"

"Karena ini bukan urusan yang mudah," Roy berkata lirih. "Aku takut kamu salah paham, dan sekarang ternyata malah jadi kenyataan."

Tak ingin masalah semakin runyam, Roy mengeluarkan ponsel dan menelepon Pramudya.

“Halo, Pram. Gue butuh lo sekarang juga.”

“Kenapa?” Suara Pram di ujung sana terdengar tenang.

“Lo harus jelasin sendiri ke Shila soal Arunika. Dia lagi ngamuk di apartemen. Dia pikir gue selingkuh. Gue nggak bisa nge-handle ini sendirian.”

Ada jeda. Lalu Pram menjawab dingin, “Oke. Gue otw.”

Setelah menutup telepon, Roy menatap istrinya dan Arunika yang sama-sama terdiam. Di ruangan itu hanya ada ketegangan yang menyesakkan. Shila duduk sambil memeluk tubuhnya sendiri, seolah menyatukan kembali potongan hati yang tercerai-berai. Arunika berdiri kaku, merasa dirinya adalah kutukan yang menjelma nyata.

Roy berdiri di antara dua perempuan yang terluka—satu karena kehilangan kepercayaan, dan satu lagi karena kehilangan arah hidup.

Dan Pramudya, lelaki yang menyebabkan semua ini, sedang dalam perjalanan menuju apartemen, membawa serta konsekuensi dari sikap dinginnya selama ini.

---

Pramudya tiba di lantai 10 dengan napas tercekat.

Tangannya sempat ragu menyentuh gagang pintu apartemen 12A.

Ia mengetuk pelan. Tak menunggu lama, pintu terbuka, dan di sana berdiri Roy dengan rahang mengeras.

“Masuk.” Suara Roy datar, dingin. Seperti kesabaran yang tinggal satu milimeter dari meledak.

Pram masuk, dan yang pertama ia lihat adalah Shila—berdiri dengan kedua tangan bersilang, tubuhnya sedikit gemetar menahan marah. Dan Arunika, duduk kaku di sofa, menunduk, seperti seseorang yang baru saja ditelanjangi di depan umum.

“Shila…” Pram mencoba bicara, tapi matanya langsung tertumbuk pada wajah Arunika yang memucat.

Shila berdiri dan menghentakkan suaranya, “Akhirnya datang juga si biang kerok!”

Pram terdiam. Tatapan Shila tajam, seperti anak panah yang sudah menunggu bertahun-tahun untuk ditembakkan.

“Apa lo bangga, Pramudya? elu pikir semua orang bisa lo kendalikan kayak boneka?” Shila mendekat, emosinya meledak-ledak. “Arunika tinggal di apartemen atas nama Roy! Roy berbohong ke gue! elo pikir gue nggak bakal tahu? Apa ini? Permainan kalian? Komplotan?”

“Shila, tolong tenang dulu—”

“Tenang?” suara Shila bergetar. “gue baru dua bulan lahiran, Pram. Dua bulan! Roy sibuk kerja, dan ternyata… malah ngurus apartemen buat wanita lain ?! Dan elo… lo biarin perempuan ini, tinggal di situasi yang ngerusak rumah tangga orang lain?!”

Pram menarik napas, mencoba tetap rasional. Tapi matanya tak lepas dari Arunika. Ia tahu gadis itu sudah terlalu lelah disalahkan.

Dan untuk pertama kalinya… ia merasa bersalah.

“Apartemen ini memang gue yang beli. Tapi atas nama Roy,” Pram akhirnya mengaku. “Karena gue nggak bisa pakai nama gue sendiri. gue nggak mau ada yang tahu tentang Arunika. Bukan untuk main belakang, tapi untuk melindungi dia.”

“Melindungi?!” Shila tertawa sinis. “Melindungi dari siapa? Dari elu sendiri?! Atau dari reputasi lo sebagai lelaki bajingan yang nggak bisa melepaskan masa lalu?!”

Roy menoleh tajam pada Pram. “ Sebaiknya lu jujur ke Shila Pram, kalo lu gak jujur rumah tangga gue jadi taruhannya, gue udah gak bisa sembunyiin ini lagi dari shila!”

" Kalian sedang menyembunyikan apa Hah ..!" Tanya Shila emosi.

" Begini Shila.. Sebelum gue ceritain lu harus janji gak akan bilang ke siapapun soal ini."

Shila mengangguk

" Arunika ...dia seperti yang lu lihat, dia sedang hamil, dan anak yang dikandungnya adalah anak gue."

" Wah..! Ini sih gila ..terus elu sembunyiin anak orang yang lagi hamil tanpa status yang jelas Pram .. SINTING LO.!"

" Lu tahu perspektif gue soal pernikahan.!"

Shila tertawa miris, matanya masih berkaca-kaca. "Perspektif lo soal pernikahan?!" ulangnya penuh nada mengejek. "Lo pikir semua orang harus ikut standar lo? Lo bisa tidur sama perempuan, bikin dia hamil, lalu ninggalin dia begitu aja tanpa kejelasan, tanpa status, cuma karena lo ‘nggak percaya’ sama pernikahan?!"

Arunika masih diam di sofa. Tangannya gemetar, menahan tangis yang sudah mengendap terlalu lama. Seluruh percakapan ini seperti menelanjangi dirinya, menumpahkan semua rahasia yang selama ini dia jaga rapat-rapat.

Shila berjalan mondar-mandir, menepuk dahinya. “Jadi biar gue lurusin—lu, Pramudya, tidur sama Arunika. Dia hamil. Lu nggak mau nikahin dia. Lalu lu sewa apartemen atas nama Roy biar jejak lu bersih, sementara Roy dimaki-maki, dicurigai, dan hampir kehilangan rumah tangga karena nutupin kebusukan lo?”

“Gue nggak berniat nutupin. Gue… takut.”

“Takut?” Shila nyaris tertawa. “Gue dua bulan lalu hampir mati waktu ngelahirin anak pertama gue! Lo pikir lo satu-satunya manusia di dunia yang takut, Pram? Arunika itu perempuan, dia yang hamil, dia yang nanggung malu, dan lo malah ngumpet di balik ‘gue takut’? Grow the hell up, Pram!”

Pram menelan ludah. Ia tahu, semua kata Shila benar.

Arunika akhirnya berdiri. Ia memandang Shila dengan air mata yang berlinang. “Mbak, saya nggak pernah minta ini terjadi. Saya nggak pernah maksa Pram buat bertanggung jawab atau menikah. Saya cuma… butuh tempat aman. Saya udah nggak punya siapa-siapa, dan saya pikir… saya bisa kuat sendiri.”

Shila menatap Arunika. Lama. Napasnya naik-turun, seolah mencoba mengendapkan emosi yang mendidih.

“Bukan kamu yang harus minta maaf, Nika,” ucapnya akhirnya, lirih. “Tapi dia.”

Tatapannya berpaling ke Pram yang kini tampak seperti pria paling kehilangan arah di dunia.

“Gue cuma mau satu hal, Pram. Kalau lo laki-laki… lo berdiri, lo urus semuanya. Jangan lempengin muka lo di sini kayak korban. Lo bukan korban.”

Pram mengangguk perlahan. “Gue akan tanggung jawab. Tapi bukan dengan cara yang kalian harapkan.”

Roy melotot. “Maksud lo apa?”

Pram menatap Arunika, lalu Shila, lalu kembali ke Roy. “Gue akan jadi ayah buat anak ini. Tapi gue tetap nggak mau menikah. Gue akan urus semua kebutuhan Nika dan anaknya. Kalau dia mau tinggal bareng, oke. Tapi kalau nggak, gue akan tetap support. Gue hanya... nggak percaya pada institusi pernikahan.”

Shila mendesis. “Gue rasa bukan institusi pernikahan yang lo nggak percaya. Tapi diri lo sendiri. Lo takut jadi suami yang buruk, jadi lo pilih kabur dari tanggung jawab moral.”

Arunika menggenggam perutnya, perlahan mundur. "Aku nggak bisa... Aku nggak mau anakku tumbuh di tengah ketidakjelasan. Aku udah cukup terluka, Pram. Aku nggak minta dinikahi karena paksaan. Tapi kalau kamu mau jadi ayah, kamu harus benar-benar jadi ayah. Bukan sekadar sponsor.”

Pram tampak terpukul. Kata-kata itu menohok ke dalam jiwanya.

Shila menoleh ke Roy. “Kita pulang.”

Roy menatap Arunika sebentar, lalu mengangguk. "Kalau lu butuh bantuan, hubungi gue. Tapi kali ini, gue nggak akan bohong lagi ke Shila.”

Arunika mengangguk pelan, matanya basah.

Sesampainya di rumah

Roy meraih ponselnya dari saku celana, matanya menatap layar sejenak sebelum menoleh pada Shila yang masih berdiri dengan rahang mengeras dan tatapan tajam. Perempuan itu terluka. Bukan hanya karena rahasia yang ia pendam begitu lama akhirnya terbongkar, tapi karena fakta bahwa rahasia itu datang dari pesan misterius, bukan dari mulut suaminya sendiri.

"Apa kamu ke sana sendiri?" tanya Roy pelan, seolah pertanyaan itu bisa memperlambat derasnya badai.

Shila mengangguk, bibirnya menipis. "Tentu saja. Aku ingin lihat dengan mataku sendiri. Dan kau tahu apa yang paling menyakitkan, Roy? Bukan karena Arunika itu ada... tapi karena aku bukan orang pertama yang kau beri tahu. Kau menyembunyikan semuanya dariku."

Roy menatap lantai sesaat, menarik napas panjang. "Aku tak bermaksud menyakitimu. Aku hanya… belum tahu bagaimana harus memulainya."

"Sudah terlalu lama, Roy. Dan sekarang, seseorang di luar sana tahu tentang dia. Tentang Pram. Tentang semuanya." Shila menyodorkan kembali layar ponselnya. Pesan itu masih di sana. Teksnya singkat, tapi sarat ancaman terselubung.

"Jika kau mau tahu siapa suamimu, datanglah ke apartemen Puri Indah Unit 12A."

Roy membaca ulang kalimat itu, mencoba merangkai petunjuk yang tak terlihat. Siapa yang mengirim pesan ini? Dan bagaimana orang itu tahu tentang apartemen Arunika?

"Aku curiga ada yang mengikuti Pram," gumam Roy akhirnya. "Atau mungkin... Arunika sendiri sedang diincar."

Shila mengernyit. "Apa maksudmu?"

Roy berjalan ke jendela, menyingkap sedikit tirai sambil memandangi kota malam yang berkedip dengan lampu-lampu. "Kalau seseorang tahu tempat tinggal Arunika... dan tahu bahwa aku terhubung dengannya... maka ini bukan sekadar tentang mengungkap rahasia. Ini bisa lebih besar dari itu."

"Tunggu... kau pikir ini direncanakan?" tanya Shila dengan suara bergetar.

Roy mengangguk pelan. "Seseorang ingin kita tahu. Seseorang yang ingin semua ini meledak."

Shila terdiam. Di balik kemarahannya, ada ketakutan yang perlahan merayap. "Roy… siapa yang bisa punya motif seperti itu?"

Sebelum Roy menjawab, ponselnya bergetar.

Nomor tak dikenal.

Roy menatapnya sebentar sebelum mengangkat.

"Roy Aditya," suara berat di seberang sana terdengar dingin, nyaris tanpa emosi. "Selamat malam. Semoga kau menikmati kejutan pertamamu. Karena akan ada yang kedua…"

Klik. Sambungan terputus.

Roy mematung. Sementara di seberangnya, Shila menggenggam erat ponselnya sendiri.

"Apa itu barusan?" bisik Shila.

1
partini
wah temen lucknat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!