NovelToon NovelToon
Aku Menikahi Iblis Surgawi!

Aku Menikahi Iblis Surgawi!

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Identitas Tersembunyi / Harem / Romansa / Ahli Bela Diri Kuno
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: ZhoRaX

Mati tertabrak truk? Klise.
Tapi bangun di dunia penuh sihir, monster, dan wanita cantik berbahaya?
Shen Hao tidak menyangka, nasib sialnya baru dimulai.

Sebagai pria modern yang tengil dan sarkastik, ia terjebak di dunia fantasi tanpa tahu cara bertahan hidup. Tapi setelah menyelamatkan seorang gadis misterius, hidupnya berubah total—karena gadis itu ternyata adik dari Heavenly Demon, wanita paling ditakuti sekaligus pemimpin sekte iblis surgawi!

Dan lebih gila lagi, dalam sebuah turnamen besar, Heavenly Demon itu menatapnya dan berkata di depan semua orang:
“Kau… akan menjadi orang di sisiku.”

Kini Shen Hao, pria biasa yang bahkan belum bisa mengontrol Qi, harus menjalani hidup sebagai suami dari wanita paling kuat, dingin, tapi diam-diam genit dan berbahaya.
Antara cinta, kekacauan, dan tawa konyol—kisah absurd sang suami Heavenly Demon pun dimulai!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZhoRaX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CH 20

Keheningan lembut masih menyelimuti kamar pribadi Mei Xian’er.

Aroma dupa lotus merah menyebar pelan, menenangkan sekaligus menjerat.

Cahaya lentera spiritual menyorot lembut tubuh sang Ketua Sekte yang kini duduk bersandar di kursi panjang berhias giok hitam, sementara Shen Hao berdiri kikuk di seberangnya, seperti orang yang tidak tahu harus menatap ke mana.

Ia menelan ludah pelan.

Kenapa kamar pemimpin sekte ini... terasa lebih berbahaya daripada medan perang apa pun? pikirnya dalam hati.

Mei Xian’er memerhatikan setiap gerak-gerik pria itu dengan tatapan lembut namun tajam.

Ia tahu betul betapa canggungnya Shen Hao, dan justru dari sanalah rasa ingin tahunya muncul.

“Kau tidak perlu tegang begitu,” katanya pelan sambil memutar cangkir teh di jemarinya. “Aku tidak akan memakanmu.”

“Tentu saja... tidak,” jawab Shen Hao cepat, lalu menunduk. “Saya hanya... tidak terbiasa berada di ruangan dengan seorang wanita sendirian. Apalagi wanita sekelas Anda.”

Mei Xian’er tersenyum samar, lalu berdiri perlahan.

Langkahnya pelan dan teratur, setiap hentakan kaki di lantai batu terdengar ringan namun memiliki tekanan aneh yang membuat jantung Shen Hao berdebar tak karuan.

Ia berjalan mendekat, berdiri hanya sejengkal darinya.

“Wanita sekelas saya?” ulang Mei Xian’er lembut. “Dan wanita seperti apa menurutmu aku ini?”

 “Cantik... berbahaya... dan terlalu dekat sekarang,” jawab Shen Hao cepat sambil melangkah mundur setengah langkah.

Senyum kecil muncul di sudut bibir Mei Xian’er — bukan senyum yang ramah, melainkan senyum seseorang yang sedang menguji batas.

Ia berbalik, mengambil kendi teh dari meja kecil, lalu menuangkannya perlahan. Namun gerakannya sengaja dibuat anggun dan sedikit menggoda — setiap detail kecil seolah dirancang untuk menguji ketenangan Shen Hao.

“Kau tahu, kebanyakan pria yang datang ke hadapanku tidak akan berani memalingkan pandangan. Mereka akan menatapku seolah berharap bisa menaklukkanku.”

Ia memutar tubuhnya perlahan sambil menyerahkan cangkir teh kepada Shen Hao.

Pria itu menerimanya dengan tangan gemetar, bahkan nyaris menumpahkan isinya.

“Kau berbeda,” lanjutnya pelan. “Kau justru berusaha menghindar.”

Shen Hao mengalihkan pandangannya ke arah lain, pura-pura sibuk meniup teh di tangannya.

“Saya hanya... menghormati Anda. Lagipula, kalau saya terus menatap Anda, saya takut kehilangan kewarasan.”

Mei Xian’er tertawa pelan — suara lembutnya menggema di ruangan seperti alunan musik.

“Kejujuranmu menyenangkan.”

Ia berjalan melewati Shen Hao, lalu berhenti di belakangnya.

Tanpa peringatan, jarinya yang dingin menyentuh pundaknya ringan.

Seketika tubuh Shen Hao menegang.

“Kau tahu, aku bisa merasakan sesuatu yang aneh darimu,” bisik Mei Xian’er dari belakang. “Aura yang tidak seharusnya dimiliki seseorang di ranah Foundation Establishment. Seolah... sesuatu di dalam tubuhmu disembunyikan dengan sangat dalam.”

Shen Hao menelan ludah, tidak berani menoleh.

“Saya bahkan tidak tahu apa yang Anda maksud,” katanya cepat. “Kalau saya memiliki sesuatu yang aneh, mungkin itu cuma... rasa takut saya pada Anda.”

Mei Xian’er tersenyum lembut — kali ini bukan senyum menggoda, melainkan senyum tulus penuh rasa ingin tahu.

“Mungkin begitu... tapi aku akan mencari tahu.”

Ia berjalan ke depan lagi, duduk di kursinya dengan anggun, lalu memandangnya dalam diam.

“Untuk malam ini, kau boleh tinggal di kamar sebelah. Mulai besok, aku akan menilai kemampuanmu — bukan sebagai kultivator, tapi sebagai seseorang yang mungkin bisa berdiri di sisiku.”

Shen Hao menatapnya dengan bingung.

 “Dan kalau saya gagal?”

“Kalau kau gagal,” ucap Mei Xian’er lembut sambil menyesap tehnya, “maka aku sendiri yang akan memutuskan apa yang pantas untukmu.”

Shen Hao menatapnya sejenak — lalu menghela napas panjang.

“Rasanya, tidur di sarang naga mungkin lebih aman daripada tinggal di sini.”

Mei Xian’er tertawa kecil lagi, kali ini lebih hangat daripada sebelumnya.

“Mungkin. Tapi tidak seindah ini, bukan?”

Shen Hao hanya bisa menunduk dan berpikir dalam hati:

Perempuan ini... benar-benar berbahaya. Tapi entah kenapa... aku tidak ingin pergi.

 

Udara malam di Sekte Bulan Merah terasa lebih dingin daripada biasanya.

Langit luas berhiaskan bulan purnama, cahayanya menimpa halaman istana yang sunyi, membuat batu-batu giok putih berkilau lembut seperti salju beku.

Shen Hao berjalan perlahan meninggalkan ruangan itu.

Pintu di belakangnya tertutup dengan bunyi klik lembut, namun gema suaranya seakan menancap di telinganya.

Langkahnya terasa berat.

Entah karena tubuhnya masih kaku atau pikirannya yang penuh dengan pertanyaan.

Ia berhenti di tepi balkon penginapan tamu, menatap bulan di langit.

Angin malam membawa aroma lotus samar dari taman di bawah sana — aroma yang sama seperti yang memenuhi kamar Mei Xian’er tadi.

Membuat jantungnya kembali berdebar tanpa alasan.

“Apa yang sebenarnya sedang terjadi...” gumamnya lirih.

Ia mengusap wajahnya kasar.

“Baru kemarin aku hanya ingin mencari makan, dan sekarang... aku malah dijadikan calon suami pemimpin sekte gila yang bisa menghancurkan gunung dengan sentilan jari.”

Shen Hao menjatuhkan diri ke kursi bambu di beranda.

Cahaya bulan menyinari wajahnya yang lelah, sementara pikirannya berputar liar.

Ia mengingat kembali bagaimana tatapan Mei Xian’er terasa menusuk — bukan seperti tatapan biasa, tapi seperti seseorang yang sedang membedah isi jiwa.

Ada sesuatu di balik senyum lembutnya, sesuatu yang tidak sepenuhnya bisa ia pahami.

“Dia tahu... ada sesuatu di dalam diriku,” bisiknya. “Tapi bahkan aku sendiri tidak tahu itu apa.”

Ia menatap kedua telapak tangannya.

Sejak peristiwa di arena turnamen, ada rasa hangat samar yang kadang muncul di dalam dantiannya, seperti sesuatu sedang hidup di sana.

Setiap kali ia berkultivasi, rasa itu muncul — kuat, tapi tidak bisa ia kendalikan.

“Mungkinkah itu yang dia rasakan?” pikirnya. “Atau... hanya imajinasiku saja?”

Angin malam berhembus lembut, menggoyangkan rambutnya.

Suara serangga malam samar terdengar dari kejauhan, menciptakan kesunyian yang justru menekan.

Ia menatap langit lagi — bulan masih tinggi, tenang, seolah menertawakan kekacauan dalam pikirannya.

“Aku hanya ingin hidup tenang di dunia ini,” katanya dengan nada putus asa. “Kenapa malah berakhir seperti karakter utama novel kultivasi yang disiksa nasib...?”

Shen Hao menyandarkan kepalanya ke dinding bambu di belakangnya, memejamkan mata perlahan.

Namun, setiap kali kelopak matanya menutup, bayangan wajah Mei Xian’er muncul — tatapan matanya yang merah tua, lembut tapi berbahaya, senyumnya yang samar, dan suara lembutnya saat berkata:

“Aku akan menilai kemampuanmu.”

Ia membuka mata lebar-lebar.

“Tidak bisa tidur. Sama sekali tidak bisa tidur.”

Ia bangkit berdiri dan menatap arah kamar Mei Xian’er yang kini gelap, hanya cahaya lentera redup di depan pintunya.

Senyum getir muncul di wajahnya.

“Entah ini awal keberuntungan... atau awal bencana.”

Dan dengan helaan napas panjang, ia melangkah masuk ke kamarnya sendiri, menutup pintu perlahan.

Namun bahkan saat ia berbaring di ranjang batu giok yang dingin itu, aroma lembut lotus merah masih seolah mengelilinginya, membuat malam terasa panjang dan tak menentu.

1
mu bai
sebaiknya menggunakan bahasa indo formal lebih cocok thor
ZhoRaX: ok.. nanti diubah
👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!