Terlambat

Setelah membereskan segala hal, Xero menghabiskan lebih dari dua bulan untuk menyelesaikan semuanya.

Dua setengah bulan telah berlalu sejak Naina tiba di kampung halamannya. Ketika dia meninggalkan istana, dia berkata bahwa dia akan kembali dalam tiga bulan, jadi dia harus bersiap untuk segera kembali. Kehidupannya di rumahnya damai dan membuatnya melupakan kesulitan yang ia alami di istana kerajaan, namun ia tidak bisa melarikan diri selamanya. Orang tuanya mungkin pernah mendengar rumor tentang Xero dan Calista, tapi mereka tidak menyebutkan apapun dan menyambutnya dengan hangat.

Itu cukup membuat Naina lega.

Naina menghela nafas panjang dan menatap kanopi tempat tidurnya.

Sebentar lagi, ini akan berakhir.

Naina memejamkan matanya.

Melihat ke belakang, itu adalah pernikahan yang aneh sejak awal. Belum pernah terjadi sebelumnya seorang putri dari keluarga bangsawan rendahan menikah dengan keluarga kerajaan. Paling banter, dia akan menjadi permaisuri raja. Kalau dipikir-pikir seperti itu, ia merasa bangga bisa menjadi istri raja seperti Xero, meski hanya sebentar.

aku harusnya bangga…

Tiba-tiba, sudut matanya menjadi panas, dan air mata mulai mengalir. Dia benar-benar ingin tetap berada di sisinya selamanya. Betapapun menyakitkannya, dia ingin tetap menjadi istrinya. Cinta itu membuatnya menderita, cinta nya pula yang membuatnya buta akan perlakuan Xero terhadapnya.

Sekalipun dia tidak dicintai, meskipun dia hanya pengganti wanita yang dicintainya, meskipun dia tidak ingin memiliki anak bersamanya, meskipun dia adalah istri sementara yang dapat dibuang dengan mudah…

Tapi karena itulah aku dipercayakan peran istrimu. Jadi dari awal dia yang telah jatuh hati kepada Xero, dia merasa bersyukur meski hanya sesaat.

“Betapa buruknya aku…”

Biarkan ini menjadi kali terakhir aku menangis. Dia berjanji pada dirinya bahwa dia akan banyak tersenyum bahagia.

Naina diam-diam memejamkan mata, bangga pada dirinya sendiri yang masih bisa tersenyum hingga saat ini.

***

Beberapa waktu yang lalu, Naina akhirnya mengutarakan segalanya kepada orang tuanya. Keputusannya untuk berpisah dengan sang Raja sudah bulat. Untungnya Baron Dake mengerti perasaan anaknya dan tidak menekankan untuk mempertahankan rumah tangga yang menyiksa putrinya. Pun dengan Ibu dan kakaknya, mereka semua mendukung keputusan Naina. Jadi sejak itu, mereka telah mempersiapkan segala hal.

Naina bahkan pergi ke rumah neneknya yang ada di negara tetangga untuk menenangkan dirinya.

Keesokan paginya, Naina merasa seperti mendengar suara keras dari jauh, sehingga dia bangun dan perlahan duduk. Bahkan di tengah rasa kantuknya, dia masih bisa merasakan pendengaran yang tajam. Dia menguap, bertanya-tanya apakah terjadi sesuatu, ada ketukan di pintu. Di saat yang sama, suara panik dari pelayannya, Karrie, mencapai telinganya.

"Nyonya! Nyonya!"

“Minnie?”

“Tolong bangun, aku masuk!”

teriak Minnie dari luar kamar sambil membanting pintu hingga terbuka, hal yang tidak seperti biasanya. Di rumah neneknya, Naina dilayani oleh Minnie.

“Nyonya, apakah Anda sudah bangun !?”

"Apa? Apa yang sedang terjadi?"

“Sesuatu telah terjadi! Silakan keluar!”

"Di luar?"

"Ya."

Naina merasa bingung dengan keadaan tersebut.

“Yang Mulia… Yang Mulia Raja ada di sini!”

"Hah!?"

Naina membuka matanya dan segera mengenakan mantel, sepatu, dan bergegas ke lorong, di mana dia bisa melihat gerbang.

A-apa yang terjadi!?

Xero pasti ada di sana. Entah kenapa, ada juga prosesi pengantin pria yang cantik. Prosesi berlanjut hingga ke jalan raya, dengan Xero berdiri tepat di depan gerbang mansion.

Sebelumnya, Xero pergi ke rumah Baron Dake. Itu adalah pertama kalinya sejak pernikahannya Xero pergi ke rumah mertuanya. Alih alih disambut hangat, Baron Dake hanya menunjukkan keramah tamahannya sebagai bangsawan yang melayani sang raja. Bukan sebagai mertua dan menantu.

Baron Dake, yang terpana dengan kunjungan pribadi raja, segera pergi ke gerbang untuk menemuinya dan membungkuk dalam-dalam.

“Kami merasa terhormat menerima Matahari Kerajaan—Yang Mulia Raja.”

Xero turun dari kudanya, berdiri sejajar dengan ayah mertuanya.

“Tidak perlu mengadakan pertemuan formal. Saya di sini hari ini sebagai menantu Anda.”

"Hah?"

“Baron Dake, saya datang menjemput istri saya hari ini. Dimana Naina?”

“Naina—tidak, Yang Mulia Ratu itu..…”

“.....?”

Sang Baron akhirnya memberikan usulan untuk Yang Mulia Raja Xero menginap. Awalnya berpikir untuk menolak usulan tersebut Tapi kemudian Xero penasaran dengan tempat istrinya tumbuh . Xero akhirnya pergi ke kamar Naina, dia melihat lihat tempat istrinya menghabiskan waktunya.

Disana banyak sekali potret kecil Naina. Pipi tembam, dengan rambut kepang dua, dia sangat menggemaskan.

- Andai saja anaknya dulu lahir, mungkin dia sama menggemaskannya dengan potret Naina...

Kamarnya tidak besar, tapi cukup luas untuk kamar seorang putri. Kamarnya penuh dengan nuansa biru dan pink, khas sekali kamar perempuan.

Pagi harinya, Xero ikut sarapan.Nuansa keluarga yang hangat. Hati Xero rasanya hangat melihat keluarga sederhana ini. Mereka semua banyak bertanya dan tertawa. Meski Sang Baron tetap saja melihat Xero dengan dingin. Mungkin, meski di pedesaan rumor tentang dirinya telah sampai. Tapi mereka juga pasti sudah melihat koran bahwa mantan ratu telah di eksekusi dengan kejahatannya.

"Ehem... Apakah koran ibukota tidak menjangkau wilayah Baron?" Xero ingin memastikan bahwa berita tersebut sampai ke telinga sang Baron.

Dake mengerutkan keningnya. " Yah memang wilayah kami terpencil, tapi koran koran telah menjangkau wilayah sini."

Xero menganggukkan kepalanya. "Begitu ya..."

Kalau begitu mereka pasti sudah mendengar beritanya. Tapi entah kenapa Kakak Naina memberikan sinyal permusuhan. Kalau saja dia bukan sang raja pasti dia sudah di intimidasi di meja ini.

Setelahnya Xero dan pasukannya pamit .

"Hati-hati dijalan Yang Mulia." Ibu Naina lah satu satunya wanita yang memperlakukannya dengan sangat baik. Mungkin dia juga merasakan bahwa sebenernya sang suami mencintai anaknya.

"Dipahami."

Xero tersenyum dan kemudian lekas memacu kudanyaa.

***

Di kediaman nenek Naina.

Xeon sedang melewati gerbang, dipimpin oleh oleh neneknya . Naina menatap pemandangan itu dengan kaget, sebelum dia sadar.

Mustahil…

Neneknya menunjukkan jalannya kepadanya. Xero melihat ke arah yang ditunjuk neneknya.

Ah!

Mata mereka bertemu. Naina segera bersembunyi di balik tembok dan bergegas kembali ke kamarnya.

Kenapa dia ada di sini? Untuk apa dia datang? Padahal saya sudah komunikasikan niat saya untuk bercerai…

Perceraian…

Itu benar. Mungkin dia datang untuk menyelesaikan prosedur perceraian! Saya yakin akan hal itu!

Kalau begitu, aku tidak seharusnya berpakaian seperti ini.

Naina membunyikan bel dan memanggil Minnie.

Hah? Kenapa dia tidak datang?

Dia mencoba membunyikan bel lagi, tapi Minnie tidak muncul. Namun berapa lama pun dia menunggu, Minnie tak kunjung datang. Saat dia mulai khawatir tentang apa yang sedang terjadi, dia akhirnya mendengar ketukan di pintu.

“Silakan masuk. Apa yang salah? Kamu tidak langsung datang—”

“—Naina.”

“Yang Mulia…”