Reynard Fernando, seorang CEO sukses yang lumpuh, menikahi Caitlin Revelton, gadis ceria dan penuh semangat yang dikenal tak pernah mau kalah dalam perdebatan. Meskipun Caitlin tidak bisa membaca dan menulis, ia memiliki ingatan yang luar biasa. Pernikahan mereka dimulai tanpa cinta, hanya sekadar kesepakatan.
Namun, apakah hubungan yang dimulai tanpa cinta ini dapat berkembang menjadi sesuatu yang lebih mendalam? Atau, mereka akan terjebak dalam pernikahan yang dingin dan hampa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23
Caitlin melangkah maju mendekati suaminya dengan tatapan tajam. Jarak mereka begitu dekat hingga Reynard bisa merasakan hembusan napasnya. Tatapan Caitlin dipenuhi amarah yang tertahan, tetapi suaranya tetap tenang saat ia berbicara.
"Apa yang akan kamu lakukan? Membunuhku atau mengurungku? Mungkin aku seharusnya tidak membawamu ke rumah sakit saat itu," tanya Caitlin, suaranya penuh sindiran.
Reynard menahan napas sejenak sebelum menjawab. "Kau bisa pura-pura tidak tahu. Jangan lupa! Kita ada perjanjian. Kau harus patuh padaku!" balas Reynard dengan nada perintah, seakan mencoba menegaskan kuasanya di atas perasaan Caitlin.
"Selalu saja menggunakan surat perjanjian itu," desisnya, penuh kekecewaan. Ia menatap Reynard dengan tajam, "Aku bahkan tidak mendapat keuntungan apapun dari pernikahan ini. Lagipula, kau sudah punya pacar. Jadi, kenapa kau tetap menikahiku?"Tanpa menunggu jawaban dari Reynard, Caitlin berbalik hendak meninggalkan kamar.
Namun, langkahnya terhenti ketika pacar Reynard yang berdiri di pintu menghadangnya."Kau tidak bisa pergi begitu saja," kata wanita itu dengan nada penuh kepongahan. "Setidaknya kau harus bersumpah. Kalau melanggarnya, kami tidak akan memaafkanmu."
Caitlin berhenti sejenak, menatap wanita itu dengan penuh kebencian. Ia kemudian menarik lengan wanita tersebut dan dengan mudah mendorongnya hingga tersungkur ke lantai. Suara benturan tubuh wanita itu terdengar keras, disertai jeritan yang melengking."Aahhh!" teriak wanita itu, wajahnya meringis kesakitan.
"Berani sekali kau mengancamku," kata Caitlin dingin, tanpa sedikit pun menunjukkan rasa iba. "Jaga pacarmu baik-baik!" Lalu, tanpa melihat ke belakang, Caitlin melangkah pergi menuju kamarnya. Seketika itu juga, ia mengunci pintu dengan keras.
Wanita yang masih terduduk di lantai, merintih dengan nada manja. "Kakak, lihatlah dia! Sangat kasar padaku!" rengeknya kepada Reynard yang masih berdiri di tempat.
Reynard hanya menghela napas panjang, wajahnya tak menunjukkan empati sedikit pun. "Jangan ikut campur. Aku dan Caitlin adalah suami istri," ujarnya dingin sebelum meninggalkan wanita itu dan berjalan menuju kamar Caitlin.
Di depan pintu kamar yang terkunci, Reynard mengetuk dengan tegas. "Caitlin, buka pintunya!" suaranya menggema di seluruh ruangan.
Tak lama kemudian, pintu terbuka, tetapi sebelum Reynard bisa mengucapkan sepatah kata pun, sebuah bantal melayang ke wajahnya dengan cepat. Reynard terkejut, tetapi segera menyadari siapa pelakunya.
"Tidur saja dengan pacarmu, sana. Mulai hari ini kamar ini adalah milikku," kata Caitlin dengan nada kesal, sebelum membanting pintu di depan wajah Reynard.
Reynard, yang masih berdiri di luar, mengerutkan alisnya. "Hei, apa kau tidak salah? Aku adalah suamimu!" serunya sambil mengetuk pintu lagi.
Dari balik pintu, terdengar suara Caitlin yang tak kalah sinis. "Kau hanya suami palsuku, jadi aku berhak mengusirmu dari kamarku," jawabnya tegas.
Reynard terdiam sejenak di depan pintu yang tertutup, bingung antara marah atau tertawa kecil karena situasi aneh ini.
"Gadis ini benar-benar tidak pernah mengalah," gumam Reynard.
Keesokan harinya, sinar matahari pagi menyelinap masuk melalui celah-celah tirai kamar. Caitlin, dengan gerakan lambat namun telaten, mengepel lantai kamarnya. Suasana sepi yang ia nikmati tiba-tiba terusik oleh suara langkah yang mendekat. Sosok tinggi dan anggun, pacar suaminya, muncul di ambang pintu, menyunggingkan senyum mengejek.
"Kasihan sekali, sebagai seorang istri bos besar tanpa pembantu," sindir wanita itu sambil melangkah masuk tanpa permisi. Matanya yang tajam memindai ruangan dan berhenti pada ember berisi air di sudut. Senyum jahat mulai terbentuk di bibirnya.
Caitlin menegakkan tubuhnya sejenak, matanya tak beralih dari kayu pel di tangannya. "Pacarmu ada di bawah sana, pergi saja," jawabnya dengan suara datar, berusaha menahan amarah yang mulai muncul, fokus tetap pada pekerjaannya.
Namun, wanita itu tak berhenti. "Kau sangat ketinggalan zaman," katanya sinis, berjalan mendekati ember air itu. "Masih saja menggunakan kayu pel lantai. Sekarang kebanyakan menggunakan alat elektronik." Dengan gerakan cepat, ia menendang ember itu, membuat air di dalamnya tumpah berserakan di lantai, merembes ke sudut-sudut kamar.
Caitlin tertegun sejenak, tatapannya membara. "Hei, apa kau sengaja, ya?" teriaknya, suaranya bergema keras di dalam ruangan.
Wanita itu hanya mengangkat bahu dengan senyum sinis. "Ups, maaf, aku tidak sengaja," katanya sambil melangkah keluar, namun jelas sekali dari sorot matanya bahwa tindakannya adalah sengaja.
Sementara itu, di ruang tamu, Reynard sedang duduk di meja kerja, matanya tertuju pada dokumen di depannya, berusaha mengabaikan keributan di lantai atas.
"Tuan, sepertinya ada sesuatu yang akan terjadi," ucap Nico sambil menatap langit-langit, seolah-olah bisa melihat apa yang sedang terjadi di atas.
Reynard mendesah pelan, tak mengangkat pandangannya dari dokumen di tangannya. "Biarkan saja. Sama-sama pembuat onar. Kita lihat saja apa yang terjadi," balasnya, suaranya datar namun tegas.
Nico tidak begitu yakin. "Tuan, Nona Lucy sangat sulit diatasi. Apakah nyonya akan baik-baik saja?" tanyanya dengan nada penuh kekhawatiran.
Reynard menghela napas panjang, kali ini mengalihkan pandangannya sejenak ke Nico, "Mana mungkin aku tidak tahu kelemahan adik sepupuku dan istriku. Yang satu suka mencari masalah, yang satu lagi tidak suka disinggung," jawabnya santai, kembali pada dokumen di depannya.
Saat wanita itu melangkah anggun di koridor, Caitlin tidak bisa menahan amarahnya lebih lama. Dengan tangan yang masih memegang erat kayu pel lantai, ia berlari mengejar wanita itu.
"Hei, cepat keringkan lantai sekarang juga!" teriak Caitlin, suaranya melengking, penuh emosi.
Pacar Reynard, wanita dengan kepercayaan diri tinggi, berhenti dan berbalik. Sebuah senyum meremehkan menghiasi wajahnya. "Kenapa? Aku adalah pacar pengusaha besar. Tidak layak menyentuh pekerjaan yang kotor," jawabnya dengan nada mengejek, memandang Caitlin dari atas ke bawah.
Mata Caitlin menyipit, seolah menahan dorongan untuk langsung bertindak. Ia mendekati wanita itu sambil bergumam pelan, "Kenapa jalang ini mirip sekali dengan ayam betina yang ada di rumah paman?" Langkahnya semakin cepat, dan amarahnya memuncak seiring jaraknya yang semakin dekat.
"Oh, ternyata begitu," lanjut Caitlin, mendadak tersenyum licik. "Kalau begitu, aku akan sangat berterima kasih padamu," katanya sambil tanpa peringatan menempelkan kain pel yang basah langsung ke wajah wanita itu.
"Aaahhh!" teriakan pacar Reynard menggema di seluruh rumah, membuat lantai bawah bergetar karena suaranya yang nyaring. Makeup yang begitu sempurna mulai berantakan, bercampur dengan air kotor dari kain pel itu.
Caitlin, tanpa belas kasihan, menggerakkan kayu pel dengan kasar, menggosokkan kain itu lebih keras ke wajah wanita yang kini berteriak histeris. "Wanita tipe sepertimu, aku sudah pernah bertemu banyak. Kalian semua sama, hanya tahu cara bermain kotor," kata Caitlin dengan nada dingin.
seru nih