Bisakah kalian bayangkan, gadis 17 tahun yang baru masuk universitas di paksa untuk menjual tubuhnya kepada pria hidung belang? ya, Siera tidak akan pernah mau melakukan itu. melawan paman dan bibinya yang berbuat jahat padanya. bertemu seorang pria dan langsung mengajaknya menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shafrilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Christopher jatuh cinta.
Di salah satu bangunan apartemen mewah, Christopher membawa Sierra ke apartemennya. Sierra berjalan bersama Christopher, tatapan matanya menatap apartemen mewah tersebut.
"Wuih... Ini apartemen hebat banget." ucap Sierra.
Christopher membuka pintu apartemennya, Sierra hanya bisa berdecak kagum, dia menatap bangunan dan interior yang ada di dalam apartemen yang mungkin nilainya tidak murah.
"Oh ya, mandilah dahulu aku akan mengambilkan mu pakaian yang sedikit kecil." ucap Christopher yang kemudian menyuruh Sierra mandi.
"Widih..., ini apartemen mewah banget." ucap Sierra yang kemudian masuk ke kamar mandi.
sementara menunggu Sierra yang sedang mandi Christopher membuatkan makanan cepat saji yang ada di lemari es, dia juga membuatkan coklat hangat agar siaran tidak terlalu dingin titik saat kemudian Christopher mempersiapkan pakaian untuk Sierra.
Lampu-lampu di ruang tamu rumah Lincoln berkelap-kelip samar, menciptakan bayangan gelap yang menari di wajah-wajah tegang. kakek Abraham duduk di sofa, tangan gemetar menggenggam ponsel yang terus menerus berdering tanpa jawaban. Matanya merah karena menahan air mata, sementara pelayan Andi sibuk menelusuri kontak Sierra satu per satu, berharap ada secercah kabar.
Di tempat lain, Emilia dan orangtuanya berjalan bolak-balik dengan langkah cepat, napasnya terengah-engah, wajahnya penuh kecemasan yang sulit disembunyikan. “Bagaimana mungkin dia hilang begitu saja? Tidak bisa dihubungi, dan ini sudah larut malam,” gumamnya pelan, suaranya bergetar.
Xavier berdiri di depan jendela, menatap gelapnya malam dengan mata yang membelalak. Jantungnya berdegup kencang, tangan yang awalnya santai kini terkepal erat di samping tubuhnya. Setiap bunyi telepon atau suara langkah di halaman membuatnya melonjak, berharap itu adalah Sierra. Namun, yang didapat hanyalah keheningan yang menusuk.
Xavier menundukkan kepala, napasnya tercekat saat bayangan buruk mulai merayapi pikirannya. “Sierra... di mana kamu sekarang?” bisiknya lirih, seolah berharap gadis itu mendengar dari kejauhan. Tangannya menggenggam lengannya dengan erat, mencari kekuatan dalam ketidakpastian yang mencekam.
Malam semakin larut, ketegangan di dalam rumah Lincoln berubah menjadi kepanikan yang sulit ditahan. Setiap detik yang berlalu tanpa kabar menambah beban di dada mereka, mengisi ruang dengan keputusasaan yang hampir tak tertahankan.
"Kalau sampai terjadi sesuatu kepada gadis itu, kamu akan menyesal seumur hidupmu." ujar kakek Abraham yang membuat Xavier terdiam.
Xavier meminta Ricardo untuk mencari di beberapa titik lokasi, Dia meminta rekaman CCTV di sekitar rumahnya juga di jalanan. setelah beberapa jam masih belum ada kabar sama sekali, hal itu membuat Ricardo perlahan-lahan semakin panik. Dia mencoba mengingat di mana dan siapa pengacara keluarganya itu. Xavier mengambil ponselnya dia menelpon Ricardo dan memerintahkan bawahannya itu untuk mencari tahu mengenai pengacara keluarga Sierra.
Sierra yang berada di apartemen Christopher nampak dia terus menatap ponselnya yang mas belum hidup karena baterainya sudah habis. "Prof." panggil Sierra.
"Apa." jawab Christopher.
"Bisa pinjam ponselnya, tidak? aku mau menelpon Emilia." jawab Sierra.
"Iya." Christopher kemudian memberikan ponselnya. dia dari tadi terus memperhatikan Sierra yang mengenakan pakaian wanita yang konon katanya milik almarhum ibu Christopher.
"Kalau hujannya sudah reda nanti aku akan mengantarmu pulang, Kalau hujannya masih seperti ini lebih baik kamu menginap di sini saja." ucap Christopher.
"Ha?" raut wajah Sierra langsung berubah.
"Kenapa mukamu seperti itu? kamu jangan berpikiran yang aneh-aneh ya." ucap Christopher.
"Ya bukan seperti itu prof, masa anak gadis menginap di rumah dosennya sih, nanti dikira aku ini pacar gelap profesor." jawab Sierra yang kemudian menelpon Emilia.
"Kenapa? belum tersambung?" tanya Christopher.
Sierra menganggukkan kepalanya, namun sesaat kemudian panggilan telepon itu tersambung. Dengan cepat Sierra mengatakan mengenai dia yang sekarang ini berada di rumah profesor killer tersebut. untuk sesaat Emilia sedikit terkejut karena Sierra berada di rumah dosen yang sangat menakutkan itu.
Setelah Sierra menelpon Emilia, Christopher mengajak Sierra untuk makan di ruang makan, Sierra malah tersenyum saat melihat makanan yang nampak sedikit aneh tersebut. "Prof, Apa makanan ini bisa dimakan ya?" tanya Sierra yang seolah tidak yakin dengan makanan yang tersaji.
Christofer sedikit malu, dia menatap makanan yang tadi dia masak asal-asalan itu. "Memangnya kenapa?" tanya Christopher.
"E..., ada bahan makanan apa di dapur? biar aku masak deh.. kalau makanan yang tersaji itu terus...," katakan Sierra terhenti.
Christopher nampak tersenyum, dia sendiri saja tidak yakin dengan masakan yang dia buat itu. Christopher membawa Sierra ke dapur. Dia mengambilkan beberapa bahan makanan yang ada di lemari es, dengan cekatan Sierra memasak beberapa bahan makanan sederhana yang dibawakan oleh Christopher.
"Ternyata dia pandai masak juga." gumam Christopher dalam hati yang terus memperhatikan Sierra memasak.
Sesaat kemudian masakan itu sudah matang, dan Sierra menyajikan di meja makan, "Walaupun sederhana tapi masakan ini lebih meyakinkan." ucap Sierra yang membuat Christopher menganggukkan kepalanya.
Malam itu Christopher kembali dibuat kagum dengan sosok gadis muda yang ada di depannya, cantik bicaranya blak-blakan baik dan dia adalah gadis pintar di kampus. Dari tadi memperhatikan Sierra yang lahap ketika makan tiba-tiba saja jantung Christopher berdebar begitu kencang, debaran itu seolah membuatnya tidak bisa bernafas dengan benar. Ada sesuatu yang membuatnya merasakan perasaan yang begitu nyaman, perasaan yang benar-benar hangat ketika Sierra tersenyum padanya.
Sekitar 30 menit kemudian pintu apartemen Christopher diketok oleh seseorang, pria itu kemudian berdiri untuk membuka pintu apartemennya. Di luar pintu itu ada Emilia dan Xavier.
"Selamat malam prof." ucap Emilia.
"Iya." jawab Cristopher.
"Di mana Sierra prof?" tanya Emilia sembari melihat ke dalam apartemen Christopher.
Sedangkan Sierra yang berada di dalam mendengar suara Emilia, dia bergegas keluar untuk melihat temannya itu. "Emilia." ucap Sierra yang kemudian tersenyum.
Sesaat kemudian muncullah seorang pria yang tidak lain adalah Xavier dan Ricardo, dua pria itu menatap Sierra yang berada di rumah seorang pria.
"Ini anak kecil berani banget menginap di rumah seorang pria, dia ini tidak menganggap ku apa." ucap Xavier dalam hati.
Sama halnya dengan Ricardo, dia menatap Sierra yang keluar dari apartemen yang konon katanya dia adalah profesor atau dosen di kampus Sierra. "Ini anak kecil berani banget ya main belakang, Aku mau tahu apa yang akan dilakukan bos setelah mereka pulang." gumam Ricardo dalam hati sembari membayangkan bagaimana reaksi bosnya itu.
Walaupun dari luar terlihat cuek, tapi Ricardo bisa melihat ada sesuatu yang berbeda.
Dari balik kerumunan, Christopher mengernyit dan menatap mereka berdua. "Kalian siapa?"
Emilia yang berdiri tak jauh langsung angkat bicara, suaranya cepat seperti biasa, “Mereka wali dari Sierra, profesor.”
Christopher menatap Emilia dengan heran, lalu menoleh kembali ke Xavier dan Ricardo. "Oh, begitu. Kalian paman Sierra, ya?"
Xavier segera memotong dengan nada dingin, "Sudah, nggak usah banyak basa-basi. Sarang lebah, jangan bikin keributan. Mending kamu pulang."
Matanya tetap menatap Sierra dengan tajam, seperti menyimpan amarah yang tak terucap. Sierra sendiri hanya terdiam, merasakan beratnya suasana yang tiba-tiba berubah tegang. hal itu membuat Sierra kemudian melancarkan beberapa kalimat yang membuat Xavier semakin mendelik.
"Oh ya prof, terima kasih ya sudah menolongku, jika tidak aku bakal mati kedinginan." ucap Sierra yang kemudian tersenyum menata Christopher.
"Baiklah, kalau ada apa-apa kamu telepon aku." jawab Christopher yang kemudian mengambilkan Sierra tas nya.
*Bersambung*