Bagi Hasan, mencintai harus memiliki. Walaupun harus menentang orang tua dan kehilangan hak waris sebagai pemimpin santri, akan dia lakukan demi mendapatkan cinta Luna.
Spin of sweet revenge
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MJW 11
Laila segera mendatangi Hasan yang sedang sendirian di perpustakaan. Dia meminta ketiga temannya menyibukkan Riyas dan teman teman Hasan yang lain.
Hasan saat ini sedang memilih buku yang kebetulan tidak banyak siswa yang berada di lorong itu. Hanya dua orang, itu pun jaraknya cukup jauh.
"Aku mau bicara penting," ucap Laila tanpa basa basi. Sejak pertemuan keluarga besar mereka, Laila merasa dia punya hak atas Hasan.
Hasan ngga menjawab. Tetap serius memilih buku.
"Sebenarnya ada hubungan apa antara kamu dan Luna?"
"Kenapa kamu ingin tau?" Konsentrasi Hasan masih pada buku buku yang ada di depannya
Laila menarik nafas pelan, mencoba tetap sabar dengan merendahkan nada suaranya.
"Hasan, kita akan dijodohkan. Jadi aku perlu tau kenapa kamu bisa perhatian pada gadis lain selain aku calon istri kamu."
Hasan menatap Laila sekilas. Dia meraih dua buah buku yang dia cari.
"Aku belum menyetujui perjodohan kita."
Laila terbelalak. Dia ngga menyangka akan mendengar jawaban tegas dari Hasan. Padahal tiap ditanya selama dua tahun ini, Hasan tidak pernah memberikan jawaban apa apa.
"Kenapa kamu ngga berkata begitu di pertemuan keluarga. Kamu takut menyakiti hati kakek dan nenek?" todong Laila dengan hati hancur. Juga harga dirinya yang sudah tidak bisa dia tegakkan lagi.
Hasan menghela nafas pelan.
"Aku tidak ingin mempermalukanmu."
Laila makin ngga merasa berada di bumi yang sama lagi dengan Hasan. Dia hampir pingsan. Tapi dengan tenaga yang tersisa dia mencoba bertahan.
"Hasan.... tapi kenapa?" bibirnya bergetar saat bertanya.
"Aku hanya menganggapmu teman. Fokusku sekarang ke Kairo."
"Kamu bohong!" Hampir saja dia berteriak saking marahnya. Tapi adab yang selama ini dia pelajari menahannya. Hanya yang tidak bisa dia kontrol adalah kuatnya penekanan intonasi pada ucapannya.
"Aku tidak bohong."
"Jadi Luna kamu anggap apa?" Tanpa Hasan ketahui, Laila mengaktifkan menu rekam di ponselnya. Dia memang sudah mempersiapkannya sebelum menemui laki laki itu. Motonya sekali tepuk, dua lalat kepental
"Luna? Dia gadis baik."
"Hanya baik saja?" Hati Laila tambah panas.
Hasan menghela nafas pelan.
"Baik dan istimewa," jawab Hasan tenang sambil berlalu pergi meninggalkan Laila.
Laila tercekat. Tidak sesuai skenarionya.
Dia mengejar pelan langkah Hasan dan duduk di depan laki laki itu.
Hasan tidak menganggapnya ada. Dia malah membuka lembaran bukunya.
"Keluarga kamu ngga akan setuju kalo kamu pilih Luna." Laila masih berusaha menahan kemarahan yang siap membakar buku buku yang jadi fokus Hasan.
"Aku yang akan menikah."
Tangan Laila mengepal marah mendengar jawaban Hasan. Dia menarik nafasnya dalam dalam.
"Memangnya kamu akan diterima dia dan keluarganya? Mereka sangat kaya raya, San. Jodohnya juga pasti sudah ditentukan. Seperti kita."
"Itu urusan nanti. Sekarang kamu sudah tau, kan, jawabanku." Hasan tetap tidak menatap Laila.
Laila menatap Hasan marah. Benar benar marah.
"Kamu bisa katakan sendiri penolakanmu di depan orang tua dan kakek nenek kita. Kamu tau sendiri, kan, aku pilihan mereka sejak lama." Setelah mengatakannya, Laila bangkit dari duduknya dan bergegas pergi.
Hasan masih diam, seolah kepergian calon istrinya yang memendam marah itu bukan berkaitan dengan dirinya.
Satu yang dia pikirkan. Kata kata Laila bisa saja benar. Mungkin saja Luna juga dijodohkan.
*
*
*
Dalam.marahnya Laila malah ingin menangis. Untung dia mengenakan cadar, jadi ekspresi sedihnya tidak terlihat. Tapi matanya tidak bisa berbohong.
"Kamu ngga apa apa, Laila?" Bilqis, Namia dan Janna yang menunggu di luar gedung perpus segera mendekat.
Mereka tadi sudah berhasil menjauhkan Riyas dan keempat teman Hasan yang lain. Mereka sedang bermain basket sambil menunggu kedatangan Hasan. Kelas mereka akan rapat untuk penentuan tempat piknik setelah pengambilan raport.
Laila menggeleng, tapi air matanya telanjur tumpah.
Ketiganya terpaku.
Mereka bertengkar? Hanya itu yang bisa ketiganya pikirkan.
Nayla menyusut air matanya. Tap dalam hati yang masih penuh gemuruh marah, kecewa dan sedih, Lalia malah mendengar tawa dari para gadis hedon yang dia benci.
Mereka rupanya mau ke perpus, dan Laila tidak bisa menghindari pertemuan ini.
Dia janjian dengan Hasan? Kemarahannya makin berkobar di rongga dadanya. Benar benar ngga menyangka hubungan Hasan dan Luna sudah sangat jauh dan ngga bisa dia deteksi
"Luna," panggil Laila membuat Luna yang sedang bersama Nathalia dan Nevia menghentikan langkah . Mereka sudah berdiri berhadap hadapan.
Luna yang tidak mengenal Laila menatap aneh pada gadis itu. Cara memanggilnya seakan akan gadis itu sangat mengenalnya dan nadanya terdengar marah.
"Dia siapa?" tanya Nevia berbisik pada Luna.
Luna menggeleng.
"Ngga kenal."
"Sepertinya dia satu genk dengan Hasan," bisik Nathalia.
Mungkin juga, batin Luna. Karena cara pakaian ketiganya mengingatkannya dengan teman teman perempuan Hasan yang sering ada di sekitar laki laki itu.
Sementara Janna, Bilqis dan Namia menatap Laila khawatir.
Dia akan melabrak Luna? batin Janna.
"Kita belum saling kenal. Namaku Laila."
"Ooo.....," jawab Luna tenang.
"Ada apa, ya?"
Laila.menajamkan sorot matanya pada Luna yang tetap tenang membalas tatapannya.
"Mungkin kamu belum tau. Tapi Aku calon istri Hasan," ucapnya dengan nada penuh intimidasi.
Luna tetap tenang, seolah ngga terpengaruh dengan sikap sombong Laila.
"Mungkin kamu merasa mendapat perhatian Hasan hingga kamu memberikannya Jam tangan mahal untuknya tadi."
Luna merasa ke gap dengan kedua sepupunya yang kaget mendengar ucapan Laila. Ekspresi tenangnya mulai goyah.
"Kamu kasih Hasan jam tangan? Merek apa? Kok, ngga cerita?" tanya Nevia cerewet.
Pantas tadi dia buru buru pergi, batin Nathalia geli.
"Nanti aku cerita," jawab Luna untuk meredam interogasi Nevia. Saat ini ada yang lebih penting. Gadis yang ngaku jadi calon istri Hasan. Sebenarnya hati Luna sudah terusik karena pengakuan gadis itu.
"Hasan merasa bersalah sama kamu. Jadi perhatian yang dia berikan hanya untuk menebus rasa bersalahnya," pungkas Laila lagi.
Luna tersenyum, dia tau gadis ini frustasi hingga berkata seperti ini.
"Aku memberinya jam tangan juga karena ingin berterimakasih padanya. Lagi pula kita ini masih SMA. Kamu sudah ngga sabar banget mau nikah dengan dia?"
Nathalia dan Nevia tertawa pelan mendengar balasan dari Luna.
Kamu salah cari lawan, batin Nevia mengejek.
Laila tertegun, ngga menyangka mendapat ejekan sebagai balasan. Ketiga temannya merapat padanya sambil menahan nafas.
"Kami akan menikah nanti setelah lulus kuliah. Sekarang aku hanya memberitau kamu saja. Kamu harus tau, Hasan anak kyai ternana. Jodohnya tidak sembarangan."
"Dia belum tau siapa kita? Aneh," ejek Nevia dengan senyum sinisnya.
"Aku tau siapa kalian, karena itu aku mengatakan ini. Luna, kamu tidak cocok dengannya. Pakaianmu bisa memalukannya. Dia akan menjadi pimpinan santri di pesantrennya. Apakah kamu mau merubah cara pakaianmu demi bersama Hasan?" Laila berkata dengan nada mencemooh.
Terdengar tawa Nevia.
"Pakaian tidak mencerminkan apa pun. Yang penting itu hati," sarkas Nevia.
"Benar. Buat apa berpakaian seperti kalian, tapi memiliki sifat munafik?" Nathalia juga ikut mengejek.
Wajah Laila pucat dibalik cadarnya. Baru kali ini dia dimaki oleh orang orang yang di bawah standarnya. Gadis gadis hedon yang hanya bisa menghabiskan waktu dan uang orang tuanya sangat tidak sebanding dengan dirinya.
"Aku jadi ngga mood, nih, cari bahan buat tugas. Biar Ayra aja." Luna langsung memutar balik tubuhnya. Dia paling malas bertengkar dengan diperhatikan banyak orang. Kedua sepupunya tidak membantah. Karena perdebatan ini sudah mulai menarik perhatian siswa yang ada di sekitar mereka.
jujur aku penasaran kenapa hasan menolak laila??
ataukah dulu kasus luna dilabrak laila,, hasan tau??
udah ditolak hasan kok malahan mendukung tindakan laila??
Laila nya aja yg gak tahu diri, 2x ditolak msh aja ngejar²😡