Di hari pernikahannya, Farhan Bashir Akhtar dipermalukan oleh calon istrinya yang kabur tanpa penjelasan. Sejak saat itu, Farhan menutup rapat pintu hatinya dan menganggap cinta sebagai luka yang menyakitkan. Ia tumbuh menjadi CEO arogan yang dingin pada setiap perempuan.
Hingga sang ayah menjodohkannya dengan Kinara Hasya Dzafina—gadis sederhana yang tumbuh dalam lingkungan pesantren. Pertemuan mereka bagai dua dunia yang bertolak belakang. Farhan menolak terikat pada cinta, sementara Kinara hanya ingin menjadi istri yang baik untuknya.
Dalam pernikahan tanpa rasa cinta itu, mampukah Kinara mencairkan hati sang CEO yang membeku? Atau justru keduanya akan tenggelam dalam luka masa lalu yang belum terobati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Farhan membiarkan dirinya bersandar pada seseorang. Tanpa takut akan dikhianati. Tanpa harus berpura-pura kuat. Matanya terpejam sejenak. Ia menarik napas pelan, lalu menghembuskannya perlahan. Ada rasa damai yang mengalir di dadanya, sebuah perasaan yang selama ini selalu ia tolak, ia jauhi, karena terlalu takut untuk berharap lagi.
Dengan perlahan, Farhan membuka matanya.
Pandangan pertamanya jatuh pada wajah Kinara. Istrinya itu tertidur dengan sangat tenang. Wajahnya polos, tanpa beban. Bulu matanya yang lentik menutup matanya dengan damai, bibirnya sedikit terbuka karena napasnya yang teratur. Tidak ada riasan berlebihan. Tidak ada ekspresi yang dibuat-buat. Hanya wajah seorang perempuan yang tertidur dengan damai setelah semalaman terjaga untuk memastikan suaminya bisa tidur dengan tenang.
Cantik.
Farhan terdiam cukup lama saat menyadari kata itu muncul begitu saja di kepalanya, tanpa perlawanan. Cantik dengan cara yang tidak mencolok. Cantik dengan cara yang menenangkan. Cantik yang tidak menuntut apa pun darinya. Tangannya masih berada di rambut Farhan, bahkan dalam tidurnya, seolah-olah Kinara belum sepenuhnya melepaskannya. Pemandangan itu membuat dada Farhan terasa hangat dan juga perih dalam waktu yang sama.
Perempuan ini tidak pernah menuntut apa pun darinya. Tidak menuntut cinta, perhatian ataupun kesempurnaannya. Ia menerima Farhan apa adanya. Dengan luka yang sudah lama berdiam di hatinya, dengan amarah yang selalu meledak dalam dirinya, dengan sisi gelap yang bahkan Farhan sendiri tidak ia sukai.
“Kenapa kamu sebaik ini padaku, Kinara?” gumam Farhan nyaris tak bersuara.
Ada sesuatu yang bergerak di dalam dadanya. Sebuah kesadaran yang pelan-pelan tumbuh, seperti cahaya kecil di ujung lorong yang gelap. Mungkin, ayahnya itu tidak salah. Namun pagi ini, dengan kepalanya yang bersandar di pangkuan Kinara dan ketenangan yang menyelimuti hatinya, Farhan mulai ragu pada keyakinannya sendiri. Mungkin Kinara memang perempuan yang tepat. Bukan untuk menggantikan masa lalu.
Tapi untuk menemaninya melangkah ke depan.
Farhan menelan ludahnya. Matanya kembali menelusuri wajah Kinara dengan lebih lama. Ada perasaan asing yang membuat dadanya kembali bergetar pelan. Bukan nafsu. Bukan obsesi. Tapi keinginan sederhana untuk menjaga perempuan yang dikirim tuhan kedalam kehidupannya.
Dalam hati, Farhan berbisik pada dirinya sendiri.
"Aku akan mencobanya, ayah. Aku akan mencoba menjadi suami yang baik untuknya.
Aku akan mencoba membuka hatiku dan mencoba mempercayai pilihan ayah."
Ia tahu proses itu tidak akan mudah. Masa lalu tidak akan menghilang dalam semalam. Luka tidak akan sembuh hanya dengan satu momen. Tapi untuk pertama kalinya, Farhan ingin berusaha.
Pelan-pelan, Farhan mengangkat kepalanya dari pangkuan Kinara. Ia bergerak hati-hati, takut membangunkannya. Kinara sedikit mengerang kecil dalam tidurnya, tapi tidak terbangun. Farhan menahan napas, lalu melanjutkan gerakannya dengan lebih pelan untuk duduk di sisi ranjang.
Farhan menatap Kinara yang masih tertidur dalam posisi duduk bersandar. Leher istrinya itu terlihat sedikit tegang. Kepalanya miring dengan posisi yang jelas tidak nyaman. Ada rasa tidak tega yang menyelinap ke dada Farhan. Semalam, Kinara telah menahan lelah dan kantuk demi dirinya.
“Maafkan aku,” gumam Farhan pelan.
Ia meraih bantal, lalu berdiri sedikit. Dengan satu tangan, ia menopang tubuh Kinara. Dengan tangan lainnya, Farhan berusaha merebahkan istrinya itu ke atas ranjang.
Gerakannya sangat hati-hati. Sangat pelan. Seolah Kinara adalah sesuatu yang rapuh dan berharga.
Namun baru saja punggung Kinara menyentuh kasur, kelopak mata wanita itu bergerak.
Kinara terbangun.
Matanya terbuka perlahan, masih buram oleh sisa tidur. Dan hal pertama yang ia lihat adalah wajah Farhan yang berada sangat dekat dengan wajahnya, yang membuat napas mereka bertemu.
Farhan langsung membeku, sementara Kinara pun terdiam. Matanya membesar sedikit saat kesadarannya benar-benar kembali. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. Ia bisa merasakan napas Farhan yang hangat, serta melihat jelas sorot mata suaminya yang berbeda dari biasanya.
Untuk beberapa saat suasana diantara mereka terasa sunyi. Kinara merasakan detak jantungnya berdegup sangat kencang, begitu pula dengan Farhan.
Ia ingin menjauh, memberi jarak, dan kembali bersikap rasional. Tapi tatapan Kinara yang masih setengah mengantuk, polos dan tanpa dinding pertahanan, membuat niat itu melemah. Tangannya masih menopang tubuh Kinara. Jarak mereka semakin dekat tanpa ia sadari.
“Mas? A-apa yang ingin mas lakukan padaku?” tanya Kinara yang suaranya nyaris seperti hembusan napas.
"A-aku ingin membetulkan posisi tidurmu, itu saja. Namun sepertinya, aku justru membuatmu terbangun. Maafkan aku." Ucap Farhan dengan gugup yang masih tetap berada dalam posisinya dan membuat Kinara merasakan pipinya memanas dan tidak tahu harus melakukan apa.
Kinara menarik napas pelan, berusaha menenangkan dirinya sendiri. Dadanya masih naik turun tidak teratur, jantungnya berdetak jauh lebih cepat dari yang seharusnya. Wajah Farhan masih terlalu dekat, terlalu nyata, dan sorot matanya membuat Kinara merasa seolah sedang berdiri di ambang sesuatu yang belum pernah ia pijak sebelumnya.
Ia menelan ludah, lalu memaksa suaranya tetap terdengar tenang meski dadanya bergetar.
“Nggak apa-apa, Mas. Aku cuma kaget aja.” ucap Kinara akhirnya, pelan namun jelas.
Kalimat itu sederhana, tapi cukup untuk membuat Farhan tersadar sepenuhnya akan posisinya.
Seolah baru saja terbangun dari lamunan panjang, Farhan mengerjap cepat. Ia melihat betapa dekatnya wajah mereka, betapa napas mereka masih saling bersentuhan. Ada rasa hangat yang tiba-tiba berubah menjadi gugup. Tangannya yang sejak tadi menopang tubuh Kinara langsung terasa kaku.
“Maaf,” katanya cepat, lalu segera menarik dirinya dari tubuh Kinara.
Farhan mundur selangkah untuk memberi jarak yang aman diantara dirinya dan Kinara. Gerakan itu membuat Kinara langsung bangkit dan duduk di ranjang. Punggungnya sedikit menegang, tangannya meremas ujung selimutnya, sementara Farhan berdiri di depannya dengan sikap canggung yang jarang sekali ia tunjukkan.
Untuk beberapa detik, mereka hanya saling menatap, tanpa ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Hanya ada keheningan yang terasa aneh yang terlalu penuh oleh perasaan yang belum sempat diberi nama. Wajah Kinara masih memanas, sementara Farhan menunduk sebentar, lalu kembali menatapnya dengan sorot mata yang sulit dibaca.
Ia merasa canggung.
Namun bukan canggung yang membuatnya tidak nyaman, melainkan canggung yang membuat jantungnya berdegup lebih cepat dan napasnya yang terasa pendek. Kinara mengalihkan pandangannya dari Farhan. Ia merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, lalu menarik napas dalam-dalam sebelum mencoba mengumpulkan kembali ketenangan yang sempat hilang dari dirinya.
“Sepertinya sudah subuh. A-aku mau ambil wudhu dulu, mas.” ucap Kinara akhirnya dengan suaranya yang pelan dan terbata bata.
Untuk mencapainya, Allah subhanahu wata'ala telah memberi pedoman dalam Al-Qur'an, dan Rasulullah SAW telah menjadi tauladan untuk meraih keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Bahwasannya keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah berarti menciptakan rumah tangga yang tenang (sakinah), penuh cinta (mawaddah), dan kasih sayang (warahmah) dengan landasan kuat pada keimanan dan ketaqwaan,
dapat tercapai jika suami istri saling memenuhi peran dan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya...😊
Aku ikut terharu membaca Bab22 ini, hati jadi ikut bergetar...👍/Whimper//Cry/