Pernikahan (Bukan) Impian

Dan Andien pun jatuh pingsan di hadapan ayahnya. Arka dan beberapa keluarga Bundanya berinisiatif membawa Andien ke dalam kamar. Namun hanya sesaat dia terbangun dan menangis meraung raung. Padahal tidak boleh menangisi orang yang meninggal berlebihan karena hal itu memberatkannya.

Keluarga Roy memang termasuk religius, namun tidak dengan keluarga Sofia. Sehingga sedikit sekali didikan spiritual yang ditanamkan Sofia pada anak anaknya. Hal itu yang kadang membuat Roy kesulitan mengarahkan anak anaknya hanya dengan nasihat agama.

Namun kini mau tidak mau Roy berperan ganda, siap tidak siap ia menggantikan posisi istrinya sekaligus menjadi ibu dan ayah. Dan memikirkan itu membuatnya sesak nafas dan pusing kepala.

Roy memandangi makam tanah merah peraduan almarhum Sofia. Bunga yang bertebaran masih begitu segar. Cantik, tersebar menutupi seluruh permukaan tanah makam. Namun tersirat kesedihan yang dalam dari pemandangan itu  yang membuat raut wajah Roy tampak muram. Dia tidak ingin semua ini terjadi. Karena mungkin dia satu satunya pria yang tidak ingin punya status duda, saat ini. Apalagi terpikir menjadi orang tua tunggal.

* * *

Roy memperhatikan pemandangan dari jendela kamarnya. Taman yang begitu asri dihiasi ornamen batu alam disertai aliran air terjun mestinya membuat batin serasa damai memandanginya. Apalagi dari kejauhan nampak kolam ikan yang penuh dengan ikan mas berwarna warni yang berenang tanpa lelah seolah penuh bahagia tinggal di kolam luas dengan udara yang segar bersih sehari harinya. Setiap pagi Roy berusaha menjaga suasana hatinya yang terasa beku untuk tetap punya semangat memulai aktifitasnya.

Namun tetap ada sesuatu yang terasa direnggut dari sisi hatinya. Bicara rindu, mungkin sudah tak mampu ia definisikan lagi karena dua tahun terakhir ini semua yang ada dalam dirinya seolah mati rasa. Kamar utama sudah ia ubah sedemikian rupa agar ia tak lagi terluka karena rasa kehilangan Sofia yang sedemikian besar. Meski waktu menyembuhkan, namun Roy tak mampu menahan kesepian karena kesendiriannya. Terkadang ada rasa ingin mengajak sembarang perempuan entah anak buahnya di kantor atau sekedar kenalannya, namun Roy masih takut dengan Allah.

Sejak mengenal Alina, semua memang terasa bermakna. Ada sesuatu dalam diri Roy yang hidup lagi, bermekaran seperti bunga musim semi, sayangnya begitu sulit hati Alina diraihnya. Hingga akhirnya anak anak ikut memutuskan pindah kota untuk membantunya mendekati perempuan istimewa itu.

Saat itu, Alina seolah menghilang begitu saja. Dia sama sekali tak mau mengangkat telepon darinya. Dan hal itu membuat Roy jadi galau. Untung saja waktu yang tepat bagi anak anaknya menentukan sekolah lanjutan. Arka akan mengambil kuliah dan Andien memutuskan untuk pindah sekolah mengikuti kakaknya sekolah di Yogya.

Roy akhirnya memutuskan membeli rumah supaya anak anaknya tidak perlu keluar biaya kost dan juga disiapkannya ART sekaligus agar bisa membantu dan memudahkan aktifitas keseharian anak anaknya.

* * *

Yogya adalah kota dengan sejuta pesona bagi para pendatang yang rindu ketenangan. Itu juga sebabnya Roy sangat suka berada di kota itu sebetulnya bukan karena situasi saja tapi saat ini karena ada sosok yang mulai ia sayangi sepenuh hati.

Alina memang tidak membalas chat nya, tidak mengangkat teleponnya, namun ia membaca semua pesannya. Roy sangat berhati hati saat berkomunikasi karena Alina adalah perempuan cerdas yang tidak mudah terpengaruh. Atas dasar itu ia yakin Alina bukan orang yang mudah jatuh cinta. Sehingga selama ini justru Roy banyak mengalah. Ia tetap mengirim semua barang pesanan toko swalayan Alina, bahkan tetap ada komunikasi tetapi dengan stafnya. Nampak sekali Alina menghindari dirinya. Hal itu jadi pertanyaan besar bagi Roy.

Dalam galaunya itu akhirnya Roy lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja. Kebetulan Arka telah diterima kuliah di salah satu kampus swasta favorit di Yogya. Entah karena juga berupaya menghalau kesedihan juga,  Andien juga sudah pindah sekolah dan saat ini sudah satu kota dengan kakaknya. Jadilah Roy sendirian hanya dengan para pembantunya.

Selesai makan hari itu, Roy segera bergegas berangkat dan hanya berpesan singkat pada Mang Diman, orang kepercayaan di rumahnya.

"Pulang kantor saya langsung nengok anak anak ya Mang."

"Baik Den. Berapa hari Den? "

"Mungkin seminggu Mang." Roy memeluk nepuk pundak Mang Diman, dan kemudian melirik arlojinya. "Sudah ya. Jaga rumah baik baik. "

Tanpa menunggu jawaban Mang Diman Roy segera berlalu menuju mobil yang sudah siap berangkat.

Mang Diman hanya memandangi Roy dengan perasaan sedih dan prihatin.

Dia hanya berharap malam malamnya yang dihabiskan hanya bermain catur bersama bossnya itu segera terganti dengan kebahagiaan lain, yang bisa membuat senyum Roy kembali lagi.

Roy memang sering melamun. Itu sebabnya daripada pikirannya terlalu jauh sampai mempengaruhi kesehatannya dia sering menelpon Tanti, yang masih sepupu dengannya.

Segera, setelah selesai laporan terakhir dan memberikan tanda tangannya, Roy berjalan ke parkiran dan bersiap menuju bandara. 'Kita akan selesaikan masalah, Alina' batin Roy.