Nindya seorang sekertaris yang sangat amat sabar dalam menghadapi sikap sabar bosnya yang sering berubah suasana hati. Hingga tiba-tiba saja, tidak ada angin atau hujan bosnya dan keluarganya datang ke rumahnya dengan rombongan kecil.
Nindya kaget bukan main saat membuka pintu sudah ada wajah dingin bosnya di depan rumahnya. Sebenarnya apa yang membuat bos Nindya nekat datang ke rumah Nindya malam itu, dan kenapa bosnya membawa orang tuanya dan rombongan?
Ayo simak kelanjutan ceritanya disini🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon VivianaRV, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
Mendengar ada suara orang yang berbicara, Kaivan menyembulkan dirinya dari air. Kaivan segera berenang ke tepi kolam.
"Kenapa kamu berenang jam segini Kai?" tanya Bara ulang.
"Aku hanya ingin ayah."
"Hanya ingin? tidak biasanya kamu berenang malam seperti ini walaupun kamu ingin sekali berenang dan kenapa kamu tidak melepas setelan kantormu terlebih dahulu sebelum berenang?"
"Aku hanya ingin renang dengan hal beda saja" alibi Kaivan tidak langsung membuat Bara percaya begitu saja.
"Oh ya? Pasti ada suatu hal yang baru saja kamu buat hingga kamu bisa jadi seperti ini."
"Hal apa? Aku tidak melakukan hal apapun, sudah sana ayah masuk saja ke dalam rumah nanti takutnya ibu mencari ayah."
"Benar kamu tidak habis melakukan sesuatu?" Bara menunjuk Kaivan dan menyipitkan matanya menyelidik.
"Astaga tidak ayah, sudah sana masuk" Kaivan mencipratkan sedikit air kolam agar Bara segera menyingkir dan masuk ke dalam rumah.
Akhirnya Bara masuk ke dalam rumah dan Kaivan pun bisa bernafas lega. Kaivan segera naik ke atas dan naik ke lantai atas menuju kamarnya sebelum Bara kembali lagi bersama dengan Eni dan mengintrogasi Kaivan lebih lama lagi.
Bisa Kaivan jamin bahwa Bara akan mengadukan hal ini kepada Eni. Ayah Kaivan itu tidak bisa menjaga rahasia anaknya sendiri, pasti saat ada hal yang janggal sedikit saja Bara sudah laporan dengan istrinya. Kaivan segera mandi dan berganti pakaian lalu bergelung dengan selimut dan berusaha menyelami alam mimpi.
"Ayo pejamkan matamu Kai, jangan pikirkan hal yang tidak penting" ucap Kaivan pada dirinya sendiri. Kaivan berguling ke samping kanan lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Dan akhirnya mata Kaivan bisa terpejam sempurna berakhir menyelami alam mimpi.
Di pagi hari yang mendung Kaivan sudah berada di depan rumah Nindya karena dipaksa oleh ibunya untuk menjemput Nindya. Sebelum menekan bel Kaivan menyakinkan dirinya sendiri dan berusaha untuk melupakan kejadian semalam. Tangan Kaivan mulai menekan beberapa kali bel rumah Nindya, hingga tidak lama kemudian pintu terbuka.
"Nak Kaivan, ayo masuk ke dalam" ucap Leli dan menyingkir sedikit dari pintu untuk ruang berjalan Kaivan.
"Iya buk" Kaivan dengan ragu-ragu masuk ke dalam rumah.
Saat masuk ke dalam Kaivan langsung diarahkan ke ruang makan yang sudah terisi Nindya dan Jajak yang tengah asik makan. "Ayo nak Kaivan duduk dan makan bersama dengan Nindya, duduk sebelah sini nak Kaivan disamping Nindya."
Leli duduk disamping Jajak dan memang kursi yang tersisa hanya berada di dekat Nindya saja. Jadi dengan terpaksa Kaivan duduk disamping Nindya karena untuk menghormati ajakan dari Leli.
"Nindya tolong ambilkan Kaivan makan agar kamu nanti saat sesudah menikah bisa melayani nak Kaivan dengan baik" ucap Leli.
"Tidak usah bu saya bisa sendiri" tolak Kaivan.
"Tidak apa nak Kaivan biar Nindya belajar jadi seorang istri yang baik, ayo Nindya cepat ambilkan nak Kaivan makan."
"Tapi bu Aa' Kaivan enggak mau kan tadi."
"Sudah kamu ambilkan saja" ucap Leli dengan kode mata agar Nindya segera menuruti perintahnya.
Nindya yang tidak bisa menolak pun dengan malas mulai mengambilkan Kaivan nasi goreng udang lalu meletakkan piring yang sudah terisi kedepan Kaivan. Nindya duduk kembali setelah meletakkan piring di hadapan Kaivan.
"Loh Nindya kenapa kamu tidak memberikan air putih sekalian sih? Nanti kalau nak Kaivan ingin minum dan enggak ada air didekatnya bagaimana? Kan kasihan nak Kaivan, cepat ambilkan minum."
Nindya menuruti kembali perintah ibunya dengan bibir cemberut, sesudah air putih di depan Kaivan Nindya lanjut makan kembali. Ibunya itu terlalu memanjakan Kaivan, mana makan dan minum diambilin membuat Nindya sebal saja. Saat air sudah ada didepannya Kaivan meminumnya sedikit untuk membasahi tenggorokannya.
"Nindya tadi ayah tidak salah dengarkan? Tadi kamu memanggil nak Kaivan dengan panggilan Aa'?"
"Iya ayah tidak salah dengar."
"Astaga jadi kalian saat ini sudah mulai dekat dong? Tidak seperti biasanya yang sangat formal sekali, ibu senang mendengarnya dengan begitu kalian pasti akan menjadi pasangan suami istri yang sangat baik" ucap Leli dengan riang gembira.
"Kalian mulai kapan merubah panggilan?" tanya Jajak.
"Saya dan Nindya mulai merubah panggilan semalam" ucap Kaivan.
"Syukurlah kalau mulai ada kemajuan, nah kalian berdua itu harus semakin dekat karena kan sebentar lagi akan menjadi suami istri bahkan menjadi orang tua dalam hitungan bulan" ucap Jajak.
"Oh iya nak Kaivan, semalam apakah kalian jalan-jalan malam berdua setelah fitting baju pengantin?" tanya Leli.
"Tidak bu, kita enggak jalan-jalan kita hanya makan malam sesudah fitting baju."
"Loh berarti kalian enggak mungkin dong kena udara malam terlalu lama?" Kaivan mengangguk.
"Tapi semalam itu Nindya mukanya merah loh katanya gara-gara kena angin malam."
Nindya langsung tersedak, Kaivan pun salah tingkah sendiri saat mendengar ucapan Leli. Nindya mengambil minum yang ada berada di dekatnya dan meminumnya hingga tandas.
"Kalau makan itu hati-hati nak jangan buru-buru" ucap Jajak.
"Iya ayah" Nindya lanjut makan kembali enggan menanggapi ucapan ibunya tadi. Tapi memang dasarnya Leli yang penasaran pun tetap mempertahankan hal tadi kepada Kaivan.
"Nak Kaivan apa pas perjalanan Nindya membuka jendela mobil lebar-lebar makanya muka Nindya bisa memerah?"
"Tidak bu, jendela mobil semalam ditutup semua."
"Lalu semalam kamu kenapa kok bisa memerah gitu mukanya?" tanya Leli pada Nindya.
"Mungkin karena udaranya dingin makanya muka Nindya bisa memerah, ayo Aa' kita berangkat nanti keburu macet dan kita telat sampai kantor."
Nindya berdiri lalu mengambil tasnya tidak menghabiskan makanannya yang masih setengah piring. Nindya menggeret lengan Kaivan agar segera berdiri dan keluar dari rumah.
"Eh Nindya kenapa buru-buru sih? Ini makanan kamu dan Kaivan belum habis semua" cegah Leli, dia juga ikut berdiri mengejar Kaivan dan Nindya.
Nindya terus menggeret lengan Kaivan hingga sampai disamping mobil. "Aku dan Aa' udah kenyang bu jadi enggak perlu dihabiskan makanannya."
"Itu mah kamu yang kenyang kalau nak Kaivan pasti belum kenyang, ayo nak Kaivan masuk lagi ke dalam dan habiskan makanan tadi, biarkan saja Nindya berangkat ke kantor sendiri."
"Maaf bu saya juga kenyang" ucap Kaiva.
"Dengarkan bu, Kaivan juga sudah kenyang sudah kita mau berangkat kerja."
"Tunggu dulu kalian belum pamitan dengan benar sama ibu" Nindya maju dan otomatis Kaivan juga ikut maju karena tangan mereka masih bertautan.
Nindya menyalami tangan Leli dengan takzim, saat Kaivan akan menyalimi tangan Leli tidak bisa karena tangannya masih dipegang oleh Nindya. "Nindya tangan nak Kaivan dilepasin dong jangan di pegang begitu, nak Kaivan jadi enggak bisa salim sama ibu."