Seorang mafia kejam yang ingin memiliki keturunan. Namun sang istri hanya memiliki sedikit kemungkinan agar dia dapat mengandung. Begitu tipis kesabaran yang di miliki oleh pria tersebut pada akhirnya dia mengambil jalan tengah untuk memiliki keturunan dari wanita lain. Apakah nantinya sang Istri dapat menerima dengan senang hati merawat anak dari wanita lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceritasaya22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
INSAN YANG BARU
Tanpa sadar Naraya mulai meremas buah semangka sendiri dan pinggulnya secara alami mulai bergoyang.
Ia menengadah dan mencoba merasakan setiap inci kenikmatan, yang merayap di dalam gua miliknya.
Naraya mend**esah dan terus men**gerang saat satu jari lagi ikut masuk ke dalam. Perih, tapi nikmat. Terasa begitu ketat, tapi begitu mera**ngsa*ng.
Gesekan semakin kuat dan kasar, membuat tubuh Naraya terguncang kuat. Punggung Naraya disandarkan pada dasbor mobil dan ia menunduk, menatap bagaimana goa miliknya itu digerayangi begitu kasar.
Tatapan Ferry juga tertuju pada goa merah muda itu, yang dimainkannya dengan kasar.
"Hmmm, lebih kencang..." ucap Naraya ditengah erangan . Permintaannya dipenuhi, jari jemari itu semakin brutal dan menggesek tanpa ampun.
Namun, itu yang membawa Naraya mencapai kenikmatan dan berteriak kencang, dengan tubuh bergetar hebat.
Dengan napas memburu Naraya memindahkan tubuh dari pangkuan Ferry ke kursi samping.
Menyandarkan tubuhnya yang kelelahan, tangan rampingnya mulai merapikan pakaiannya kembali. Apakah memadu kasih membuatnya bahagia? Walaupun hanya sesaat.
Setelah semua selesai, maka ia kembali merasa marah dan kesal. Ferry menarik resleting celana dan menghadap ke arah sang Nyonya. Pemuda itu menatap dengan penuh cinta, memadu kasih sekali tidak pernah cukup.
Memberanikan diri, tangannya yang kekar terulur ke arah sang Nyonya dan mengelus leher jenjang itu. Sentuhan ringan di leher, membuat tubuh Naraya menegang. Bukan karena hasrat melainkan amarah.
Dengan tangannya, ia menampik tangan Ferry dari lehernya.
PLAK!
Satu tamparan melayang ke wajah pemuda itu. Ferry tercengang. Ia tidak menyangka akan mendapatkan tamparan.
"HEI! TAHU DIRI SEDIKIT!" raung Naraya dengan tatapan membunuh yang ditujukan kepada Ferry sang pengawal .
"Jangan pernah memulai! Dalam hubungan ini, aku yang memimpin dan kamu pihak yang patuh. Jika kamu kembali tidak tahu diri, maka kamu akan dipecat dan aku hanya perlu menemukan pria lain!" tandas Naraya dan membuka pintu mobil dan segera turun .
Melangkah ke belakangan membuka pintu penumpang bagian belakang dan masuk. "Pergi ke pusat kebugaran tengah kota!" perintah Naraya , tanpa menatap ke arah Ferry yang masih tercengang dan kaget .
Ferry akhirnya sadar, ia hanya pemuda sewaan pemuas napsu sang Nyonya. Bukan hanya sebagai pemuas napsu, tapi juga tempat pelampiasan amarah wanita itu. Walau sedikit kecewa tapi Ferry patuh.
Sebab, ia masih menyukai tubuh molek itu dan uang. "Baik Nyonya." Sang pengawal pun melajukan mobil menuju pusat kota.
.*.*.*
Ziya menatap keluar jendela dan langsung tersenyum lebar, saat melihat ada mobil yang berbelok masuk ke halaman Mansion.
Satu minggu kembali berlalu dengan begitu lambat. Selama itu pula, ia terus menatap keluar jendela untuk menunggu.
Menunggu pria itu datang menemuinya. Walau selama dua minggu ini, ia harus menelan rasa kecewa, tapi semua itu impas saat ia melihat ada yang datang ke Mansion. Membuka pintu kamar dengan terburu-buru, langkah kaki Ziya terhenti saat dihadang oleh seorang pelayan, yang selalu berjaga di depan pintu kamarnya.
"Selamat pagi, Nona. Apakah ada yang dapat saya bantu?" tanya si pelayan sopan.
"Hmmm, a-aku aku harus turun dan melihat siapa yang datang," jawab Lyra tergagap.
"Maaf, Nona. Namun, Tuan Besar berpesan bahwa Nona tidak dapat pergi menemui merekad engan sesuka hati. Nona hanya dapat bertemu dengan Tuan Besar ataupun Tuan, jika mereka berkehendak," ujar si pelayan sopan.
"T-Tapi, tapi hanya sebentar. Aku - "
"Maaf, Nona. Aku tidak dapat mengizinkan dan jika Nona bersikeras, maka aku yang akan menanggung akibatnya. Jadi, aku mohon pengertian Nona," ujar si pelayan dengan panik.
Perintah itu diturunkan dua minggu yang lalu dan sanksi keras juga telah ditegaskan, jika mereka lalai mengemban tanggung jawab.
Ziya terdiam. la tentu tidak berniat mencelakai orang lain, tapi rasa rindunya begitu membuncah.
"Jika begitu, bisakah kamu lihat siapa yang datang? Aku akan tetap di kamar, jadi tolong bantu aku," pinta Ziya dengan wajah memelas.
Pelayan itu, jelas terlihat ragu. Namun, ini lebih baik dibandingkan jika sang Nona tidak patuh. Akhirnya, si pelayan mengangguk dan berkata.
"Baik. Silakan Nona, menunggu di dalam." Ziya mengangguk dan kembali masuk ke dalam kamar, lalu duduk di sisi ranjang.
Hanya dengan memikirkan pria itu berada di atap yang sama dengannya, sudah mampu membuat darah Ziya berdesir dan jantungnya berdegup tidak normal.
Ia sadar telah jatuh cinta terhadap pria yang tidak boleh dicintai. Namun, semua sudah terlanjur dan Ziya berusaha mengesampingkan semua luka yang akan tertoreh saat ini berakhir.
Tidak sampai lima menit, pintu kamar terbuka dan si pelayan melangkah masuk dan berkata, "Tuan Besar dan Tuan, yang datang bersama dokter dan perawat." Rasa rindu yang membuncah, langsung lenyap saat mendengar dokter dan perawat juga hadir.
Tes apalagi yang harus ia jalani? Lyra yang tanpa sadar, menyentuh perutnya sendiri. Setelah menyampaikan hal tersebut, si pelayan pun keluar dan kembali berjaga di depan kamar.
Ziya menundukkan wajah dan menatap ke arah perut, yang masih datar. Ia tidak ingin memikirkan apa yang akan terjadi nanti sebab ia sangat takut .
Bagaimana ia melahirkan menyerahkan bayinya dan berpisah dengan pria itu. Ziya tidak yakin setelah semua itu, ia dapat kembali ke kota asal dan hidup normal seperti sebelumnya . Ia sungguh ragu.
Ketukan di pintu, membuat Lziya ra terkejut dan tubuhnya terlonjak.
"M-masuk." Setelah mendapat izin dari Ziya barulah pintu kamar dibuka dan kepala pelayan melangkah masuk.
"Selamat pagi, Nona. Nona harus turun ke lantai bawah, bersama diriku," jelas si kepala pelayan sopan.
"B-baik." Ziya pun berdiri dan melangkah keluar dari kamar mengikuti si kepala pelayan dari belakang.
Di lantai bawah, Ziya kembali diantar ke ruangan itu. Ruangan dimana ia melakukan tes kehamilan, dua minggu yang lalu.
"Silakan masuk, Nona," ujar si kepala pelayan, setelah membuka daun pintu ganda kayu dengan ukiran yang indah. Ziya patuh dan melangkah masuk, dengan tatapan yang diedarkan.
Tatapannya langsung menangkap sosok pria itu, pria yang begitu dirindukannya. Spontan langkah kaki Ziya terhenti, dengan tatapan yang terkunci kepada pria itu. Hanya dengan beradu pandang, mampu menyalakan percikan hasrat yang membabi-buta.
Gelegar hangat menguasai tubuh dan kewanitaannya. Ziya tidak malu, ia yakin hasrat dan rasa rindunya terlihat jelas dari bola matanya.
Bahkan, saat ini Ziya merasa hanya ada mereka berdua di ruangan ini dan yang lain tidaklah penting. Darren Arshaq Ryzadrd juga merasakan hal yang sama.
Mulai dari perjalanan menuju Mansion sudah membuat rasa rindu dan hasrat nya membuncah dengan hanya memikirkan akan bertemu dengan wanita itu membuatnya sulit mengendalikan diri.
Namun yang tidak disangka, dorongan hasrat semakin memuncak saat mereka berhadapan seperti ini. Jarak mereka terpaut hampir lima meter, tapi seakan ada gelombang tak terlihat yang menghubungkan mereka berdua.
Itulah yang dirasakan Darren dan Ziya pada saat yang bersamaan.
"Ehem!" Tuan Besar Ryzadrd berdeham, memutuskan kontak magis di antara kedua orang itu.
Ia pria tua itu telah banyak belajar tentang hubungan pria wanita dan hubungan antara putranya dengan gadis sewaan itu, cukup membuatnya risau.
"Segera lakukan pemeriksaan!" perintah Tuan Besar Ryzadrd. Segera si perawat menghampiri Ziya dan menuntunnya ke arah ranjang pemeriksaan, yang telah disiapkan.
"Silakan berbaring Nona," ujar si perawat dan membantu
iya naik ke atas ranjang tersebut. Jantung Ziya berdebar tidak karuan, ia panik dan gelisah.
Namun, saat melihat pria itu melangkah mendekat dan berhenti tidak jauh dari ranjang, barulah Ziya merasa sedikit tenang.
Perawat menyingkap sedikit atasan yang dikenakan Ziya dan memoleskan gel yang begitu dingin, pada bagian bawah perutnya.
Dokter pun mulai menempelkan alat ke perut Ziya , dengan tatapan semua orang tertuju pada layar monitor yang cukup besar.
"Usia kandungan lima minggu, pertumbuhan normal dan mari kita dengarkan detak jantungnya," jelas sang dokter singkat.
Tatapan Ziya menghangat, saat ia melihat ke arah monitor. Sesuatu yang begitu kecil, tumbuh dalam rahimnya dan rasanya begitu istimewa.
Namun, itu belum seberapa dibandingkan saat suara detak jantung janin diperdengarkan.
Suara denyut jantung janin di dalam rahim Ziya , membahana di ruangan ini. Semua orang terdiam, seakan tersihir oleh suara detak jantung yang berirama cepat itu.
Tidak terasa air mata Ziya mengalir, membasahi wajahnya. Perasaannya menghangat, menyadari ada kehidupan lain di dalam tubuhnya. Rasa cinta dan sayang, membuncah.
Ia menyayangi, jiwa lain yang tumbuh dalam rahimnya. Pusaran rasa hangat yang menguasai dirinya, langsung menguap saat Tuan Besar membuka suara.
"Jadi, kapan waktu perkiraan anak itu akan dilahirkan?" tanya Tuan Besar Ryzadrd, memecah keheningan. Dokter menjauhkan alat dari perut bagian bawah Ziya dan suara detak jantung janin tidak lagi terdengar.
Saat itulah, Ziya seakan dipanggil bangun dari lamunan untuk menghadapi kenyataan. Dokter itu bangkit dari duduknya dan melangkah ke sudut ruangan yang lain diikuti oleh Tuan Besar Ryzadrd dan Darren , sambil menjelaskan kepada mereka.
Seperti biasa, Ziya tidak diizinkan terlibat dalam penyampaian informasi, walaupun ia adalah pihak yang mengandung.
"Ayo Nona," ujar si perawat, membuyarkan sisa lamunan Ziya . Perawat membersihkan perut Ziya , menggunakan tisu dan membantunya turun dari ranjang pemeriksaan.
Dengan kaki gemetaran, Ziya turun dan menghapus jejak air mata dari wajahnya. Perawat itu, mengarahkannya ke arah pintu keluar ruangan ini. Tanda bahwa keberadaannya tidak dibutuhkan lagi.
Dengan langkah kaki yang berat, Ziya menoleh ke arah sudut ruangan di mana pria itu berada. Pria itu berdiri membelakanginya dan memamerkan punggung bidang, yang seakan menjanjikan kehangatan dan rasa aman.
"Nona, silakan keluar." Kembali, suara si perawat membangunkan Ziya dari lamunannya. Mengangguk dan kemudian melangkah keluar meninggalkan ruangan itu, dengan berat hati.
Seperti biasa, di depan ruangan sudah ada pelayan yang menunggu dan mendampinginya untuk kembali ke dalam kamar.
....
Kembali ke ruangan di mana Dastan berada.
Keningnya mengernyit dan bibirnya terkatup rapat, membentuk satu garis lurus. Butuh usaha keras, untuk tidak berlari ke arah wanita itu dan merengkuhnya ke dalam pelukan.
Rasa apa ini? Seumur hidupnya, ia tidak pernah bereaksi seperti ini. Rasa rindu, membuatnya hampir lepas kendali, mungkin gila.
Di samping itu, nafsunya juga menggedor-gedor dan membuatnya cukup khawatir.
"Sekitar 38 minggu lagi, wanita itu akan melahirkan. Mungkin bisa lebih awal, maupun sebaliknya. Namun, lebih baik melahirkan saat janin sudah cukup bulan. Karena itu, pastikan selama masa kehamilan asupan gizi cukup dan suasana hati gadis itu baik," jelas sang dokter.
Tuan Besar Ryzadrd, tersenyum tipis. la senang, walaupun masih harus menunggu selama itu. Untuk itu, ia sendiri harus memastikan putranya Darren. , tidak lagi berhubungan dengan wanita itu.
Akan sulit, tapi ia yakin dapat menyadarkan putranya dari kegilaan sesaat ini. Oleh karena itu, ia membuka suara dan bertanya kepada sang Dokter.
"Untuk awal kehamilan, apakah ada larangan?" tanya Tuan Besar Ryzadrd.
"Jangan terlalu lelah, karena usia kehamilan masih begitu muda dan rentan keguguran. Selainitu, hubungan badan dilarang selama usia kehamilan trisemester pertama. Dan disarankan hubungan badan dilakukan saat usia kandungan sudah di atas 16 minggu," jelas
sang Dokter, menjawab pertanyaan dari Tuan Besar Ryzadrd.
Tuan Besar Zhang, tidak mampu menahan senyuman di wajahnya.