Darra Smith adalah seorang anak yatim piatu yang menikah muda dengan suaminya Raynard Walt. Di tahun kedua pernikahannya, semuanya berubah. Mertua dan kakak iparnya kerap ikut campur dengan rumah tangganya. Di tambah perusahaan yang dibangun suaminya mengalami masalah keuangan dan terancam bangkrut. Situasi kacau tersebut membuat Raynard selalu melampiaskan kemarahannya kepada Darra. Ditambah lagi Darra tak kunjung hamil membuat Raynard murka dan menganggap Darra adalah pembawa sial.
"Aku sudah tidak sanggup hidup denganmu, Darra. Aku ingin bercerai!"
Kalimat itu seperti suara gelegar petir menghantam Darra.
Setelah kejadian pertengkaran hebat itu, kehidupan Darra berubah. Bagaimana kisah selanjutnya
ikuti terus ya....
Happy Reading 😊😊😊
Update hanya hari senin sampai jumat 😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ani.hendra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SUDAH MEREPOTKAN
💌 POSESIF SETELAH BERCERAI 💌
🍀 HAPPY READING 🍀
.
.
Satu jam telah berlalu. Namun Darra belum juga sadar. Untuk mengisi waktu, Dave membuka tabletnya dan memeriksa beberapa email yang masuk. Tiba-tiba pintu terbuka,
CEKLEK !
Dave melihat ke arah pintu, ternyata Albert yang datang. Ia menghubungi Albert untuk membawakan makan siang untuknya.
"Selamat siang, tuan!" Albert mengintip di balik pintu dan memberi salam kepada pak direktur. "Saya membawakan makan siang anda." Ia mengangkat paper bag di tangannya.
"Masuklah...!"
Albert tersenyum melangkah masuk. Ia melihat ke arah ranjang rumah sakit. Nampak seorang wanita cantik berbaring lemah di sana. Albert mengerutkan keningnya, ia tidak mengenal wanita itu.
"Apa gadis itu kekasih tuan Dave? Jika itu benar, kenapa aku tidak tahu? "
"Apa yang kau pikirkan?"
"Heuh?" Albert melepaskan lamunannya. Ternyata tuan Dave bisa membaca pikirannya. Ia tersenyum sambil meletakkan paper bag yang berisi makanan di atas meja.
Mungkin bertanya adalah pilihan yang tepat untuk mengurangi rasa penasarannya. "Siapa yang sakit tuan?"
"Dia bukan siapa-siapa."
Albert bertambah bingung saat mendengar jawaban bosnya. "Jika bukan siapa-siapa? kenapa tuan Dave berada di sini? Bahkan beliau sampai membatalkan rapat penting tadi siang?"
Dave menarik napas panjang saat melihat Albert nampak kebingungan. "Dia wanita yang aku temui di jembatan."
Mendengar jembatan bulu kuduknya langsung berdiri. Albert menatap nanar ke arah bosnya "Apa maksud tuan dia ingin....."
Belum lagi Albert melanjutkan kalimatnya Dave langsung menjawabnya. "Iya...."
"Wah...seberat apa masalahnya tuan sampai ia berniat ingin mengakhiri hidup."
"Jangan menghakimi Albert, kita tidak tahu perjalanan hidupnya."
Mendengar itu, Albert reflek menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Jika menyangkut soal hidup tuan Dave tidak pernah bermain-main. Albert mengingat kembali bagaimana awal ia diterima bekerja di perusahaan Matthew. Tuan Dave memberi pesan untuknya dan pesan itu selalu dia ingat.
"Kehidupan yang sebenarnya ibarat layang-layang. Tiupan angin yang menerpanya bukan melemparkannya ke bawah, namun sebaliknya menaikkannya ke atas."
Albert tersenyum sambil melepaskan lamunannya. Ia manarik napas lalu kembali berbicara. "Apa pihak keluarganya sudah dihubungi tuan?"
"Aku tidak bisa menghubungi keluarganya."
"Jadi siapa yang menjaganya di sini tuan?" tanyanya lagi.
"Saya yang akan menjaganya disini." Kata Dave dengan datar.
"Apa?" Albert terkejut sampai matanya terbelalak.
"Apa ada yang salah Albert?"
"Tentu saja tidak ada yang salah tuan, tapi...."Albert menangguhkan kalimatnya. "Tapi ada baiknya jika tuan mengubungi sekertaris Marta saja. Marta bisa menjaganya di sini." Albert memberi saran.
"Marta lagi sibuk mengerjakan tugas yang aku berikan. Jangan merepotkan orang lain Albert, masalah ini, biar saya yang mengurusnya."
"Bagaimana jika...."
Belum lagi Albert melanjutkan kalimatnya, Dave mengangkat tangannya ke atas. Gestur yang Albert pahami agar ia tidak bicara lagi.
"Kau boleh kembali ke kantor!" ucap Dave kemudian.
"Ahhhh..." Dave mengangguk paham. "Baik tuan! Jika anda membutuhkan sesuatu, tuan bisa langsung menghubungi saya."
"Hmm....!" Jawab Dave dengan gumaman.
Albert lalu membungkukkan badannya untuk memberi hormat. Ia melangkah meninggalkan ruangan kamar inap VIP itu.
⭐⭐⭐⭐⭐
Uap dari alat dehumidefir terlihat aktif mengepulkan droplet hydrogen ke udara. Menjaga kelembaban di kamar VIP dengan satu single ranjang yang memiliki roda empat di setiap kakinya.
"Hmm...mmm." Suara Darra pelan dan parau. Samar-samar hampir tidak terdengar. Namun Dave bisa mendengar. Ia melangkah cepat mendekati ranjang rumah sakit.
"Kau sudah sadar?"
"Hmmmm...." Darra mengigau dan mengerutkan wajah. Ia merasakan sesuatu perih dibagian punggung tangannya saat digerakkan. Seperti ada benda lentur yang panjang menusuk ke dalam daging. Ia memiringkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Darra belum menyadari bahwa ia sedang berada di rumah sakit.
"Ssstttt... istirahatlah dulu." Ucap Dave dari samping.
Darra merasa bagian puncak kepalanya dibelai dengan lembut. Sesaat kemudian Darra menyadari kalau posisinya tengah berbaring. Ia mengerjap beberapa kali. Pandangannya buram masih beradaptasi dengan cahaya yang ada di dalam ruangan. Namun pandangannya semakin jelas saat melihat sosok lelaki yang pernah ia tabrak di lampu merah.
"Kau? ahhhhh.." Darra mencengkeram bagian kepalanya karena begitu sakit. Ia mengangkat punggung tangannya yang terasa perih itu.
Dave mengerutkan keningnya saat wanita itu mengenalnya. "Kau mengenalku?"
"Kenapa aku di sini?" Tanya Darra menatap ke arah pria itu. Ia kembali menegakkan pandangannya.
"Aku sudah bilang istirahat dulu." pinta Dave kembali merapikan selimut yang dikenakan Darra. "Tapi kau belum menjawabku. Apa kau mengenalku?" Tanya Dave lagi.
"Tentu saja aku mengenalmu. Kau pernah aku tabrak di lampu merah."
"Ahhhhh ....pantas saja wajahmu begitu familiar sekali. Ternyata kita pernah bertemu dan sekarang kita dipertemukan kembali."
"Tapi kenapa aku di sini?" tanya Darra lagi.
"Kau tidak mengingatnya?"
Tiba-tiba ia baru sadar, selintas kejadian tadi pagi teringat lagi oleh Darra. Mulai membongkar kotak-kotak memori yang kosong, mengais-ngais sisa-sisa ingatannya yang mungkin masih tertinggal. Sampai pikirannya terasa kelu. Kepalanya sakit. Darra mencengkram kepalanya. Memori-memori yang tersimpan dalam ingatannya mulai bangkit ke permukaan. Pecahan-pecahan adegan dan gambar bergulir cepat dan kasar di dalam kepalanya yang kosong, yang kini mencicip nyeri seperti mau pecah. Perselingkuhan suaminya membuatnya begitu sakit dan perceraian yang sama sekali tidak ia inginkan akhirnya terjadi. Dadanya kembali sakit saat ingatan itu kembali. Ia berharap bisa melupakan kejadian itu.
"Apa kau membawaku ke sini?"
"Hmmm. Kau pingsan dan beruntung sekali kau tidak sampai terjatuh." Ucap Dave tidak ingin membangkitkan memori kejadian itu kepada Darra.
"Maaf, sudah merepotkanmu."
"Tidak apa-apa." Sahut Dave dengan senyuman tipis. "Adakah keluargamu yang bisa dihubungi?" tanya Dave lagi.
Darra sesaat menarik napas dengan mata terpejam. "Aku tidak punya keluarga. Aku yatim piatu."
Deg!
Mendengar itu jantung Dave berdesir. "Kau tidak memiliki keluarga?"
Darra mengangguk lemah dan kembali menatap pria itu. "Aku bisa minta tolong?"
"Hmm...tentu saja."
"Aku ingin kau menghubungiku temanku."
"Baterai handphonemu habis, kau bisa menggunakan ini." Tangan Dave mengulur memberikan handphonenya.
"Terima kasih."
Darra melakukan panggilan kepada Kayla. Ia meminta Kayla agar datang ke rumah sakit. Karena tidak puas Kayla mengalihkan panggilan telepon menjadi panggilan video call.
"Kau di rumah sakit?" Suara Kayla naik satu oktaf di layar telepon.
Darra menjepit bibirnya saat mendengar teriakkan Kayla. Ia memberi gestur agar Kayla tak membahas masalah Ray.
"Aku sudah katakan berkali-kali, tinggalkan rumah itu. Tapi kau gak pernah dengar aku Darra. Sekarang apalagi yang mereka lakukan? Apa mereka sengaja memberikan makanan yang jelas-jelas kau alergi dengan makanan itu?"
Lagi-lagi Darra memberi kode agar Kayla tidak melanjutkan ucapannya. Dave hanya diam, seolah tidak mendengarkan pembicaraan mereka.
"Kau bisa datang gak?" tanya Darra memotong pembicaraan.
"Aku benar-benar kesal Darra. Dua tahun...."
"Kayla....kau bisa datang apa tidak?" Darra menekan setiap kalimatnya. "Kalau kau tidak bisa datang, aku bisa pulang sekarang."
"Oke, aku minta maaf. Aku terlalu kesal Darra. Sampai kapan mereka memperlakukanmu seperti ini?"
Darra membuang mukanya tak ingin melihat Kayla. Ia tidak nyaman dengan suasana ini.
"Maaf Darra, aku tidak akan membahas itu lagi. Nanti malam aku datang ya. Siang ini aku harus menyelesaikan pekerjaanku dulu."
"Oke, tidak apa-apa yang penting kau datang. Sudah ya!"
"Gak usah pikirkan apa-apa. Sekarang kau fokus pada kesehatanmu."
Darra tak menjawab. Ia hanya melambaikan tangannya di depan Kayla.
"Bye, Kayla!"
"Hei...jangan lupa." Kayla mengingatkan lagi.
TIT!
Darra mengakhiri panggilan video mereka. Ia menarik napas singkat, lalu mengembalikan ponsel itu.
"Terima kasih. Maaf sudah merepotkan."
"Tidak masalah."
"Teman saya akan datang, kamu bisa...."
"Aku tidak bisa meninggalkanmu."
Deg!
BERSAMBUNG.....
^_^
Tolong dukung ya my readers tersayang. Ini Novel ke sepuluh aku 😍
Salam sehat selalu, dari author yang cantik buat my readers yang paling cantik.
^_^
jangan Senin 🤪🤪🤪🤪🤪🤪
/Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful/