NovelToon NovelToon
ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

Status: tamat
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Isekai / Persahabatan / Fantasi / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Konflik etika / Tamat
Popularitas:35
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

Semesta Animers yang damai, dikelola oleh lima kerajaan berdaulat yang dipimpin oleh sahabat karib, kini terancam oleh serangkaian insiden sepele di perbatasan yang memicu krisis sosial. Para pemimpin harus bertemu dalam pertemuan puncak penuh ketegangan untuk menyelesaikan konflik politik dan membuktikan apakah ikatan persahabatan mereka masih cukup kuat untuk menyelamatkan Semesta Animers dari kehancuran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Instigator of Darkness & the Chosen Sisters

Araya tidak membuang waktu untuk menanggapi ambisi gila Lizani. Prioritasnya adalah adiknya.

Dengan ketenangan yang mengerikan, Araya menghela napas—satu-satunya tanda bahwa ia merasa tertekan—lalu segera menjentikkan jarinya. Darah yang tadinya dimuntahkan Nina dan darah Iblis di lantai segera naik, membentuk formasi bunga Higanbana yang padat dan bersinar merah di sekitar Nina. Bunga-bunga itu menciptakan perisai energi yang melindungi Nina dari suasana ruangan yang beracun dan secara bersamaan memulai proses penyembuhan yang intens.

Setelah memastikan adiknya aman, Araya kembali menghadap Lizani.

"Kebosanan adalah alasan yang buruk untuk mengorbankan miliaran jiwa," kata Araya dengan suara dingin. Ia memegang Katana-nya erat-erat, siap bertarung. "Aku sudah melihat banyak penguasa yang bosan. Jadi, berikan aku tujuan yang lebih baik. Apa alasan fundamental Anda untuk menghancurkan Semesta Animers? Apa yang membuat Anda berpikir sistem baru yang didominasi kekacauan akan lebih baik?"

Lizani Ishtar tersenyum, kali ini dengan ekspresi yang lebih serius, seolah senang karena ada yang mau berdiskusi secara filosofis dengannya.

"Karena sistem ini busuk," jawab Lizani dengan suara yang menggelegar lembut. "Sistem Lima Pilar dan tatanan Dewa Dewi ini hanyalah ilusi kemerdekaan. Semuanya dikendalikan, diatur, dan stagnan. Tidak ada pertumbuhan sejati, hanya siklus berulang yang membosankan antara Cahaya dan Kegelapan yang seimbang."

Ia merentangkan tangannya, menunjuk ke Gerbang Kegelapan dan kemudian ke Semesta yang ada di luar.

"Semesta Animers butuh reset total, Araya. Kita butuh kebebasan sejati, Chaos yang tidak terikat oleh aturan kuno yang dibuat oleh Dewa-Dewa yang pengecut. Aku akan menghapus perbedaan palsu antara kebaikan dan kejahatan, dan membiarkan setiap makhluk hidup tumbuh melampaui batas yang kalian sebut 'damai'. Tujuan penghancuranku adalah penciptaan kembali yang tanpa batas, sebuah anarki yang murni dan indah!"

Araya tidak membiarkan Lizani menyelesaikan khotbah ideologisnya. Kata-kata Lizani tentang "penciptaan kembali tanpa batas" adalah alasan yang cukup untuk mengakhiri pembicaraan.

Dengan kecepatan yang sulit dipercaya, Araya menghilang dari tempatnya.

Ia melancarkan serangan pembuka yang brutal dan langsung. Teknik Pedang Klan Yamada miliknya, yang didasarkan pada serangan tunggal yang cepat dan mematikan, dikerahkan maksimal. Bilah Katana curian itu bersinar merah, dan bersamaan dengan ayunannya, teknik Blood Manipulation klannya dilepaskan; Darah Higanbana yang ia gunakan untuk melindungi Nina diubah menjadi bilah-bilah pisau darah yang mengejar lintasan pedangnya.

Araya menyerang dengan niat membunuh, bertujuan untuk menghentikan ritual Lizani sebelum dimulai.

Namun, Lizani Ishtar sama sekali tidak berusaha membalas atau bahkan menangkis. Ia hanya terkekeh pelan. Dengan keanggunan yang luar biasa, Lizani bergerak sedikit ke samping dan ke belakang. Gerakannya begitu halus dan cepat sehingga serangan Araya yang didukung sihir mematikan itu hanya mengenai ruang kosong yang baru saja ditempati Lizani.

"Astaga, terburu-buru sekali," ejek Lizani. Ia menyingkirkan sehelai rambut dari bahunya, sama sekali tidak tergores. "Aku belum selesai menjelaskan tentang keindahan anarki, Araya. Tapi baiklah, jika kau ingin bermain, mari kita mulai saja."

.

.

.

Araya Yamada melanjutkan serangannya. Keheningannya yang dingin diimbangi oleh intensitas setiap serangan. Ia tidak membuang napas untuk berkomentar; yang ada hanyalah desisan Katana curian yang membelah udara, diikuti oleh pusaran Darah Higanbana yang mencoba mengikat pergerakan Lizani. Araya bergerak dengan keindahan yang fatal, setiap langkahnya tenang, setiap tebasannya anggun, mencerminkan latihan bertahun-tahun Klan Yamada.

Lizani Ishtar masih terus menghindar, bergerak mundur dan menyamping dengan kecepatan yang mengejutkan, seolah waktu melambat hanya untuknya. Ia terkekeh, menikmati pertunjukan itu.

"Ayolah, Araya," ejek Lizani, suaranya dipenuhi hiburan. "Seranganmu indah, aku akui. Tapi itu terlalu terstruktur! Sangat tradisional! Kau sudah tahu tata letak medan perang, kenapa kau masih menggunakan pola-pola yang diajarkan oleh Master tua Klan Yamada itu?"

Araya mengabaikannya, meningkatkan kecepatan serangannya hingga hanya terlihat seperti kilatan merah.

"Kau harus lebih kreatif! Jika kau terus bersikap se-'tenang' ini, bagaimana aku bisa melihat potensi kekacauan dalam dirimu?" Lizani berputar elegan, menghindari tebasan Katana yang hanya berjarak inci dari lehernya. "Di mana kegembiraanmu, Nona Yamada? Bukankah mencuri benda terlarang seharusnya menyenangkan?"

Lizani terus terkekeh, mempertahankan jarak dan menunjukkan bahwa, meskipun Araya mengerahkan seluruh kemampuannya, Dewi Kegelapan itu belum sedikit pun merasa terancam.

.

.

Araya tetap menjadi badai keheningan. Ia tidak menghentikan serangannya, bahkan ketika jelas bahwa setiap ayunan pedang dan setiap bilah darah Higanbana yang ia luncurkan gagal menyentuh Lizani. Araya bergerak di sekitar ruangan dengan anggun, tubuhnya berputar dan melompat, memanfaatkan momentum dari teknik pedang Klan Yamada untuk menciptakan ilusi dirinya yang lebih dari satu.

Lizani Ishtar terus menghindar dengan mudah. Ia melangkah mundur dengan santai, terkadang hanya memiringkan tongkatnya sedikit untuk menangkis sabetan darah Araya.

"Apakah ini semua yang kau miliki, Nona Araya?" ejek Lizani, suaranya dipenuhi hiburan dan sedikit kekecewaan. "Selama ini aku mendengar rumor tentang 'Pemburu Darah yang Brutal' dari Istana Iblis, tapi kau hanya sebatas elegan. Kau terlalu... teratur."

Lizani melompat tinggi, menghindari serangan sapuan darah Araya, dan mendarat dengan lembut di atas bongkahan batu. "Aku tahu kau memendam kemarahan, Araya. Lepaskan! Kenapa kau harus selalu bersikap tenang? Ayolah, berikan aku pertunjukan amarah yang liar! Tunjukkan kepadaku mengapa makhluk fana begitu berbahaya, atau aku akan bosan!"

Araya tidak menjawab. Katana curiannya kembali menyala merah, dan kali ini, ia mengincar Gerbang Kegelapan itu sendiri, mencoba menekan Lizani untuk berhenti bermain-main.

Araya tetap menjadi bayangan yang mematikan. Serangannya terus berlanjut, sunyi, tenang, dan mematikan, mengabaikan komentar Lizani. Setiap ayunan Katana dipandu oleh aliran darah Higanbana yang anggun, memaksa Dewi Kegelapan itu untuk terus bergerak.

Lizani terus menghindari setiap serangan, terkekeh dan mengejek gerakan Araya yang "terlalu sopan" untuk seorang pencuri Demon. Namun, saat Lizani menghindari serangan uppercut pedang Araya dan melihat aura Katana itu bereaksi selaras dengan aliran darah Araya, ekspresi geli Lizani seketika berubah menjadi lebih serius.

Ia melihat keheningan Araya, aura merah yang terpancar dari Katana curian, dan kemudian ke tubuh Nina yang sedang disembuhkan di dalam perisai darah.

"Ah, sekarang aku mengerti," gumam Lizani, nadanya kini tanpa ejekan, hanya ada nada kekuasaan yang mengakui fakta yang penting. "Kau tidak hanya mencurinya, Araya."

Lizani melompat ke belakang, menciptakan jarak aman untuk sejenak. Ia menyunggingkan senyum, tapi kali ini senyum pengakuan, bukan sindiran.

"Katana itu... Katana Raja Iblis itu telah memilih kalian," ucap Lizani, menunjuk ke pedang di tangan Araya. "Ia telah mengakui darah kalian. Sekarang aku tahu mengapa Lucifer bisa kalah dan mengapa Gerbang ini sangat sensitif terhadap kehadiranmu. Ini jauh lebih menarik dari yang kuduga."

Realisasi ini mengubah permainan: Araya dan Nina tidak hanya mengandalkan keterampilan mereka, tetapi juga restu yang tidak disengaja dari senjata Iblis paling mematikan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!