Awalnya pura-pura, lama-lama jadi cinta. Aku, Renata Priyanka, menghadapi kenyataan hidup yang tidak terduga setelah calon suamiku memutuskan hubungan satu minggu sebelum pernikahan.
Untuk memperbaiki nama baik keluarga, kakek mengatur pernikahanku dengan keluarga Allegra, yaitu Gelio Allegra yang merupakan pria yang terkenal "gila". Aku harus beradaptasi dengan kehidupan baru dan konflik batin yang menghantui.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anak Balita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi Sedikit Egois
10 April 2025, di rumah pribadi Gelio Allegra.
Setelah aku dan Gelio bertengkar, Gelio ngambek selama 3 hari. Tapi kini aku dan Gelio sudah kembali berbaikan dan sudah kembali ke rumah kami atas saran papa dan mama. Mereka berkata jika pengantin baru harus selalu akur dan masalah kecil seperti itu harus segera diselesaikan.
Di sofa ruang tamu, Gelio terlihat duduk anteng di sana, namun di dalam kepalanya terdapat banyak pikiran. Sebagai istri yang baik, aku berjalan menghampiri Gelio lalu duduk di sampingnya. Dia terlihat belum terbiasa denganku, aku juga begitu.
"Ada apa sayang?" tanya nya mencairkan kecanggungan.
"Mau ku buatkan secangkir kopi atau teh?" tanyaku berinisiatif menawarkan kopi kepada suamiku itu.
"Memangnya dia bisa membuat kopi?" gumam Gelio.
"Apa? Kamu ada mengatakan sesuatu?" tanyaku yang tidak mendengar apa yang Gelio gumam kan.
"Boleh sayang, aku ingin meminum kopi buatan istriku yang cantik ini," kata Gelio.
"Baik, tunggu sebentar!"
Dengan semangat aku bergegas ke dapur. Menyiapkan air hangat, cangkir dan tentunya kopi untuk ku seduh. Air yang mendidih mengepul mengeluarkan uap panas. Aroma nikmat kopi tercium hingga ke sela-sela pernafasan.
"Taraa! Kopinya sudah jadi," aku menyodorkan secangkir kopi kepada Gelio.
Dengan pelan Gelio menerima kopi dariku, seperti di iklan-iklan, dia mencium aroma kopinya terlebih dahulu. Setelahnya, dia pun mulai mencicipi nya sedikit.
SLURRPPP!
Matanya yang tadinya terpejam kini terbuka lebar, tersenyum kepadaku sambil menganggukkan kepalanya.
"Lumayan. Tidak ku sangka ternyata istriku sangat pandai membuat kopi. Walau sebenarnya aku bukan penikmat kopi, tapi kuakui jika rasanya sangat pas, kamu pintar mengkombinasikan antara takaran kopi dengan gula nya, jadi rasanya sangat pas!" Gelio memuji.
Aku bahagia, aku sudah selangkah lebih maju untuk menjadi istri yang baik bagi Gelio.
"Terimakasih! Tidak sia-sia aku mencari rekomendasi merek kopi enak di internet, karena aku tidak ngopi jadi aku tidak tahu. Syukurlah kalau itu sesuai dengan selera mu!" kataku sambil senyum-senyum tersipu.
Gelio tertegun sejenak setelah mendengar kata-kata ku. Dia menoleh ke arahku, menatap kopi yang ada di tangannya, lalu kembali melihat ke arahku.
"Jadi... Ini kopi kemasan?" tanya Gelio kepadaku.
"Benar! Jika kamu menyukainya, aku akan memberitahumu nama kopinya, bentar aku lupa aku akan mengambilkan bekas kemasannya untukmu di dapur," kataku bersemangat.
Gelio menahan tanganku, menyuruhku untuk kembali duduk disana saja.
"Tidak perlu, terimakasih. Haha, aku memuji perusahaan kopi yang membuat produk ini," kata Gelio.
Sepertinya lagi-lagi dia kecewa kepadaku. Tapi aku harus bagaimana? Tidak ada orang yang bisa membimbing ku untuk menjadi istri yang baik, yang bisa mengurus pekerjaan rumah tangga dan melayani suami.
Mamaku dan mama mertua adalah seorang wanita karir, jadi mereka tidak pernah melakukan pekerjaan rumah karena di rumah sudah ada pekerja yang akan menggantikan nya melakukan itu. Tapi, aku juga seorang wanita karir, kenapa setelah menikah dengan Gelio aku harus berhenti bekerja dan melakukan pekerjaan rumah bahkan tanpa pembantu seorang pun?
"Gelio, bisa kah kita berbicara sekarang?" tanyaku yang mulai serius.
"Katakan saja," Gelio menyahut.
Aku menarik nafas dalam-dalam, bersiap untuk segela kemungkinan yang terjadi karena aku berani menanyakan hal itu kepadanya.
"Sebenarnya apa yang membuatmu pergi meninggalkan ku kemarin bahkan tanpa mengucapkan apapun? Apakah kesalahanku sebesar itu? Kumohon katakanlah dengan jujur, bukankah di dalam syarat pernikahan kita, kita harus selalu mengutamakan komunikasi dan kejujuran?" aku mencoba membujuknya dengan halus.
"Haaa... Baiklah," Gelio membenahi posisi duduknya, berhadapan denganku.
"Kamu mengenal Chandra Feriska bukan?" tanya Gelio kepadaku.
"Iya aku mengetahuinya," sahutku seraya mengangguk pelan.
"Kami sudah tidak memiliki hubungan apapun mulai saat itu," Gelio menjelaskan dengan tenang, dia tidak marah kepadaku.
"Kalian putus?"
"Benar."
Aku terdiam. Aku tidak menyangka jika Gelio akan marah seperti itu gara-gara diputusi oleh Chandra Feriska. Tidak tahu, aku tidak tahu apakah ini adalah salahku karena tiba-tiba datang dan mengambil Gelio dari wanita itu.
Atau mungkin ini bukanlah kesalahan, karena posisi wanita itu adalah sebagai orang ketiga diantara hubungan ku dengan Gelio. Tapi setelah dipikir-pikir, yang salah itu Gelio sendiri bukan? Dia menginginkanku, tapi dia menginginkan wanita itu juga.
Aku menggerakkan tubuhku mendekat ke arah Gelio yang masih menatapku. Bibirnya yang merah agak gelap itu terlihat cukup lembab untuk bisa kurasakan, aku ingin menciumnya.
"Ada apa? Apa kamu berusaha untuk menghiburku dengan cara ini?" tanya Gelio tersenyum sinis.
"Hei, apa aku boleh menjadi sedikit egois?" tanyaku, seraya mendekat dan mulai naik ke pangkuan pria itu.
"Apa yang kau inginkan?" tanya nya.
"Aku ingin menjadi istrimu," kataku.
"Bukankah kamu sudah menjadi istriku sekarang?" Gelio heran.
"Aku ingin menjadi istrimu yang sebenarnya, bukan hanya sekedar status istri di atas kertas. Aku tahu jika hubungan kita disebabkan oleh hal yang tidak baik, namun aku harap kita bisa memulainya sekarang agar kita bisa menjadi lebih baik... Bagaimana menurut mu? Apa permintaan ku itu terlalu egois?"
"Apa kamu sudah mulai jatuh cinta kepadaku?"
"Hmm, aku akan mulai jatuh cinta seiring berjalannya waktu ketika aku terus bersama mu. Aku mengatakan itu karena aku sudah siap menyerahkan diri, setelah menikah, aku hanya memiliki suamiku sebagai keluarga inti. Keluargaku di rumah belum tentu bisa membantu ku setiap saat, jadi aku mengandalkan mu," kataku.
Gelio terdiam, sepertinya dia tersentuh oleh kata-kata ku yang mengatakan jika aku hanya bisa mengandalkan dirinya sebagai seorang suami ku mulai saat itu.
"Apa kamu yakin?" tanya Gelio seraya meraba paha ku dengan tatapan nya yang sedikit datar namun ambigu. Aku mengangguk pelan, meyakinkan Gelio jika aku bersungguh-sungguh.
"Baiklah, kalau begitu aku akan memastikan kesiapan mu menjadi seorang istri mulai malam nanti. Jadi persiapkan lah dirimu," Gelio terkekeh.
"Apa maksudmu?" tanyaku.
"Aku akan menguji mu, jadi sekarang turunlah! Pahaku pegal menopang badanmu terlalu lama" Gelio mengangkat tubuhku pindah kembali duduk di atas sofa.
"Hei, apa kamu mau melakukan sex? Tanpa diuji pun aku sudah siap, ayo kita lakukan!" kataku yang sontak membuat Gelio terkaget-kaget.
"Hei anak kecil, apa kamu berniat menggoda paman huh?"
"Tidak~ aku se-ri-us!" aku membuka sedikit kancing atas bajuku secara perlahan, sambil menunjukkan pose seksi kepada suamiku itu.
"Haha... Kau!"
Sepertinya Gelio sudah tidak bisa menahan diri lagi, dia segera menyerang ku dan menciumiku.
"Ummhh, ah!" aku sedikit berteriak.
"Apa kamu baik-baik saja?"
"Hmm, tetaplah seperti itu!"
"Haaa.... Astaga. Ingat, aku tidak menerima penolakan!"
"Gel-ah! Pelan-pelan!" aku memukul pundaknya yang kokoh.
Dengan cepat Gelio mengangkat tubuhku, merangkul, lalu membawaku ke kamar. Saat itu, hari masih pagi!