NovelToon NovelToon
HALIM

HALIM

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Fantasi / Iblis / Epik Petualangan
Popularitas:8.8k
Nilai: 5
Nama Author: ILBERGA214

HALIM

Di dunia yang dikuasai oleh kegelapan, Raja Iblis dan sepuluh jenderalnya telah lama menjadi ancaman bagi umat manusia. Banyak pahlawan telah mencoba menantang mereka, tetapi tidak ada yang pernah kembali untuk menceritakan kisahnya.

Namun, Halim bukanlah pahlawan biasa. Ia adalah seorang jenius dengan pemikiran kritis yang tajam, kreativitas tanpa batas, dan… kebiasaan ceroboh yang sering kali membuatnya berada dalam masalah. Dengan tekad baja, ia memulai perjalanan berbahaya untuk menantang sang Raja Iblis dan kesepuluh jenderalnya, berbekal kecerdikan serta sistem sihir yang hanya sedikit orang yang bisa pahami.

Di sepanjang petualangannya, Halim akan bertemu dengan berbagai ras, menghadapi rintangan aneh yang menguji logikanya, dan terlibat dalam situasi absurd yang membuatnya bertanya-tanya apakah ia benar-benar sedang menjalankan misi penyelamatan dunia atau justru menjadi bagian dari kekacauan itu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ILBERGA214, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 23: Kembali ke Kegelapan — Laporan Elyra

Langit di atas Kerajaan Iblis tampak kelam, dihiasi awan pekat yang berputar seperti pusaran amarah. Kilatan petir menyambar di kejauhan, menerangi kastil megah yang berdiri angkuh di tengah kegelapan. Dinding-dindingnya menjulang tinggi dengan pilar-pilar hitam yang menyerupai cakar iblis. Di puncak tertinggi, sebuah menara berkilauan dengan aura merah darah.

Bayangan seorang wanita berlari di sepanjang lorong-lorong kastil. Jubah hitam panjang berkibar di belakangnya, memperlihatkan helai rambut peraknya yang berkilau samar di bawah cahaya obor. Elyra, sang Jenderal Kesepuluh, melangkah dengan terburu-buru. Sisa pertempurannya dengan Halim masih membekas di tubuhnya. Rasa lelah dan luka di lengan kirinya terasa perih, meskipun ia mencoba menyembunyikannya di balik ekspresi datarnya.

Dua penjaga berbaju zirah hitam berdiri tegak di depan pintu besar berornamen tengkorak yang tampak hidup, seolah mengawasi siapa pun yang berani masuk.

"Elyra."

Salah satu penjaga itu menundukkan kepala dengan hormat.

"Yang Mulia telah menunggumu."

Elyra hanya mengangguk singkat tanpa membalas. Pintu raksasa itu berderit terbuka, memperlihatkan aula yang luas dan dingin. Di tengahnya, berdiri sebuah singgasana megah yang terbuat dari obsidian hitam dengan detail ukiran menyerupai tulang belulang. Bayangan sosok yang duduk di sana samar terlihat di balik tirai kegelapan.

Suasana mencekam membuat napas Elyra sedikit tercekat, tapi dia berusaha menjaga ketenangannya. Dengan langkah mantap, dia melangkah maju lalu berlutut di satu lutut, menundukkan kepala dalam-dalam.

"Hamba, Elyra, Jenderal Kesepuluh, kembali untuk memberikan laporan."

Suara yang terdengar kemudian begitu dalam, mengalun seperti bisikan angin di malam gelap. Tenang, namun penuh kekuatan yang menekan.

"Bangunlah, Elyra."

Elyra berdiri perlahan, matanya tetap tertunduk. Meski sosok itu tidak menunjukkan wajahnya, auranya sudah cukup untuk membuat siapapun merasakan dominasi yang tak tertandingi.

"Laporkan."

Elyra menarik napas dalam sebelum mulai berbicara.

"Hamba telah menemukan target seperti yang diperintahkan. Manusia bernama Halim."

Suasana di ruangan itu terasa semakin berat, seolah setiap kata Elyra membawa beban tersendiri.

"Awalnya, hamba yakin dapat menyingkirkannya dengan cepat. Namun..." Elyra menggertakkan giginya, matanya sedikit bergetar. "Dia bukan manusia biasa."

"Halim... memiliki kekuatan yang di luar dugaan. Bukan hanya dari kekuatan fisik, tetapi juga kecerdikannya dalam bertarung. Dia mampu menghindari serangan Golem Iblis yang hamba panggil, bahkan berhasil membalikkan keadaan dengan cara yang tidak terduga."

"Dan kau kalah?"

Suara itu terdengar dingin, tanpa emosi.

Elyra mengepalkan tangannya. "Bukan kekalahan sepenuhnya, Yang Mulia. Namun, hamba mengakui kekuatan Halim. Meski dia manusia, ada sesuatu yang berbeda darinya. Seakan... dia telah mengasah kemampuannya di medan perang berkali-kali."

Sejenak, keheningan menyelimuti aula. Sosok di singgasana tampak tak bergerak, hanya suara samar napas yang terdengar.

"Dan kau membiarkannya hidup."

"Ya, Yang Mulia." Elyra menunduk semakin dalam. "Hamba gagal melaksanakan perintah."

Suasana menjadi semakin menegangkan. Cahaya obor di dinding berkedip-kedip seolah merasakan kemarahan yang tertahan di ruangan itu.

Namun, alih-alih mengamuk atau menjatuhkan hukuman di saat itu juga, sosok di singgasana hanya berbicara dengan nada yang tak terduga.

"Menarik."

Elyra mengangkat wajahnya sedikit, terkejut dengan respons itu.

"Halim... Aku ingin tahu seberapa jauh kekuatannya akan berkembang."

Nada suara itu terdengar seperti seseorang yang menyaksikan permainan catur, mengamati pergerakan bidak dengan penuh minat.

"Tapi jangan lupakan tugasmu, Elyra."

"Tidak, Yang Mulia. Hamba akan memastikan perintah berikutnya tidak gagal."

"Elyra..."

Sosok itu menyandarkan tubuhnya ke singgasana. "Apa pendapatmu tentang Halim setelah melihatnya langsung?"

Elyra terdiam sejenak. Gambar sosok Halim muncul di benaknya — pria dengan tubuh kecil, tampak lemah pada pandangan pertama, namun memiliki sorot mata tajam yang memancarkan keteguhan hati.

"Dia adalah ancaman," jawab Elyra akhirnya. "Namun... dia juga seseorang yang aneh. Di tengah pertarungan, ada momen di mana dia tampak lebih peduli pada orang lain dibandingkan nyawanya sendiri."

Sosok di singgasana tertawa kecil, suara tawa yang tak memberikan rasa nyaman.

"Jadi, dia masih memiliki kelemahan."

Elyra mengangguk. "Ya, Yang Mulia."

Namun, saat suasana mulai mereda, sebuah suara lain tiba-tiba terdengar dari kegelapan.

"Apakah hanya itu yang kau laporkan, Elyra?"

Dari sudut ruangan, seorang wanita berambut ungu panjang melangkah maju dengan angkuh. Pakaian gelap yang dikenakannya dihiasi permata biru dengan warna mata berwarna merah darah, posturnya caranya berdiri mencerminkan statusnya yang tinggi.

Azela, Jenderal Ketiga, dikenal dengan sihir ilusi yang mematikan. Matanya yang tajam menatap Elyra dengan rasa ingin tahu.

"Atau... ada sesuatu yang tidak kau katakan?"

Elyra menegang, tapi tetap berusaha menjaga ekspresi tenangnya.

"Apa maksudmu, Azela?"

Azela menyeringai, mendekat perlahan. "Kau pikir aku tidak tahu? Kau membiarkan dia hidup, dan kau kembali tanpa luka serius. Kecuali... sesuatu terjadi di antara kalian."

Elyra mengertakkan gigi, menahan emosi yang bergejolak. Bayangan insiden terakhir di hutan — saat bibir Halim tanpa sengaja menyentuhnya — muncul kembali di pikirannya. Wajah Elyra memerah samar, meskipun dia berusaha menyembunyikannya.

"Apa yang kau pikirkan? Azela adalah omong kosong."

"Benarkah?" Azela mendekatkan wajahnya, suaranya hampir seperti bisikan. "Kalau begitu, mengapa kau terlihat gelisah?"

Sebelum Elyra bisa menjawab, suara dari singgasana kembali menggelegar, membuat Azela mundur dengan segera.

"Sudah cukup."

Azela menunduk hormat, meski senyumnya masih belum hilang.

"Elyra," suara itu berlanjut, "kau akan terus mengawasi Halim. Jangan gegabah. Lihat bagaimana dia bergerak, dan laporkan setiap pergerakannya."

"Baik, Yang Mulia."

"Dan ingat satu hal..."

Suara itu menjadi lebih berat, mengalir seperti bisikan angin yang menusuk.

"Jika kau gagal lagi, tak akan ada ampun."

Elyra menunduk semakin dalam. "Hamba mengerti."

Tanpa berkata lagi, dia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan aula yang kini kembali sunyi. Namun, di dalam hatinya, bayangan Halim masih terus menghantuinya.

Bukan hanya karena kekuatannya.

Tapi karena satu momen yang terus berputar dalam pikirannya — ciuman tak sengaja yang membuatnya kehilangan kendali atas dirinya sendiri.

"Dasar manusia sialan..." gumam Elyra dengan wajah yang memerah.

Namun di balik gerutunya, senyum samar hampir tak terlihat.

1
ZeroBite
bukannya ingin menjatuhkan, kalau pakai AI tetap diedit juga. kontras antara bab 1 dan bab-bab selajutnya sangat jauh, bab 1 tulisannya agak berantakan tapi jelas tulisan manusia dan bab-bab selanjutnya rapih tapi terlalu terstruktur khas chat GPT.

sekarang semakin banyak yang mengedit dengan chat GPT tanpa revisi membuat tulisan kurang hidup. saya tahu karena saya juga pakai 2 jam sehari untuk belajar menulis. Saya sangat afal dengan pola tulisan AI yang sering pakai majas-majas 'seolah' di akhir kalimat secara berlebihan dengan struktur khas yang rapih.

ya saya harap bisa diedit agar lebih natural.
ERGA: jika ada saran lagi. mohon bimbingannya dan jangan sungkan
ERGA: Terimakasih sarannya kak. saya targetkan revisi kembali per 10 episode. selamat membaca
total 2 replies
⧗⃟ᷢʷ🍁🍌 ᷢ ͩW⃠J͢aeᷢz°⚡♚⃝҉𓆊🏚
Gue mampir.
Udah baca eps 1 ini, ceritanya lumayan menarik. Kapan² gue kesini lagi ya kalau ada waktu, Semangat.
ERGA: terimakasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!