Riana, seorang fresh graduate yang diterima bekerja menjadi salah satu karyawan di sebuah perusahaan pengembang game yang cukup ternama, Gameflix. Riana tidak pernah menyangka akan mendapatkan kejutan di hari pertamanya bekerja. CEO perusahaan tempat dia bekerja melamarnya di hari pertamanya bekerja! Bagaimana kisah Riana selanjutnya? Simak kisah serunya ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Purnamanisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Patah Hati
"Jadi, ternyata Riana itu pernah tinggal di panti asuhan yang sama sama lo dan kakak lo?" tanya Leo memastikan bahwa yang dia tidak salah memahami cerita Raga.
"Kok lo bisa nggak kenal dia dari awal? Kakak lo aja langsung ngenalin dia," tanya Leo heran.
"Nggak ngeh gue. Dan lagi gue taunya dulu dia dipanggil Nana, bukan Riana," kata Raga.
"Riana. Nana. Ya itu panggilannya, Nana. Lo nggak tau nama lengkapnya dulu?" tanya Leo. Raga menggeleng perlahan.
"Jadi dia dari panti asuhan juga?" kata Leo lebih kepada dirinya sendiri.
"Dia tinggal di panti cuma sekitar dua tahun kalo nggak salah. Abis itu ada yang mau adopsi dia. Setelah itu dia udah nggak pernah ada kabar lagi," cerita Raga.
"Dulu lo nggak deket sama dia?" tanya Leo penasaran.
"Dia lebih deket sama kakak gue," jawab Raga.
"Iya ya. Secara kakak lo kan keibuan. Pasti anak-anak panti deketnya sama kakak lo," komentar Leo.
"Eh, tapi, it's kinda fate, right? Kalian udah lama nggak ketemu dan sekarang kalian dipertemukan lagi,"
"Tapi takdir ini kejam," kata Raga sambil menatap nanar surat undangan pernikahan yang tergeletak di mejanya. Leo menatap ke arah mata Raga melihat.
"Sabar, Ga. Siapa tau ada kesempatan lain?" kata Leo mencoba menenangkan Raga.
"Kesempatan lain? Maksud lo?"
"Perceraian?"
"What? Jadi lo nyuruh gue buat doain Riana cerai?" tanya Raga kesal.
"Santai, Ga. Bukan doain. Ya kalik ada kesempatan itu. Kan siapa tau? Toh, sepertinya mereka nikah bukan karena saling cinta. Lo inget kan waktu Tuan Barra bilang kalo mereka akan tunangan, bahkan Riana pikir itu lelucon," kata Leo mencoba membela dirinya.
Raga tenggelam dalam pikirannya, merasa apa yang dikatakan Leo benar. Kalau Riana menikah dengan Barra bukan karena cinta, lalu karena apa? Harta? Status sosial? Sepertinya Riana bukan tipe wanita yang menginginkan itu semua.
'Lalu apa?'
"Eh, Ri, udah selesai reuninya?" tanya Leo yang melihat Riana sudah kembali masuk ke ruang kerja mereka.
"Sudah, Leo. Eh, Dinda mana?" tanya Riana celingukan.
"Masih ngobrol sama temennya tadi di bawah. Gue liat dia udah kek tukang gosip nyebar fitnah," kata Leo mencibir. Riana tersenyum. Diliriknya Raga yang menatapnya, diam.
'Jadi, canggung,'
"Game fashion kita masih kurang apa sih?" tanya Leo mencoba mencairkan suasana yang aneh diantara Raga dan Riana.
"Mmm... Game anak-anak kita dulu nggak terpilih karena kurang fitur pembelajarannya. Mmm... Gimana kalo game fashion ini kita kasih fitur dating?" saran Riana.
"Eh, kedengarannya seru. Trus, trus, gimana detailnya?" kata Leo. Raga masih terdiam, menatap Riana.
"Jadi gini, pemain bisa milih fitur dating dengan teman kencan virtual atau teman kencan online. Jadi game ini bisa dimainkan baik cewek atau cowok," jelas Riana memberi detail pada sarannya.
"Wah, seru. Berarti kita juga harus bikin avatar dan outfit cowoknya dong. Seru, seru. Gimana, Ga?" tanya Leo pada Raga.
"Eh?" Raga seperti baru memasuki alam sadarnya.
"Lo nggak denger penjelasan Riana? Kita tambah fitur dating, gimana?" tanya Leo menjelaskan.
"Fitur dating?"
"Iya, jadi kita bisa menarik lebih banyak pemain, nggak cuma cewek aja," kata Leo menyingkat penjelasan Riana. Riana menatap Raga yang jadi aneh sejak mengetahui dirinya adalah Nana yang satu panti dengannya dulu.
'Apa Raga nggak suka sama aku dari dulu?'
"Boleh. Bagus konsepnya. Tambahin aja apa yang perlu ditambahin," kata Raga lalu fokus pada layar komputernya.
"Lo bikin baju-bajunya, Ri, biar gue yang nambahin fiturnya," kata Leo. Riana mengangguk, sambil berjalan menuju mejanya dan melihat ke arah Raga yang fokus pada komputernya.
'Sudahlah...'
***
"Ri, temenin gue bentar abis ini bisa?" tanya Dinda pada Riana sambil membereskan meja kerjanya.
"Duuuh, kok mendadak sih, Din? Kamu kan tau aku harus ijin dulu kalo mau pergi," kata Riana sedih.
"Eh iya, lupa. Kalo gitu, lo bisa?" tanya Dinda pada Leo yang sudah menenteng tasnya siap pulang.
"Kemana sih? Gue ada janji sama nyokap mau anter ke tempat temennya," kata Leo sambil melihat jam tangannya.
"Hmmm... Ya udah sih. Gue sendiri aja," kata Dinda sambil melirik Raga yang masih fokus pada layar komputernya. Leo menoleh ke arah Raga.
"Lo lembur?" tanya Leo pada Raga.
"Nggak. Bentar lagi, nanggung," jawab Raga sambil masih fokus pada komputernya.
"Kalian duluan aja. Jangan lupa besok presentasi!" kata Raga mengingatkan.
"Ya udah, kita duluan, Bos," pamit Leo yang diikuti anggukan dari Raga. Leo dan Dinda keluar ruangan lebih dulu. Riana masih membereskan mejanya.
"Kita duluan ya, Ri," pamit Dinda yang dibalas senyum dan anggukan dari Riana.
"Perasaan gue aja, atau memang Raga lagi aneh?" bisik Dinda pada Leo ketika mereka berjalan keluar ruangan.
"Dia baru dapat fakta mengejutkan siang tadi," jawab Leo mencoba membuat Dinda penasaran.
"Apa?"
"Mau tau?"
"Pake nanya,"
"Nggak gratis,"
"Besok gue traktir,"
"Gue yang milih menu,"
"Bebas. Tapi, jangan mahal,"
"Tetep pelit,"
"Bukan pelit. Hemat,"
"Beda tipis,"
"Halah, buruan apaan?"
"Duuuh yang penasaran banget,"
"Lama-lama gue gampar pake metromini lo,"
"Duuuh atiiit,"
"Buruan,"
"Bener ya traktir?"
"Iyaaaaaa"
"Ehem... Jadi, ceritanya tuh gini. Tadi siang, Riana sama Raga lagi asik ngobrol di ruang istirahat sambil ngopi santai. Tiba-tiba kakaknya Raga dateng, manggil Riana,"
"Kakaknya Raga kenal Riana?"
"Kenal banget! Mereka bertiga ternyata pernah tinggal di panti asuhan yang sama waktu kecil,"
"Hah? Keknya Raga nggak tau kalo Riana itu temennya di panti dari awal," kata Dinda.
"Makanya gue heran. Gue tanya kenapa dia nggak sadar kalo dia pernah satu panti sama Riana. Katanya, dulu di panti Riana dipanggilnya Nana dan Raga nggak tau kalo nama Nana itu diambil dari kata Riana," cerita Leo.
"What a coincidence! Terus kenapa Raga jadi aneh? Harusnya dia seneng dong ketemu temen satu panti dia yang lama nggak ketemu?" tanya Dinda heran. Leo menguarkan sesuatu dari dalam tasnya, lalu menunjukkan pada Dinda apa yang membuat Raga bersikap aneh.
"Gara-gara ini. Gue yakin, Raga dulu juga suka sama Riana. Kalo nggak, reaksi dia nggak bakal seperti itu," kata Leo sambil menunjukkan surat undangan pernikahan Riana dan Barra.
"Oh! What a fate! Patah hati deh Raga," kata Dinda dengan wajah sedih.
"That's it! Fakta mengejutkan yang bikin mood dia berubah seharian," kata Leo.
Leo dan Dinda menghela nafas panjang bersama. Lalu keduanya saling pandang, seolah mengerti kesedihan rekan kerja mereka yang masih memfokuskan diri pada pekerjaannya.
'Patah hati memang perih, Ga,'
***
..