NovelToon NovelToon
Ranjang Berdarah Kamar 111

Ranjang Berdarah Kamar 111

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Misteri / Horor / Roh Supernatural / Balas Dendam
Popularitas:913
Nilai: 5
Nama Author: S. N. Aida

Tahun 2005, seorang karyawan hotel bernama Nadira Pramesti, 21 tahun, menjadi korban pemerkosaan brutal oleh tamunya sendiri di kamar 111 Hotel Melati Aruna. Ia ditahan, disiksa, lalu dibunuh dengan cara yang sangat kejam. Mayatnya ditemukan dua hari kemudian—telanjang, penuh luka, dan wajahnya tertutup kain sprei hotel.

Pelaku tak pernah ditangkap. Kasusnya tutup begitu saja.

Sejak hari itu, kamar 111 menjadi teror.

Setiap kali ada pasangan yang belum menikah menginap di kamar itu lalu melakukan hubungan intim, lampu kamar akan padam… suara isakan perempuan terdengar… seprai bergerak sendiri… hingga salah satu dari mereka ditemukan tewas dengan kondisi mirip Nadira.

Sudah 8 pasangan meninggal sejak 2006–2019.
Hotel ditutup selama 4 tahun.
Rumornya, roh Nadira hanya muncul jika “dosa yang sama” terulang.

Namun tahun 2024, hotel direnovasi dan dibuka kembali dengan nama baru:
Hotel Sunrise 111 — tanpa menghapus nomor kamarnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7 — Penemuan Fakta Mengejutkan

​Malam yang Tak Terlupakan

​Hotel Sunrise 111, Lobi, 2024.

​Teriakan Dara, sang resepsionis, terdengar seperti bisikan di telinga Fira.

​Fira dan Revan tiba di lobi dalam keadaan setengah telanjang, basah oleh keringat dan gemetar hebat. Fira merangkak ke lantai marmer yang dingin, menjauh dari lift, seolah lift itu adalah pintu gerbang menuju neraka.

​Dara segera menutupi mulutnya, matanya melebar saat melihat pasangan itu. Namun, manajer David, yang sedang sibuk berbicara dengan beberapa tamu penting di dekat bar, segera menyadari kekacauan itu.

​“Apa-apaan ini?! Kenapa kalian…” David bergegas mendekat, tapi ia berhenti saat mencium bau. Bau yang aneh, bau karat, yang kini bercampur dengan bau ketakutan Fira dan Revan.

​“Ada… sesuatu di Kamar 111,” Fira terisak, mencoba bicara sambil menggigil. “Dia… dia mau membunuh kami.”

​Revan, yang masih menahan rasa sakit di rusuknya, berdiri tegak, memeluk Fira, dan menatap David dengan mata liar. “Kami mau check-out sekarang! Berikan uang kami kembali, atau kami akan memanggil polisi! Kamar itu tidak layak ditempati!”

​David, yang berusaha keras menjaga citra tenangnya, menarik Fira dan Revan ke sudut lobi yang sepi. “Tolong! Kalian membuat keributan! Ada apa? Mungkin AC-nya terlalu dingin? Atau ada tikus?”

​“Bukan tikus, sialan!” Revan membentak. “Ada orang di sana! Atau hantu! Dia melempar saya! Dia mencekik Fira! Dan lihat ini!”

​Revan meraih tangan Fira. Di pergelangan tangan Fira, ada bekas memar kemerahan yang terlihat seperti cap jari, sedingin es, padahal baru beberapa saat yang lalu terjadi. Memar itu adalah bukti sentuhan dingin dari roh Nadira.

​David melihat memar itu. Ia melihat ketakutan yang nyata di mata mereka. Ia mulai gelisah. Ia teringat cerita Dimas dan bau aneh yang ia cium di lorong tadi siang.

​“Baik, baik. Tenang,” kata David, suaranya berusaha menenangkan, tapi tangannya gemetar. “Saya akan segera mengurus check-out kalian. Kalian akan mendapatkan pengembalian uang penuh, ditambah kompensasi. Tapi… tolong. Jangan sebutkan ini pada siapa pun.”

​David menyuruh Dara memanggil Dimas, petugas keamanan, untuk mengantar Fira dan Revan pergi dan memesankan taksi untuk mereka, menjauh dari hotel secepat mungkin.

​Saat Fira dan Revan menunggu taksi di luar, Dimas yang mengawasi mereka, akhirnya angkat bicara.

​“Tunggu sebentar,” bisik Dimas, setelah memastikan David tidak ada di sekitar mereka. “Kalian… kalian lihat apa di sana?”

​Fira menatap Dimas. Ia melihat ekspresi ketakutan yang mendalam di wajah petugas keamanan paruh baya itu. “Kami… kami melihat seorang wanita. Dia terbungkus seprai berdarah. Dia marah. Dia mencekikku.”

​Dimas menghela napas panjang, seperti beban berat yang akhirnya ia lepaskan. “Saya tahu. Saya sudah memperingatkan David. Itu Kamar 111. Itu kamar Nadira.”

​Raya Pramesti dan Jurnal Lama

​Nama itu, Nadira, mengena di telinga Fira. Nama yang sama yang ia teriakan saat panik di dalam kamar.

​“Siapa Nadira?” tanya Fira, saranya lemah.

​Dimas menceritakan, singkat dan cepat, tentang pembunuhan Nadira Pramesti di Hotel Melati Aruna tahun 2005. Delapan kematian berikutnya. Kutukan yang hanya menyerang pasangan yang sedang bermesraan. Ia menceritakan tentang pemilik lama, Hendra Wiratma, yang menutup kasus itu dengan uang.

​“Roh Nadira itu tidak mau kamar itu digunakan untuk… kegiatan kotor. Dia hanya ingin keadilan,” simpul Dimas, matanya dipenuhi simpati. “Kalian beruntung bisa keluar hidup-hidup. Sekarang, pergi. Dan jangan pernah kembali.”

​Saat Fira dan Revan berada di taksi, Fira tidak bisa berhenti memikirkan nama itu. Nadira Pramesti.

​“Aku harus tahu lebih banyak,” kata Fira kepada Revan. “Aku harus tahu kenapa dia memilih kamar itu. Kenapa dia membunuh? Dia butuh keadilan, kata Dimas. Berarti ada sesuatu yang disembunyikan.”

​Revan mencoba memprotes, ia hanya ingin melupakan kengerian itu, tapi tatapan Fira begitu tajam, begitu bertekad. Fira tidak lagi hanya takut; ia merasakan koneksi yang aneh, seolah ia adalah perpanjangan dari rasa sakit Nadira.

​Mereka mulai mencari. Bukan lagi artikel gosip, tapi arsip berita lama. Mereka menemukan liputan tragis tentang kematian Nadira. Laporan resmi: Kecelakaan saat Perampokan.

​Lalu, Fira menemukan sebuah blog yang jarang diulas, yang ditulis oleh seseorang yang mengaku sebagai saudara kandung korban.

​Nama penulis blog itu: Raya Pramesti.

​Raya Pramesti.

​Fira menghubungi Raya melalui email yang tertera di blog itu, menceritakan secara detail tentang kejadian di Kamar 111, tentang seprai yang bergerak sendiri, noda darah, dan bisikan yang ia dengar: “Kau… sama saja…”

​Dua hari kemudian, mereka bertemu.

​Raya Pramesti kini berusia 45 tahun. Ia tidak lagi terlihat seperti akuntan yang tenang. Matanya tajam, tubuhnya ramping karena bertahun-tahun mencari kebenaran yang tidak pernah ia temukan. Ia hidup dalam bayang-bayang dendam, dan ia tidak pernah lelah.

​Mereka bertemu di sebuah kafe yang tenang.

​Raya mendengarkan cerita Fira dan Revan dengan ekspresi yang sulit dibaca. Ia tidak terkejut. Ia hanya merasakan konfirmasi.

​“Nadira… dia tidak akan menyentuh orang tanpa alasan,” kata Raya, suaranya tenang, tapi penuh penekanan. “Dia tidak membunuh petugas hotel. Dia membunuh pasangan yang bermesraan di ranjang itu. Dia mengulang trauma yang sama, lagi dan lagi.”

​Fira menunjukkan memar dingin di pergelangan tangannya. Raya menyentuhnya. Rasanya dingin.

​“Saya tahu dia nyata,” kata Raya. Ia mengeluarkan sebuah buku kecil bersampul usang dari tasnya. “Ini adalah jurnal Nadira. Jurnal yang ia tulis sebelum malam itu.”

​“Kenapa Anda tidak memberikannya kepada polisi?” tanya Revan.

​Raya tersenyum pahit. “Polisi? Inspektur Rahmat sudah dibayar lunas. Jurnal ini akan dianggap khayalan remaja. Tapi kalian… kalian telah menjadi saksi mata bagi rohnya. Kalian adalah orang pertama yang membuktikan dia nyata.”

​Jurnal itu tipis, berisi tulisan tangan Nadira yang ramping dan rapi. Fira membuka jurnal itu ke halaman terakhir. Halaman itu robek di beberapa tempat, terkena air, tapi masih terbaca.

​Tanggal di halaman itu: 13 Mei 2005. Malam Nadira tewas.

​Di sana, Nadira menulis tentang ketakutannya.

​“...Dia bilang aku harus datang. Dia bilang dia memberiku janji. Aku tidak mau. Aku takut. Aku harus bertemu dengannya di kamar 111. Di hotel yang baru dibeli ayahnya. Tapi aku tahu… dia tidak akan melepaskanku. Aku seharusnya tidak pernah datang ke kota ini.”

​Di bawah tulisan itu, Nadira menambahkan sebuah inisial besar, yang ditulis dengan pena biru yang tebal: H. W.

​Fira menoleh pada Raya. “H.W.? Siapa itu?”

​Raya menghela napas. “Hendra Wiratma. Pemilik Hotel Melati Aruna, yang sekarang adalah pemilik Hotel Sunrise 111.”

​Pemilik dan Pemerkosa

​Revan membanting tangan di meja kafe. “Apa?! Hendra Wiratma? Pemilik hotel? Maksud Anda… dia yang membunuh Nadira?”

​Raya mengangguk. “Saya selalu tahu dia terlibat. Malam Nadira tewas, Hendra baru saja membeli hotel itu dan sedang merayakannya. Nadira bekerja sebagai pelayan paruh waktu di salah satu pesta pribadinya. Nadira cantik. Dia menolak Hendra. Dan Hendra, dengan uang dan kekuasaan, bisa mendapatkan apa saja.”

​“Tapi… Nadira dibunuh di kamar 111,” ujar Fira. “Kenapa di sana?”

​Raya menjelaskan. “Kamar 111 adalah kamar yang dulu ia siapkan untuk dirinya sendiri. Kamar paling pribadi, di ujung lorong yang sepi. Dia membawa Nadira ke sana. Di sana dia memperkosa adikku. Dan saat Nadira melawan, dia membunuhnya.”

​“Lalu kenapa dia menutup kasusnya sebagai perampokan?” tanya Revan.

​“Karena inisialnya akan muncul di mana-mana. Hendra Wiratma tidak mungkin tertangkap karena dia terlalu kuat,” jelas Raya. “Dia memanipulasi polisi, mengubah laporan otopsi. Dia menghapus semua jejak. Dia bahkan membuat hotelnya beroperasi seperti biasa, tapi Kamar 111 dibiarkan kosong, sampai roh Nadira mulai membunuh tamu-tamu lain yang mengulangi ‘dosa’ yang sama di ranjang itu.”

​Fira merasakan rasa dingin menjalar di punggungnya, bukan karena roh Nadira, tapi karena kengerian akan ketidakadilan manusia. “Dia bahkan tidak mengganti nomor kamar 111 saat renovasi. Dia menyimpan Kamar itu.”

​“Ya. Kamar 111 adalah monumen bagi kejahatannya,” kata Raya, matanya berkilat. “Hendra ingin membuktikan bahwa dia berkuasa, bahkan terhadap hantu. Tapi dia salah.”

​Raya Pramesti menatap Fira dan Revan, tatapannya kini berubah menjadi tekad. “Kalian telah melihatnya. Kalian telah merasakan kemarahan adikku. Kalian adalah bukti yang selama ini saya cari.”

​“Apa yang harus kami lakukan?” tanya Fira.

​Raya tersenyum tipis, senyum pertama yang tulus yang pernah mereka lihat. “Kita harus mendapatkan bukti yang tidak bisa dibantah. Kita harus kembali ke Kamar 111, dan mencari apa yang Hendra sembunyikan. Dan kali ini, Nadira akan membantu kita.”

1
Apri Andi
knpa belum up kak
SecretS
Ini kisahnya benar atau tidak kak, dan daerah mana kok kisahnya tragis gitu 😮😐
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!