NovelToon NovelToon
Dion (2)

Dion (2)

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Anak Yatim Piatu / Cinta Beda Dunia / Cinta Seiring Waktu / Kebangkitan pecundang / Hantu
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: K. Hariara

Kenyataan menghempaskan Dion ke jurang kekecewaan terdalam. Baru saja memutuskan untuk merangkak dan bertahan pada harapan hampa, ia justru dihadapkan pada kehadiran sosok wanita misterius yang tiba-tiba menjadi bagian dari hidupnya; mimpi dan realitas.

Akankah ia tetap berpegang pada pengharapan? Apakah kekecewaan akan mengubah persepsi dan membuatnya berlutut pada keangkuhan dunia? Seberapa jauh kenyataan akan mentransformasi Dion? Apakah cintanya yang agung akhirnya akan ternoda?

Apapun pilihannya, hidup pasti terus berjalan. Mengantarkan Dion pada kenyataan baru yang terselubung ketidakniscayaan; tentang dirinya dan keluarga.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon K. Hariara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Petinju itu Petarung dan Kesatria

Meskipun masih digerogoti rasa kecewa, Dion menjalani hari-hari berikutnya lebih mudah daripada bulan-bulan lalu. Selain karena kesibukan di kantor baru serta semester pendek kuliahnya, Dion mulai merelakan Wina.

Di kantor, segalanya berjalan sesuai harapan. Tim yang ia bentuk mulai menemukan ritme yang solid, membuat mereka semakin adaptif dan cekatan menghadapi deadline.

Di kampus, Dion juga tak menemukan kesulitan berarti. Ia yang menghabiskan kuota SKS pada semester pendek, hanya menyisakan dua bahasa pemrograman utama dan beberapa mata kuliah berbasis manajemen pada semester ganjil. Setelah itu, ia hanya perlu fokus pada proyek akhir di semester genap. Ia tidak diwajibkan mengikuti program magang karena sudah memiliki pekerjaan tetap yang terkait jurusannya.

Di luar urusan akademik dan pekerjaan, Dion tetap menjaga rutinitas lari pagi. Bahkan, kini ia telah bergabung dengan pusat kebugaran tak jauh dari kampusnya.

Ia menemukan kelegaan dalam keringat dan nyeri otot, seolah setiap repetisi angkat beban dan setiap kilometer yang ia tempuh membantu mengikis beban pikirannya.

Hanya saja, Dion kini menjadi pria yang dingin dan jarang tersenyum, terutama pada wanita yang ia temui di kampus, di kantor atau di area indekos.

Sikap dingin, tubuh jangkung dan berotot serta tanda luka di wajah membuat orang di sekitarnya segan bahkan tak sedikit yang terintimidasi.

Namun hal itu justru membuat beberapa wanita di indekosnya penasaran, apalagi mereka tidak pernah melihat Dion bersama wanita dan hanya beberapa kali ikut nimbrung bersama teman kampus, sekantor atau Hendrik dan Andi.

Selalu ada saja wanita yang mencari alasan untuk bisa sebatas ngobrol dengan Dion. Ada yang pura-pura melintas di depan kamar Dion sambil menebar pesona. Yang lain terang-terangan menawari Dion sarapan pagi.

Beberapa di antara mereka bahkan mulai ikut lari pagi di lapangan sepak bola depan indekos dengan harapan Dion akan menyapa dan mau ngobrol.

Tapi semuanya tak dihiraukan Dion. Ia selalu menolak setiap penawaran dengan halus atau sekadar melempar senyuman pendek ketika beberapa gadis terang-terangan menggodanya.

Selain ingin fokus pada pekerjaan dan kuliahnya, Dion memang bukan orang terlalu suka bergaul dengan teman perempuan.

Sebelum mengenal Wina, ia hanya pernah punya beberapa teman perempuan di sekolahnya. Yang lumayan dekat adalah Nita. Itu pun karena Dion beberapa kali mengalami masalah di sekolah yang membuat Nita sebagai ketua kelas harus terlibat.

Dion memilih nge-gym pada pukul empat sore sepulang kuliah dengan panduan personal trainer. Dalam empat bulan saja, tubuh Dion tampak lebih berotot. Six-pack di perutnya semakin tercetak jelas.

Ia juga mendapat beberapa teman baru yang merupakan atlet-atlet tinju yang juga memiliki waktu latihan pada jam yang sama dengannya. Ruang bawah tanah gimnasium itu memang digunakan sebagai sasana tinju.

“Hampir sama dengan gym ini. Abang bisa pilih personal trainer untuk pemula. Tentu saja Abang harus bayar bulanan tambahan,” jelas Haris menjawab pertanyaan Dion mengenai cara-cara agar bisa menjadi anggota sasana.

Haris yang merupakan petinju amatir dan masih duduk di bangku SMA kemudian memperkenalkan Dion pada Tohap, seorang pelatih tinju di sasana itu.

Tohap, yang sudah memasuki usia paruh baya adalah seorang mantan petinju. Kini berprofesi sebagai guru olahraga di salah satu SMA swasta di Kota Medan. Sepulang mengajar, ia bekerja sebagai pelatih tinju sekaligus pencari bakat untuk sasana itu.

“Terus terang, Pak, aku bukannya ingin menjadi seorang petinju atau jagoan. Aku cuma ingin berolahraga,” jelas Dion menjawab pertanyaan Tohap mengapa ia ingin berlatih tinju.

“Baiklah. Latihannya tiga kali seminggu; Selasa, Kamis dan Sabtu, pukul 4 sampai jam 5 sore. Bayar di muka. Walaupun kau tidak ingin jadi petinju, tapi aku tak akan membedakan dengan atlet lainnya.”

“Latihannya sama kerasnya dan itu menuntut keseriusan. Aku tak akan segan-segan memecatmu sebagai murid bila kau hanya main-main. Silakan cari pelatih lain kalau begitu,” tegas Tohap.

“Setuju, Pak!” jawab Dion lalu menyalami Pak Tohap sebagai bentuk persetujuan di antara keduanya.

Pada minggu-minggu awal, Dion diajarkan gerakan-gerakan dasar pukulan, gerakan kaki atau footwork serta latihan menjaga keseimbangan tubuh.

Dion sangat menyukai latihan itu karena membuatnya sangat kelelahan. Dion memang mulai kecanduan oleh rasa lelah yang ia anggap sebagai terapi melupakan masalahnya.

Sebulan mengikuti latihan tinju, Dion kemudian diminta menghadapi Haris di atas ring. Dengan mengenakan pelindung kepala, Dion coba melayani Haris yang sebenarnya jauh lebih kecil dan pendek darinya.

Kontan Dion menjadi bulan-bulanan tinju Haris yang bergerak sangat dinamis dan lincah. Haris yang sudah bertahun-tahun latihan tak memberi Dion kesempatan untuk membalas. Praktis Dion terus menerus berusaha melindungi kepalanya.

“Ayo bergerak! Jangan diam saja seperti batu. Kau punya kepala, bahu, kaki, dan tangan untuk digerakkan. Jaga jarak dengan luncuran jab dan bergerak lagi!” teriak Tohap pada Dion.

Meskipun pertarungan itu tak seimbang dan menerima banyak sekali pukulan di kepala dan perut, Dion merasa senang bisa merasakan sensasi bertarung di atas ring tinju.

Butuh beberapa kali uji coba tarung sebelum akhirnya Dion mulai menemukan ritmenya sendiri. Dia mulai bisa menjaga jarak dan bergerak lalu meluncurkan pukulan balasan.

Setelah lebih dari 10 kali ujicoba selama dua bulan, Dion mulai bisa mendesak Haris. Tentu hal itu disebabkan Dion unggul secara fisik. Dion memiliki jangkauan lebin panjang, langkah yang lebih lebar dan pukulan yang jauh lebih bertenaga.

Haris adalah petinju kelas bantam dengan bobot 54 kg dan tinggi 163 cm. Sementara Dion memiliki tubuh tinggi menjulang, 186 cm, dengan bobot 74 kg yang membuatnya berada pada kelas menengah alias 7 kelas di atas Harris.

“Sudah cukup. Kau masih kuanggap kalah. Kau bisa mendesaknya karena keuntungan fisik. Secara tehnik bertinju, kau masih tertinggal jauh. Kau bahkan tak tahu cara bertahan,” kata Tohap pada Dion usai menghentikan pertarungan ujicoba itu.

“Tentu saja, Pak! Haris ini sudah berpengalaman bertarung di banyak turnamen. Aku hanya petinju kacangan,” timpal Dion membuat Haris tertawa.

“Minggu depan kau latih tanding dengan Sampe. Ia kelas welter,” ujar Tohap sembari menunjuk salah satu petinju senior di sasana itu.

Minggu berikutnya Dion pun kembali menjalani ujicoba tarung setelah hampir setengah jam melatih pukulan hook-nya.

Di atas ring, Sampe yang merasa senior dan superior mengatakan tak membutuhkan pelindung kepala.

Tentu saja pertarungan itu tak seimbang. Dion kembali menjadi bulan-bulanan. Kebanyakan ia hanya berusaha menghindari pukulan Sampe dengan menjauh atau melakukan clinch, gerakan untuk mendekati atau memeluk lawan.

Mendekati akhir ronde pertama, dua pukulan beruntun, cross dan hook mengenai dahi dan kepala Dion. Dion hampir terjatuh karena sempoyongan, beruntung tali ring menahan tubuhnya dan bunyi bel tanda berakhirnya ronde pertama menyelamatkannya.

“Di Ronde berikut kau akan mencium kanvas. Baiklah, kita ikuti caramu. Kau serang dia. Tapi kau harus tetap bergerak setelah menyerang. Bergerak ke kirinya lalu usahakan mendapatkan jarak pas, beri cross. Ingat ke kiri,” Tohap memberikan instruksi. Dion merasa senang dengan instruksi pelatihnya itu.

Di ronde kedua, Dion langsung saja mengandalkan kecepatan kedua tangannya sambil terus bergerak menjauh dari Sampe.

Sampe yang sangat percaya diri terus saja mengejarnya seperti seekor singa memburu mangsa. Sampe melancarkan pukulan dengan kekuatan penuh karena ingin segera merobohkan Dion yang lebih besar dan tinggi.

Bukannya takut, Dion malah merasa senang ketika Sampe terus saja meluncurkan serangan dengan kekuatan penuh. Dion merasa memiliki kesempatan karena yakin dengan kecepatan tangan dan jangkauannya yang lebih panjang.

Setiap Sampe mendekat, Dion melakukan jab-jab lalu meluncurkan hook kanan kiri sembari bergerak ke arah kiri lawannya. Sampe yang penasaran terus saja meluncurkan pukulan meskipun membuat posisinya riskan karena pertahanan yang terbuka lebar.

Kesempatan itu dimanfaatkan Dion dengan baik. Dion menapaki uppercut kanan Sampe dengan pukulan hook kiri dan disusul pukulan cross dengan tangan kanan yang cepat.

Pukulan kedua Dion yang telak mengenai rahang membuat Sampe langsung tersungkur jatuh dan dinyatakan knocked out alias kalah KO.

Tohap kaget sekaligus kagum. Ia tak menyangka Dion memiliki kecepatan yang sangat tinggi dan gerakan bahu yang sangat baik memberikan bobot tambahan pada pukulan cross-nya.

“Nyalimu kelewat besar. Tapi kau menyerang dengan sangat baik. Berikutnya kau akan latihan menyerang lebih intens lagi,” kata Tohap yang puas dengan penampilan Dion.

Sementara itu Sampe yang tersadar merasa sangat penasaran. Ia juga merasa malu dipukul KO oleh seorang petinju pemula. Maklum Sampe yang kini berusia di pertengahan 30-an sudah malang melintang mengikuti turnamen tinju berskala nasional.

Sampe kemudian meminta tanding ulang dalam dua minggu berikut. “Itu hanya pukulan keberuntungan pemula. Berikut kau tidak akan seberuntung itu,” ujar Sampe pada Dion. Tentu saja Tohap sebagai pelatih menyetujui permintaan itu.

Dua minggu kemudian pertandingan ulang pun dilaksanakan dan mendapat perhatian hampir semua anggota sasana tinju yang penasaran dengan kemampuan Dion, seorang petinju pemula yang memukul KO seorang petinju senior.

Sampe yang kali ini juga mengenakan pelindung kepala tampil lebih hati-hati pada ronde pertama. Ia tentu saja harus mewaspadai pukulan hook dan cross Dion yang sangat cepat dan bertenaga.

Dion yang kian berpengalaman mulai mempraktikkan latihan-latihan gerakan kaki yang diajarkan padanya. Ia tak henti-hentinya bergerak sambil terus melancarkan pukulan-pukulan jab untuk menjaga jarak yang sesekali dikombinasikan dengan cross dan hook.

Sampe mulai putus asa karena selalu gagal mendekati Dion untuk mendapatkan sudut dan jarak pukul yang tepat. Ia bahkan beberapa kali menerima kombinasi pukulan hook Dion yang datang dari arah depan bak gerakan piston.

Beberapa kali Sampe menggerakkan badannya ke arah kanan dan kiri untuk mendapatkan sudut tepat untuk melancarkan uppercut andalannya, tapi Dion justru memanfaatkan momen itu untuk melancarkan pukulan cross-nya yang sangat cepat dan berbahaya.

Di ronde kedua, kejadian seperti pada ronde sebelumnya terulang. Dion yang terus saja menjaga jarak dengan jab-jab membuat Sampe tak bisa memanfaatkan keuntungannya; pengalaman dan jam terbang. Ia ingin menggunakan trik-trik yang biasa digunakan untuk menjebak dan menyudutkan lawan, tapi kaki Dion bergerak sangat lincah.

Ronde ketiga, Dion bahkan beberapa kali menyudutkan Sampe dan membuatnya sempoyongan karena terlalu banyak menerima pukulan hook dan cross secara beruntun. Sampe beberapa kali menundukkan badan agar lawannya yang jangkung kesulitan menjangkaunya, tapi hal itu tidak efektif karena Dion adalah tipikal petinju yang mengandalkan pukulan-pukulan lurus dan cepat.

Pada masa istirahat sebelum ronde keempat dimulai, pelatih Dion, Tohap mengungkapkan kekesalannya pada Dion yang sengaja tidak memukul jatuh lawannya.

“Petinju itu seorang petarung dan kesatria. Kalau ada kesempatan, pukul jatuh saja kalau tidak kau justru dianggap menghina dia dan menghina dunia tinju.”

“Pertarungan ini adalah permintaan darinya. Ini bukan latih tanding lagi. Tau kau?” bentak Tohap. Dion pun mengangguk pertanda ia memahami kata-kata pelatihnya.

Sampe mulanya memulai ronde keempat dengan semangat. Sebab ia merasa stamina Dion pasti mulai terkuras setelah terus saja bergerak sambil melancarkan pukulan-pukulan jab dan cross sejak ronde pertama tadi.

Tapi Sampe kembali kaget ketika Dion memulai ronde keempat itu dengan serangan cepat. Dion dengan tangan terangkat mendekati dan memukul dengan pukulan cross dan hook dengan sangat cepat sambil bergerak ke arah kiri Sampe.

Dion tak lagi melulu mundur ketika Sampe memburunya. Dion tak hanya menggerakkan kakinya tapi juga pinggang dan bahunya membuatnya seperti sky dancer atau boneka balon yang bebas bergerak 360 derajat sambil melancarkan pukulan.

Sampe lah yang kini terdesak.

Sampe tak bisa berbuat banyak selain harus melindungi wajahnya dengan double cover, yakni teknik untuk melindungi kepala dengan meletakkan kedua tinju di depan wajah.

Tohap sempat khawatir dengan aksi Dion. Tapi melihat reaksi pemuda itu masih sangat terukur, ia pun jadi kagum. Petinju pemula biasanya bereaksi berlebihan terhadap serangan lawan, tapi Dion tidak.

Apalagi ketika Tohap mendapati pinggang dan bahu Dion bergerak lentur, senyumnya melebar. Biasanya ia susah payah berkeliling mencari bakat, ternyata bakat itu datang sendiri padanya.

Hampir satu menit Dion melancarkan serangan-serangan cepat tanpa menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Dion terus saja bergerak sambil melakukan serangan cepat. Kali ini, Dion tak hanya mengincar kepala Sampe tapi juga bagian perutnya.

Sampe merasa tak ada pilihan kecuali melakukan clinch atau pelukan. Tapi Dion yang selalu bergerak maju dan mundur membuatnya kesulitan mendapat perlindungan.

Memasuki menit kedua di ronde keempat itu, Sampe kaget ketika tiba-tiba Dion bergerak ke arah kanannya. Ia ingin memanfaatkan momen itu untuk melancarkan uppercut-nya tapi hook kanan kiri Dion terlebih dahulu menghantam wajahnya yang terekspos.

Sampe terhuyung mundur tapi Dion memburunya dengan pukulan-pukulan jab dan cross yang sangat cepat menyerupai gerakan piston yang kesemuanya mengenai wajah Sampe dengan telak.

Dion menggasak.

Sampe pun KO, untuk kedua kali oleh Dion.

Para penonton yang merupakan para anggota sasana dan para pelatih tak bisa menahan diri untuk tidak bertepuk tangan. Mereka kagum dan kaget dengan kecepatan tangan Dion, gerak kaki yang lincah dan stamina yang begitu baik.

“Petinju profesional pun harus berpikir dua kali sebelum melakukan serangan cepat terus menerus selama empat ronde. Anak itu punya bakat dan stamina luar biasa,” ujar seorang pelatih pada pelatih lainnya.

“Tapi buatku senjatanya yang paling mematikan justru jab-nya. Sangat bertenaga dan cepat. Butuh latihan bertahun-tahun untuk memiliki pukulan seperti itu. Ia memang berbakat,” pelatih itu menyahuti komentar rekannya.

“Dia sudah normal. Pergi sana minta maaf dan berterima kasih!” seru Tohap ada Dion ketika Sampe yang mendapat perawatan dari para pelatih akhirnya mampu berdiri secara normal dan melepaskan sarung tinju di tangannya.

Dion pun mendekati lalu memeluk petinju gaek itu. Sampe membalas pelukan itu sambil memukul lemah pundak Dion.

“Minta maaf, Bang! Lagipula Abang tadi hanya setengah hati melawanku. Kalau Abang serius aku pasti sudah KO di ronde pertama atau paling lama ronde kedua,” kata Dion sambil melepaskan pelukannya.

“Bah, tidak betul itu! Aku serius tadi. Tapi kau berkembang dengan cepat,” sahut Sampe yang ternyata tidak menyimpan dendam. Tohap benar bahwa para petinju itu umumnya mau mengakui kekalahan secara kesatria.

“Kau membuatku sadar kalau tahun ini aku akan menginjak 37. Sudah saatnya memikirkan gantung sarung. Aku tidak secepat dulu lagi,” ujar Sampe.

...***...

Hari-hari berikutnya, Dion semakin akrab dengan rekan-rekan sasananya, terutama Sampe. Di balik wajah garang dan nada bicara ketus yang kadang terdengar kasar, Sampe sebenarnya pribadi yang sportif, humoris, dan menyenangkan.

Di luar ring, ia adalah ayah dua anak sekaligus pelatih Gulat Yunani-Romawi di salah satu universitas di Medan. Mendengar itu, Dion teringat pada Hendrik.

“Bang, aku punya teman yang pernah belajar Gulat Yunani-Romawi,” ujar Dion.

“Bah! Setahuku, tempatku bekerja satu-satunya yang melatih gaya itu di provinsi ini. Siapa namanya?” tanya Sampe penasaran.

“Hendrikus, Bang. Umurnya sebaya denganku, badannya agak gempal,” jawab Dion.

Sampe tertawa sambil menggeleng. “Si Hendrik itu kawanmu? Udah ke mana dia? Lama nggak latihan. Kalau ketemu, suruh dia menghadap aku. Biar kukempeskan perutnya itu,” candanya.

Dion ikut tertawa. “Dunia ini ternyata sempit, Bang.”

Sementara itu, Tohap beberapa kali mendorong Dion untuk terjun ke dunia tinju profesional. Berulangkali pula Dion menolak dengan halus.

“Bukannya mengecilkan dunia tinju, Pak, aku justru mulai menyukai tinju. Tapi aku sudah memiliki komitmen dengan kuliah dan pekerjaanku yang sekarang,” jawab Dion suatu waktu.

“Baiklah. Memang dari semula pun kau sudah bilang tidak ingin jadi petinju. Kuharap kau terus berlatih di sini. Anggota sasana yang merupakan para penghobi lah sebenarnya yang membuat sasana ini terus bertahan karena iuran kalian lah yang membiayai operasional tempat ini,” jelas Tohap.

Dion tersenyum dengan pengertian Tohap. “Sebisanya akan terus latihan di sini. Aku menyukai tempat ini dan orang-orangnya.”

“Oh iya, kapan bisa bertemu mereka, Pak?” tanya Dion.

“Pagi hari adalah jadwal untuk petinju profesional. Jumlah mereka terus berkurang tiap tahun. Sore hari untuk para atlet amatir yang dipersiapkan untuk event resmi dan malam hari latihan untuk kalangan umum dan para penghobi.”

“Kalau ada waktu, ikut latihan lah dengan mereka di malam hari. Mereka berasal dari berbagai latar belakang profesi dan usia. Bahkan ada yang merupakan pensiunan TNI. Kau akan menyukai mereka. Jumat malam mereka berkumpul. Di sini, kita adalah keluarga besar,” tutur Tohap.

“Kalau ada waktu, aku akan datang, Pak,” Dion merasa senang berkesempatan memperluas lingkaran sosialnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!