Sungguh perjalanan yang penuh liku dan misteri! Dari seorang penyendiri dengan masa lalu kelam, Sean menjelma menjadi sosok yang ditakuti sekaligus dihormati, bahkan kekuatannya mampu mengguncang sebuah kerajaan. Keputusannya untuk "pensiun" dan menyerahkan tanggung jawabnya kepada Sang Pencipta membuka lembaran baru bagi alam semesta.
Kelahiran Ling di tengah hutan belantara, jauh dari hiruk pikuk dunia luar, seolah menjadi jawaban atas permintaan Sean. Kehidupan damai Ling di hutan, pertemuannya yang tak terduga dengan dunia luar, dan bakatnya yang luar biasa membawanya ke Akademi Peacock, tempat di mana potensi tersembunyinya mulai terungkap.
Pertemuannya dengan Dekan Fu Dai menjadi titik balik penting dalam hidup Ling. Bimbingan khusus dari sang Dekan membuka jalannya untuk memahami dan mengendalikan 'Napas Pembekuan Roh', sebuah kekuatan unik yang misterius. Latihan yang keras dan pengetahuan yang ia dapatkan di akademi perlahan mengikis kebingungannya dan mengasah kemampuannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.Xg, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ling belajar menggunakan senjata
Kembalinya Tuan Fu Bai dan rombongan profesor ke Akademi Peacock disambut dengan kelegaan bercampur tanya di kalangan murid. Kesepakatan aliansi dengan Akademi Daun Semanggi dan Akademi Guntur memang memberikan harapan baru, namun aura tegang yang masih menyelimuti para petinggi akademi terasa begitu nyata.
Dekan Fu Dai merasakan jantungnya berdebar kencang saat mata tajam Tuan Leluhur Fu Bai menatapnya. Ia tahu betul betapa sensitifnya leluhurnya itu, terutama jika menyangkut harga diri dan potensi menjadi bahan ejekan Tuan Leluhur Haya Zo.
"Fu Dai, ikut aku ke tempatku. Ada beberapa hal yang perlu kita bicarakan," ajak Tuan Fu Bai dengan nada datar namun sarat akan potensi masalah.
Insting Dekan Fu Dai berteriak bahaya. Dengan gerakan cepat dan senyum dibuat-buat, ia berdiri di samping Profesor Long. "Bagaimana kalau kita ajak Profesor Long juga, Tuan Leluhur? Beliau mungkin punya pandangan yang menarik," sarannya dengan nada riang yang jelas dibuat-buat. Namun, Profesor Long langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat, matanya membulat penuh ketakutan.
Tuan Fu Bai tersenyum tipis, namun matanya menyimpan kilatan yang sulit dibaca. "Ide bagus, Fu Dai. Semakin banyak kepala, semakin baik," ucapnya sebelum tiba-tiba menghilang dari hadapan seluruh profesor, meninggalkan jejak angin yang dingin. Profesor Long, yang kini merasa terperangkap dalam masalah akibat 'keselamatan' yang ditawarkan Dekan Fu Dai, berbisik panik kepada Profesor Jia Li sambil menyerahkan sebuah botol kecil berisi serbuk berwarna samar.
Dekan Fu Dai, yang terlalu fokus pada nasibnya sendiri, tidak menyadari interaksi mencurigakan itu. Padahal, dengan gerakan tanaman merambat yang halus dan nyaris tak terlihat, Profesor Jia Li telah memasukkan serbuk dari Profesor Long ke dalam lipatan jubah Dekan Fu Dai.
"Ayo, Profesor Long," Dekan Fu Dai menarik lengan Profesor Long dengan paksa, melambaikan tangan canggung kepada para profesor lain yang mulai berpisah menuju tugas masing-masing.
"Profesor Jia Li, apa yang tadi kamu masukkan ke dalam baju Dekan Fu Dai?" tanya Profesor Hua Mei dengan nada ingin tahu bercampur geli. Profesor Jia Li berbisik menjelaskan, dan tak lama kemudian, keduanya tertawa cukup keras, bahu mereka berguncang.
"Biar pria tua itu tahu rasa," geram Profesor Hua Mei dengan nada puas. "Kalau saja tadi tidak ada para leluhur dari akademi lain, mungkin kita semua sudah menjadi sarana percobaan Tuan leluhur. Lagian, kenapa dia bisa muncul tiba-tiba di sana? Kalau saja tidak ada Tuan leluhur, sudah kuhajar dia saat kembali!" Profesor Jia Li mengangguk setuju, seringai licik menghiasi wajahnya.
Profesor Yu Zhang, yang melihat gelagat kedua wanita itu, segera melangkah pergi. Ia tahu betul ke mana arah pembicaraan mereka dan tidak ingin terseret dalam lingkaran gosip yang menurutnya tidak produktif.
Di lapangan latihan yang kembali ramai oleh para murid, instruksi dari para profesor yang baru kembali terdengar menggema. Ling, yang biasanya berlatih sendiri di bawah bimbingan Dekan Fu Dai, kini bergabung dengan murid kelas S lainnya. Profesor Yu Zhang, yang ditunjuk untuk sementara menggantikan Dekan Fu Dai mengajar kelas S, mengatakan bahwa gurunya sedang memiliki urusan penting, sehingga ia meminta Ling untuk belajar bersama teman-temannya.
Setelah sekian lama berlatih dalam kesunyian, Ling merasakan kehangatan dan semangat belajar bersama teman-temannya. Namun, bayangan bencana besar yang akan datang selalu menghantuinya, membuat suasana kebersamaan ini terasa rapuh dan mungkin tidak akan bertahan lama.
Pelajaran kali ini dipimpin oleh Profesor Yu Zhang, yang dengan mahir mengajarkan dasar-dasar penggunaan berbagai jenis senjata. Mulai dari memanah dengan busur yang tampak sederhana namun mematikan di tangannya, mengayunkan pedang dengan gerakan anggun namun penuh kekuatan, hingga menusuk dan menangkis dengan tombak yang tampak menyatu dengan tubuhnya. Keahlian Profesor Yu Zhang dalam menggunakan semua senjata itu begitu memukau.
Ling, yang selama ini hanya fokus pada pengembangan kultivasi dan teknik bela diri tanpa senjata, merasa tertarik sekaligus frustrasi. Ia memberanikan diri untuk bertanya, "Profesor, kalau boleh tahu, bagaimana cara mengetahui senjata mana yang tepat untuk kita gunakan? Selama ini saya mencoba menggunakan tombak dan pedang, tetapi rasanya selalu canggung dan tidak efektif. Pelajaran yang diberikan oleh Guru juga tidak pernah membahas penggunaan senjata, sehingga saya bingung bagaimana cara menemukan senjata yang cocok untuk saya."
Profesor Yu Zhang menghentikan demonstrasinya dan menghampiri Ling dengan senyum ramah. "Pertanyaan bagus, Ling. Bagaimana kalau kita coba dengan panahan terlebih dahulu? Ini adalah senjata jarak jauh yang membutuhkan fokus dan ketenangan. Mari kita lihat apakah memanah adalah 'bahasa' yang cocok untukmu. Jika memang iya, kamu bisa bergabung dengan kelasku untuk pelajaran senjata. Nanti akan kubicarakan dengan gurumu."
Mata Ling berbinar-binar mendengar tawaran itu. Selama ini, ia memang menyimpan keinginan untuk mempelajari penggunaan senjata, namun Dekan Fu Dai selalu menekankan pentingnya fondasi kultivasi dan teknik dasar terlebih dahulu. Kesempatan ini terasa seperti angin segar.
Selama pelajaran memanah, Ling menunjukkan bakat yang mengejutkan. Dengan cepat ia memahami teknik dasar menarik busur, membidik, dan melepaskan anak panah dengan akurasi yang meningkat pesat. Profesor Yu Zhang mengangguk-angguk kagum melihat potensi terpendam Ling dalam seni memanah.
Namun, keberhasilan Ling dalam waktu singkat menarik perhatian yang tidak menyenangkan. Bai Hou, Gua Hong, dan Fang Fang, tiga murid kelas S yang selama ini merasa iri dengan perhatian yang diterima Ling, terutama setelah ia menjadi murid pribadi Dekan Fu Dai, mulai menunjukkan ketidaksukaan mereka secara terang-terangan. Mereka berbisik-bisik sinis setiap kali Ling berhasil mengenai target dengan tepat, dan tatapan mereka dipenuhi dengan dengki.
"Lihatlah si 'anak kesayangan guru'," bisik Bai Hou kepada Gua Hong dan Fang Fang sambil melirik Ling yang sedang fokus membidik. "Baru belajar sebentar saja sudah sok hebat."
"Dia memang selalu mencari perhatian para profesor," timpal Gua Hong dengan nada meremehkan. "Dulu mendekati Dekan, sekarang mencoba menjilat Profesor Yu Zhang."
Fang Fang menambahkan dengan sinis, "Pasti ada udang di balik batu. Kenapa tiba-tiba dia tertarik belajar senjata? Mungkin dia merasa kekuatannya tanpa senjata tidak cukup."
Tantangan bagi Ling tidak hanya datang dari kesulitan mempelajari senjata baru, tetapi juga dari atmosfer permusuhan yang diciptakan oleh ketiga murid yang iri tersebut. Mereka seringkali mencoba mengganggunya saat berlatih, entah dengan senggolan 'tidak sengaja' atau komentar-komentar pedas yang bertujuan untuk meruntuhkan semangatnya. Ling harus belajar untuk tidak hanya menguasai seni memanah, tetapi juga menghadapi tekanan dan persaingan yang tidak sehat dari teman-temannya sendiri. Ia harus membuktikan bahwa kemampuannya adalah hasil kerja keras dan bukan sekadar mencari muka.
Di dalam gua yang tenang, Dekan Fu Dai dan Profesor Long berdiri dengan canggung di hadapan Tuan Fu Bai yang baru saja mengakhiri meditasinya. Suasana hening menyelimuti mereka, tak seorang pun berani membuka percakapan karena khawatir mengganggu sang leluhur.
Tiba-tiba, Dekan Fu Dai merasakan sensasi gatal yang luar biasa menyerang tubuhnya. Ia refleks menggaruk punggungnya dengan tangan. Namun, anehnya, bekas garukan itu justru memicu rasa gatal di bagian tubuh lain yang tak sengaja ia sentuh. Dalam sekejap, seluruh tubuhnya terasa seperti digigit ribuan semut, membuatnya tanpa sadar mengeluarkan erangan kecil yang mengusik keheningan.
Tuan Fu Bai membuka matanya, tatapannya yang tajam langsung tertuju pada Dekan Fu Dai yang kini tampak gelisah dan menggaruk tubuhnya dengan panik.
'Kenapa tubuhku tiba-tiba terasa gatal seperti ini?' batin Dekan Fu Dai sambil tersenyum kaku pada Tuan Fu Bai yang kini telah sepenuhnya bangun dari meditasinya dan menatapnya dengan penuh selidik.
Profesor Long, yang berdiri di sisi Dekan Fu Dai, hanya bisa menahan senyum. Dalam hatinya, ia merasa puas melihat Dekan Fu Dai merasakan efek serbuk gatal buatannya. 'Rasakan itu, Dekan seenaknya sendiri menyeretku ke dalam masalah,' pikirnya dengan nada kemenangan tersembunyi.
Tuan Fu Bai, yang melihat tingkah aneh Dekan Fu Dai yang tak kunjung berhenti menggaruk, mengibaskan tangannya dengan sedikit kesal. Seketika, Dekan Fu Dai terlempar keluar dari dalam gua dengan bunyi gedebuk yang keras.
Tuan Fu Bai kemudian mengalihkan pandangannya pada Profesor Long. "Untukmu, Profesor Long, perlihatkan lah kemampuanmu dalam meracik ramuan kepadaku. Dan aku juga ingin mendiskusikan tentang potensi para murid kelas S denganmu." Ucapnya sambil duduk dengan tenang di atas sebuah batu datar yang memang tampak seperti kursi alami.
Tuan Fu Bai menunjuk kursi batu lain yang berada di hadapannya, mempersilakan Profesor Long untuk duduk. Setelah Profesor Long duduk dengan sedikit canggung, mereka mulai membahas potensi para murid di akademi, terutama murid kelas S yang masa depannya tampak misterius, serta ancaman bencana besar yang membayangi. Tuan Fu Bai ingin memahami lebih dalam kemampuan Profesor Long sebagai seorang alkemis dan bagaimana keahliannya itu dapat membantu mereka menghadapi krisis yang akan datang.