Emma tak pernah menyangka akan mengalami transmigrasi dan terjebak dalam tubuh istri yang tak diinginkan. Pernikahannya dengan Sergey hanya berlandaskan bisnis, hubungan mereka terasa dingin dan hampa.
Tak ingin terus terpuruk, Emma memutuskan untuk menjalani hidupnya sendiri tanpa berharap pada suaminya. Namun, saat ia mulai bersinar dan menarik perhatian banyak orang, Sergey justru mulai terusik.
Apakah Emma akan memilih bertahan atau melangkah pergi dari pernikahan tanpa cinta ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Sergey memacu mobilnya menyusuri jalanan yang lenggang, tapi pikiran pria itu berkelana pada insiden di apartemen milik Eleanor.
Satu bulan sebelumnya
Beberapa jam sebelum insiden di apartemen Eleanor
"Aku sudah lelah, Sergey!" Eleanor berteriak, matanya berkaca-kaca menatap suaminya yang berdiri di ambang pintu rumah mereka. "Sampai kapan kamu mau menganggapku sebagai patung?"
Sergey mengepalkan tangannya. "Aku tidak pernah menganggap kamu seperti itu, Lea. Kamu tahu persis hubungan kita!"
Eleanor mengusap wajahnya, berusaha menahan air matanya. "Iya, aku tahu. Aku hanya beban untukmu, dan kamu tidak pernah bisa melihatku sebagai lawan jenis. Kamu hanya melihatku sebagai aset, dan barang yang bisa kamu buang kapan saja."
Sergey menatapnya lama sebelum akhirnya mengembuskan napas kasar. Ia lelah, bukan hanya karena pekerjaan yang menggunung tapi juga kelakuan istrinya yang selalu mempermasalahkan tentang perasaan.
"Lea, bisakah kamu tidak menekanku seperti ini?" tatapan Sergey melembut, ia berjalan mendekati istrinya hingga jarak di antara mereka terkikis. "Aku sudah pernah mengatakannya, aku tidak bisa melibatkan perasaan dalam pernikahan ini."
Eleanor menatap Sergey dengan mata penuh luka. "Jadi, apa artinya pernikahan kita, Sergey? apa hanya kesepakatan tanpa jiwa?"
Sergey menghela napas, tangannya terangkat seolah ingin menyentuh wajah istrinya, tetapi ia ragu. "Kita sudah tahu dari awal bahwa ini bukan tentang cinta."
Eleanor tertawa kecil. "Bukan tentang cinta?"
Ia melangkah mundur, menjauh dari pria yang selama ini berusaha ia pahami. "Mungkin untukmu tidak, tapi aku bukan robot, Sergey. Aku manusia. Aku memiliki hati, dan aku mencintaimu! tidak bisakah kamu melihatku sedikit saja? ak lelah merasa seperti ini, Sergey!"
Sergey menatapnya tajam. "Jadi, apa yang kamu inginkan?"
"Aku ingin pergi."
Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir Eleanor, dan Sergey membeku di tempatnya. Seketika, suasana ruangan terasa sesak.
"Apa?"
"Aku ingin pergi dari pernikahan ini. Dari segalanya." Eleanor menarik napas dalam, berusaha menenangkan gejolak di dadanya. "Aku akan tinggal di apartemenku untuk sementara waktu."
Sergey mengepalkan rahangnya. "Jangan bodoh, Lea."
"Ini bukan kebodohan. Ini tentang menyelamatkan diriku sendiri sebelum aku benar-benar hancur."
Mata mereka bertaut dalam keheningan yang menyakitkan. Sergey ingin menahan Eleanor, ingin mengatakan sesuatu yang bisa membuatnya tetap tinggal. Tapi lidahnya kelu.
Akhirnya, Eleanor mengambil tasnya, melewatinya tanpa menoleh, meninggalkan Sergey sendirian di ruang tamu dengan kepalan tangan yang gemetar.
Sementara itu, di luar rumah, seseorang memperhatikan mereka dengan mata penuh minat. Senyum tipis menghiasi bibirnya. Kesempatan itu akhirnya datang.
***
Apartemen Eleanor dipenuhi bau anyir darah yang menyengat. Sergey berdiri membeku di ambang pintu, menatap tubuh istrinya yang tergeletak di lantai dengan kondisi mengenaskan.
Darah menggenang di bawah tubuh itu, merembes ke celah ubin, menyusup ke dalam setiap serat karpet. Matanya yang membelalak kosong seperti ingin menyampaikan sesuatu yang tak sempat terucap.
Jantung Sergey berdegup kencang. Pikirannya kacau. Ia menghambur masuk, berlutut di sisi istrinya, tangannya bergetar saat mencoba meraba wajah yang dulu selalu tersenyum padanya, wajah yang kini pucat pasi.
"Lea..." bisiknya, suara Sergey parau dan nyaris tak terdengar.
Tubuh Eleanor terasa dingin di bawah sentuhan jemarinya. Sergey menelan ludah, berusaha mengendalikan kepanikan yang menyergapnya. Namun, sebelum sempat berpikir lebih jauh, tiba-tiba ia mendengar suara Eleanor yang lemah.
"A-apa ini rencanamu, Sergey?" tanya Eleanor.
Mata wanita itu tampak sayu di atas genangan darah yang terus keluar dari kepala dan perutnya.
"Rencana? apa maksudmu? aku baru saja tib-"
"Aku tahu kamu sangat membenciku, makanya kamu ingin menyingkirkanku dari hidupmu selamanya."
Mendengar hal itu, Sergey langsung menggeleng tegas. "Dari mana kamu mendapatkan pikiran konyol seperti itu? aku tidak mungkin memiliki niat seperti itu padamu, Lea!"
"Pembo-"
"Cukup, benci aku sesukamu, maki aku sepuasmu. Tapi, lakukan hal itu nanti setelah kamu sembuh." Sergey langsung mengangkat tubuh Eleanor ke dalam gendongannya. "Sekarang kita pergi ke rumah sakit dulu, aku tidak mau kamu mati sekarang, Lea."
Kembali pada saat ini.
Sergey menghela napas panjang, ingatan itu masih terasa hangat dalam kepalanya. Kemarahan, khawatir, takut, dan kecewa bercampur jadi satu.
Terlebih, saat dokter mengatakan jika kemungkinan Eleanor selamat sangat tipis. Namun, tuhan masih berbaik hati hingga ia bisa melihat istrinya kembali sadar meski sikapnya sangat jauh berbeda.
"Haa... apa kali ini aku juga harus kehilangan Eleanor?" gumam Sergey.
***
Keheningan akibat tercengang melanda meja rapat. Eleanor bersandar di kursinya, geli melihat reaksi itu.
"Aku yakin kalian sepakat, itu proyek yang menarik. Terima kasih atas perhatian kalian."
"Anda sudah gila."
Manajer hotel-lah yang akhirnya memecahkan keheningan. Cristiano, yang baru-baru ini menjadi manager hotel, atas kerja kerasnya untuk hotel Amethyst.
"Itu tidak bisa dilakukan, Nona."
"Kenapa? kamu meragukan rencanaku?"
Eleanor menumpahkan simpatik ke dalam suaranya, menikmati selingan singkat tersebut.
Cristiano menatap kesal ke arah Eleanor. "Saya hanya tidak ingin Anda gegabah, Nona."
"Anggap saja begitu, aku tidak memaksa kamu untuk menerimaku secepat ini." Eleanor sengaja bersikap melawan dan Cristiano tertawa enggan.
"Saya tidak menyangka proposal Anda menarik. Saya bisa melihat potensi bisnis dalam mengadopsi hotel untuk mengakomodasi beragam jenis olahraga dan menjadikannya menarik bagi demografi yang lebih muda. Saya pun setuju perluasan ke pesisir Barat di Sisilia memiliki potensi untuk jenis pelancong tertentu-"
Ia berhenti sejenak dan ketika menatap Eleanor pandangannya sangat serius. "Tapi keberhasilan proyek ini tergantung pada, apakah Anda mampu mendapatkan lahan tambahan dari keluarga Collins atau tidak."
Percakapan ringan berubah tegang. Seluruh Sisilia mengetahui riwayat itu, bahkan Asher juga ikut merasa tegang.
"Itu masalah yang akan kutangani," kata Eleanor tenang.
Cristiano mengeluarkan suara tanda tak sabar sebelum mendorong kursinya, lalu berjalan ke jendela kaca luas yang menghadap Laut Tengah yang berkilauan.
Cristiano menatap ke luar jendela, seolah mencari jawaban di lautan biru yang luas.
"Anda bicara seolah Collins tidak akan melakukan apa pun untuk menghalangi Anda, Nona."
Eleanor tersenyum kecil, "Aku cukup percaya diri untuk mendapatkan lahan itu."
"Anda tahu, putri mereka tidak mungkin membiarkan Anda begitu saja."
"Aku tidak takut." Jawab Eleanor santai. "Aria Collins, ahli waris keluarga Collins sekaligus mantan suamiku, aku tahu seluk beluknya dan aku sudah mencari tahu lebih banyak dari yang kamu pikirkan, Cris."
Sontak Cristiano langsung bungkam, ia lupa dari mana darah Eleanor turun. Sikap dan ketegasan yang di miliki wanita itu sama persis dengan ayahnya, Edmund.
"Apa Anda tidak masalah bertemu dengannya?" Cristiano bertanya dengan ragu-ragu.
Eleanor mengangguk dengan tegas, "Ya, kamu atur pertemuanku dengan Aria secepat mungkin. Jika dia menolak, bilang saja bahwa aku akan ke rumahnya secara langsung."
"Baik, Nona. Jika itu yang Anda inginkan." Jawab Cristiano akhirnya menyerah.
thor 😄😄😄😄😄😄