Seorang psikopat yang ber transmigrasi ke tubuh seorang gadis, dan apesnya dia merasakan jatuh cinta pada seorang wanita. Ketika dia merasakan cemburu, dia harus mengalami kecelakaan dan merenggut nyawanya. Bagaimana kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
Alice tersenyum tipis dan mengangguk, menunjukkan kepercayaan dirinya. "Ya. Aku sudah merenovasi kamarku tadi pagi. Aku ingin membuat kamarku lebih nyaman dan sesuai dengan selera aku agar tidak lagi seperti gudang, karena kalau menunggu orang peka itu tidak akan pernah mungkin, apalagi harus mengemis dengan orang yang kerjanya mengorupsi hak orang," kata Alice dengan nada yang menyindir.
Lucy mengerutkan keningnya, dia juga sedikit tersentil dengan jawaban Alice. Namun dia tidak mau menunjukkannya. "Tadi pagi? Bagaimana kamu bisa merenovasi kamarmu dalam waktu yang singkat? Apakah kamu mempekerjakan banyak orang untuk melakukannya?" tanya Lucy dengan nada yang curiga, sambil menatap Alice dengan tatapan yang tajam.
Alice mengangguk lagi, tidak terpengaruh oleh rasa curiga Lucy. "Ya. Aku mempekerjakan beberapa orang untuk membantu aku merenovasi kamarku. Aku ingin hasilnya maksimal dan sesuai dengan keinginan aku, kenapa aku meminta mereka merenovasi kamarku di pagi hari? Itu karena agar Tuan dan Nyonya rumah ini tidak mempersulit mereka, apalagi yang mau Anda tanyakan? Mumpung aku masih disini," kata Alice dengan nada yang netral, seolah-olah tidak ada yang aneh.
Lucy semakin penasaran tentang sumber uang Alice. "Berapa biaya renovasi kamarmu? Apakah itu mahal?" tanya Lucy dengan nada yang ingin tahu, sambil memiringkan kepalanya.
"Oh, renovasi kamarku? Tidak terlalu mahal kok," kata Alice dengan nada santai, sambil tersenyum tipis. "Aku sudah tahu apa yang aku inginkan, jadi aku bisa mengontrol biayanya dengan baik. Aku memilih bahan-bahan yang bagus tapi tidak terlalu mahal. Totalnya cuma 50 juta, lumayan murah untuk hasil yang maksimal," kata Alice dengan nada yang percaya diri, sambil mengamati reaksi Lucy dengan mata yang tajam.
Alice menambahkan dengan nada yang sedikit membanggakan, "Aku memang pintar mengelola keuangan, jadi aku bisa mendapatkan hasil yang bagus tanpa harus mengeluarkan biaya yang terlalu besar," kata Alice dengan senyum yang semakin lebar, sepertinya dia berhasil memanas-manasi Lucy.
Lucy terkejut mendengar angka yang disebutkan Alice, dan dia tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. "50 juta? Itu bukan jumlah yang kecil, Alice. Bagaimana kamu bisa membayar biaya sebesar itu?" tanya Lucy dengan nada yang curiga, sambil mengerutkan keningnya.
Alice tersenyum dan mengangkat bahu, menunjukkan kepercayaan dirinya. "Tergantung dari perspektif. Bagi sebagian orang, 50 juta mungkin dianggap mahal, tapi bagi aku, itu adalah investasi untuk membuat kamarku lebih nyaman dan sesuai dengan keinginan aku," kata Alice dengan nada yang santai.
Lucy menggelengkan kepala, menunjukkan rasa tidak mengerti nya. "Aku tidak bisa memahami bagaimana kamu bisa menghabiskan uang sebanyak itu untuk renovasi kamar. Apakah kamu tidak memiliki prioritas lain yang lebih penting?" tanya Lucy dengan nada yang tidak mengerti.
Alice hanya tersenyum dan mengangkat bahu, menunjukkan kepercayaan dirinya. "Prioritas itu subjektif. Bagi aku, memiliki kamar yang nyaman dan sesuai dengan keinginan aku adalah prioritas yang penting,"
"Kalau begitu, kamu juga harus merenovasi kamar Marina juga, aku yakin kamu masih memiliki uang," kata Lucy dengan nada yang meminta, sambil menatap Alice dengan tatapan yang tajam.
Alice tersenyum miring, menunjukkan rasa tidak percaya dirinya terhadap permintaan Lucy. "Apakah Anda sedang merampokku? Kenapa harus aku yang merenovasinya sementara hak yang seharusnya menjadi milikku saja tidak Anda berikan? Dasar tidak tahu malu," kata Alice dengan nada yang sedikit sarkastis, sambil menggelengkan kepala.
Alice kemudian beranjak pergi meninggalkan Lucy, yang menahan geram dan rasa tidak puas. Dalam hati, Alice tertawa kecil, merasa bahwa Lucy sudah terpancing dengan mudah.
"Begitu saja sudah terpancing, dasar bodoh," gumam Alice dalam hati, sambil tersenyum sendiri. Alice merasa bahwa dia sudah berhasil membuat Lucy naik darah, dan sekarang dia bisa menikmati kamar barunya dengan tenang.
**
Marina baru saja pulang, dia mengenakan tas ransel dan membawa beberapa barang belanjaan. Matanya langsung tertuju pada mobil baru yang terparkir di halaman rumah, membuatnya penasaran. Mobil itu berwarna hitam mengkilap, dengan desain yang elegan dan modern. Dia penasaran siapa yang memiliki mobil itu, dan mengapa mobil itu terparkir di rumah mereka.
"Mobil siapa ini?" tanya Marina dengan rasa ingin tahu yang besar, sambil meletakkan tas ransel dan barang belanjaan di tanah. Dia memandang mobil itu dengan seksama, mencoba menebak siapa yang memiliki mobil itu.
Tiba-tiba, mobil Anton masuk dan parkir di sebelah mobil baru itu. Anton melangkah keluar dari mobilnya, dengan senyum yang hangat di wajahnya. "Marina, mobil siapa ini?" tanya Anton, sambil memandang mobil baru itu dengan rasa penasaran.
Marina menggelengkan kepala, "Aku tidak tahu, Pa. Aku baru saja sampai dan melihat mobil ini terparkir di sini."
Anton memandang mobil itu dengan lebih dekat, mencoba menebak siapa yang memiliki mobil itu. "Hmm, mungkin ada tamu yang datang?" katanya dengan suara yang penuh spekulasi.
Marina dan Anton berdua kemudian masuk ke dalam rumah, masih penasaran tentang mobil baru yang terparkir di halaman rumah. Mereka berdua berjalan ke ruang tamu, dan Marina langsung menuju ke sofa untuk meletakkan tas ransel dan barang belanjaan.
"Pa, aku rasa kita harus tanya Mama tentang mobil itu," kata Marina, sambil memandang Anton dengan mata yang penasaran.
Anton mengangguk, "Ya, mungkin Mama tahu tentang mobil itu."
Anton kemudian memanggil Lucy, "Sayang, bisa kamu datang ke ruang tamu sebentar?"
"Baik, tunggu sebentar," sahut Lucy dari arah dapur.
Beberapa saat kemudian, Lucy keluar dari dapur dan masuk ke ruang tamu. "Apa yang terjadi?" tanyanya dengan senyum.
"Mama, mobil siapa yang terparkir di halaman rumah?" tanya Marina dengan rasa ingin tahu yang besar.
Lucy tersenyum tipis dan berkata, "Jika Mama beritahu, pasti kalian tidak akan percaya."
Anton dan Marina berdua penasaran, "Memangnya kenapa?" tanya Anton.
Lucy menjawab dengan nada yang agak dingin, "Karena mobil itu milik Alice."
Anton dan Marina berdua terkejut, mata mereka terbuka lebar karena tidak percaya.
"APA?" seru Anton dengan suara yang keras.
Marina juga terkejut, "Bagaimana bisa?"
"Bagaimana bisa Alice membeli mobil semahal itu?" tanya Anton dengan nada yang tidak percaya.
Marina menggelengkan kepala, "Ya, Alice kan masih mahasiswa, dari mana dia bisa membeli mobil?"
"Jual dir1 mungkin," kata Lucy asal, padahal sebelumnya Alice sudah menjelaskannya, namun karena sikap Alice yang menurutnya kur4ngajar padanya, dia mengatakan hal yang berbeda.
Anton dan Marina berdua saling memandang, masih tidak percaya dengan apa yang mereka dengar.
Anton mengepalkan kedua tangannya dan langsung melangkah ke kamar Alice dengan emosi tinggi, wajahnya merah karena marah.
Melihat Anton marah, Lucy tersenyum. "Kena kamu, bocah. Salah siapa main-main denganku," katanya dalam hati.
Anton berjalan dengan langkah yang cepat dan emosi yang kuat menuju kamar Alice, diikuti Marina dan Lucy. Dia tidak bisa menahan emosinya lagi dan ingin segera meminta penjelasan kepada Alice. Dengan tangan yang tergenggam kuat, Anton menggedor pintu kamar Alice dengan keras.
"ALICE!" seru Anton dengan suara yang keras dan emosi yang kuat.
"Buka pintu!" Anton terus menggedor pintu kamar Alice, menuntut penjelasan atas tindakannya yang dianggap tidak masuk akal.
Pintu kamar Alice terbuka, dan Alice berdiri di depan pintu dengan wajah yang tenang. "Ada apa?" tanya Alice dengan nada yang santai, tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan atau kegelisahan.
Anton memandang Alice dengan mata yang marah, "Mobil itu! Bagaimana kamu bisa membeli mobil semahal itu?!" tanya Anton dengan nada yang masih keras.
Anton tidak bisa menahan emosinya lagi dan ingin segera mendapatkan penjelasan dari Alice.
Alice tersenyum, "Apakah istrimu tidak memberitahumu, Papa?"
"Jadi, benar jika kamu mendapatkan uang dengan menju@l diri?" tanya Anton dengan wajah yang memerah.
"Wah-wah, ternyata dia mau mengadu domba aku. Hmm, boleh-boleh, sepertinya akan tambah menarik," kata Alice dalam hati.