Ranjang Tuan Lumpuh

Ruang kerja yang gelap, hanya menyisakan satu lampu sudut yang memang di biarkan menyala, memecah kegelapan. Diego terlihat sedang duduk bersantai di kursinya sambil menghisap cerutu.

"Tuan," panggil Ashan dari luar pintu yang di tutup.

"Masuk!"

Ashan melangkah masuk, membawa sebuah tablet di tangannya. "Laporan yang Anda minta, Tuan." Ia menyodorkan tablet yang langsung diambil Diego.

Mata pria itu menelisik, membaca setiap kata yang tertulis di sana dengan seksama. Di bawah cahaya lampu yang temaram, ia mengerutkan keningnya.

"Akurat?"

"Iya, Tuan. Saya bahkan menyuruh Rehan untuk turun ke lokasi."

Diego mengangguk, kemudian tersenyum licik dan memutar kursi kerja berporosnya. "Aku sudah tidak waras. Balas dendam diri sendiri saja belum terlaksana, malah membantu wanita asing!"

Hanya satu kali putaran, ia menghentikan kursi dengan memegang meja. "Menurutmu, aku ini gila?" Diego mandang Ashan.

"Tidak, Tuan. Mungkin, Anda sedang jatuh cinta."

"Ck, omong kosong." Decaknya kesal mendengar jawaban Ashan.

Jatuh cinta?

Konyol!

Diego bukan pria lajang yang tidak pernah merasakan cinta. Setidaknya selama 10 tahun, dia pernah mencintai satu orang dengan begitu tulus. Memperlakukan wanita itu layaknya ratu penguasa hatinya.

Namun, cinta seperti itu telah mati, terkubur bersama jasad Lyra. Seorang wanita berdarah Libya dengan garis keturunan timur tengah. Hidung yang mancung, garis alis lurus kehitaman, rambut panjang menggantung yang lebat nan indah.

Diego tiba-tiba terbayang. Akan garis wajah Lyra yang sudah lima tahun ini tertidur dalam damai. Tawa renyah dan senyum manis dari gadis itu, tanpa sadar membuat dua sudut bibir Diego meninggi.

"Tuan … Tuan Diego."

Panggilan Ashan membuat Diego tersentak kaget dari lamunan singkatnya. "Ohh, besok bawa aku ke perusahaan." Pandangan pria itu fokus menatap Ashan.

"Anda berniat kembali?"

"Eemm. Jalankan rencana kita lebih awal. Kebetulan, kita memiliki satu umpan."

Dua hari setelahnya.

Seorang maid menenteng satu set baju kerja, membawanya masuk ke dalam kamar Aishe. "Nona, Tuan Diego berpesan agar Anda memakai baju ini untuk ke kantor."

"Kenapa?" Aishe yang sedang mengoles lipstik menoleh. Memandangi wanita paruh baya yang baru saja berdiri di belakangnya.

"Tuan tidak berkata apapun. Hanya berkata demikian."

Aishe menghela napas panjang, kemudian mengambil baju yang di bawa maid dan segera mengganti bajunya. Setelan baju berwarna biru, dengan rok pendek yang senada, terlihat sangat cocok ia kenakan.

Yeah, seleranya cukup lumayan.

Aishe melihat pantulan dirinya di cermin, dan merasa bahwa warna biru sangat cocok, karena membuat kulitnya terlihat lebih putih. Puas dengan pilihan Diego, ia pun segera turun ke lantai bawah setelah selesai.

Hari ini adalah momen pertama kali Diego menginjakkan kakinya di perusahaan, setelah lima tahun lalu turun dari jabatannya. Para anggota dewan sebenarnya tidak mengusirnya dari perusahaan. Dia hanya dilengserkan sementara karena kesehatan.

Lantas, apakah hari ini dia kembali untuk merebut kembali jabatannya?

Hampir semua staf yang melihat Diego pagi ini, pun membicarakan hal yang sama.

"Tuan, ruang kerja saya ada di lantai dua," ucap Aishe ketika mereka hendak naik lift.

"Siapa yang menyuruhmu kesana?"

Perkataan Diego membuat Aishe binggung. "Hah? Lalu saya harus kemana?"

"Kamu pikir, dengan jabatan sebagai cleaning servic, bisa balas dendam?"

Aishe makin tidak mengerti dengan ucapan Diego, sampai akhirnya Ashan menjelaskan tentang posisinya terbarunya.

"Se-sekertaris?" Sentak Aishe kaget.

Bukannya menenangkan, kedua pria itu justru diam dengan memasang wajah cool. Seakan tidak peduli dengan ekspresi wajah shock Aishe.

Vote dan hadiah jangan sampai lupa.

Apa lagi Likenya.