“Kamu lihat wanita yang memakai gaun merah muda itu? Jika kamu bisa menidurinya malam ini juga, ayo kita menikah lagi!” ucap Zoya.
Awalnya, Hyera tak lebih dari wanita taruhan yang harus Elmer tiduri, seperti syarat yang harus Elmer jalani agar dirinya bisa kembali menikah dengan Zoya sang mantan istri. Namun, pesona Hyera yang selain sangat cantik mirip barbie hidup, tapi juga penuh keceriaan sekaligus hangat, membuat dunia Elmer hanya dimiliki Hyera. Zoya bahkan tak lagi penting bagi Elmer, terlebih selama ini, Zoya selalu semena-mena kepada Elmer.
Elmer bahkan berjuang penuh untuk bisa menikahi Hyera dan mengukir cinta yang manis bersama Hyera.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23 : Pindah Rumah
Tangis Hyera makin pecah dan sampai tersedu-sedu. Kenyataan tersebut membuat Elmer tak kuasa melanjutkan langkahnya. Bahkan meski koper besar berwarna pink milik Hyera sudah dimasukkan ke dalam bagasi mobil Elmer. Elmer memutuskan untuk menunda kepulangan mereka ke rumah pribadi. Karena tampaknya, Hyera belum siap jauh-jauh dari mama papanya.
“Apakah semua anak perempuan yang baru menikah, juga merasakan kesedihan mendalam seperti yang aku rasakan?” pikir Hyera.
“Kesedihan mendalam karena aku akan hidup terpisah dari mereka. Karena aku akan hidup bersama suamiku!” batin Hyera.
“Padahal sebelum ini, aku pernah kuliah di luar negeri terbilang lama. Namun rasanya tetap beda. Rasanya sesesak ini, padahal aku sudah mulai mencintai suamiku!” batin Hyera lagi. Di hadapannya, sang mama juga tak kalah tersedu-sedu darinya.
“Kita masuk lagi. Kita pindahnya sesiap kamu saja. Agar kamu terbiasa dan enggak sesedih sekarang,” ucap Elmer dan memang tidak tega. Dengan telaten, jemari tangan kanannya yang tidak merangkul pinggang Hyera, mengelap setiap air mata Hyera.
“Enggak apa-apa. Malam ini juga kalian pulang ke rumah. Insya Allah ini waktu terbaik. Besok, Sabtu Minggu, giliran Papa sama Mama yang nginep di rumah kalian,” ucap pak Helios berusaha tegar. Namun berbeda dari anak-anak sebelumnya, kepada Hyera, rasanya ia sangat berat untuk melepasnya.
Hyera tetap tersedu-sedu. Kakinya tak kunjung bergerak. Baik itu maju melanjutkan langkah untuk meninggalkan rumah orang tuanya. Atau malah mundur, kembali menghampiri papa mamanya. Elmer memang sangat sabar dalam menghadapi Hyera. Elmer mau menunggu Hyera sampai siap. Akan tetapi, pak Helios menegaskan bahwa Hyera dan Elmer harus pulang ke rumah malam ini juga.
Perjalanan berat nan menyesakkan, benar-benar Hyera dan Elmer jalani. Hyera merasa sesak sekaligus berat karena harus berpisah dari orang tuanya. Sementara Elmer merasakannya karena tidak tega kepada sang istri yang sangat ia sayangi.
“Sayang, Sabtu Minggu ... empat hari lagi. Yang sabar, ya,” lembut Elmer sambil mengelus penuh sayang, rambut panjang Hyera yang kali ini dibiarkan tergerai lurus.
Hyera menunduk dalam. Bukan karena apa, apalagi ngambek kepada Elmer. Sebab menangis sesedih sekarang juga membuatnya sangat malu kepada Elmer. Di sebelahnya, Elmer yang ia awasi melalui lirikan, masih fokus mengemudi. Jalanan yang mereka lewati terbilang macet.
Sepanjang perjalanan, Hyera mengawasi suasana malam. Namun kenyataan tersebut membuat kesedihannya menjadi berkali-kali lipat. Sebab karena kenyataan tersebut juga, Hyera jadi ingat masa-masa dirinya bersama orang tua maupun saudaranya. Kebersamaan yang benar-benar selalu diselimuti bahagia.
Belum ada satu jam dari kebersamaan, Elmer menghentikan mobilnya di depan sebuah alfa.
“Beli es krim, yuk?” lembut Elmer sambil tersenyum kepada sang istri yang menatapnya penuh tanya.
“Papa bilang, kamu paling suka ke es krim. Apalagi es krim rasa stroberi,” lembut Elmer dan sukses membuat pipi mulus istrinya bersemu-semu. Hyera jadi tidak berani menatapnya secara terang-terangan.
Dengan nada bercanda, Elmer berkata, “Ini berarti aku kalah telak yah, dari es krim?”
Ucapan Elmer berhasil membuat sang istri tertawa. Tawa yang tak sampai disertai suara lantang. Senyum Hyera kali ini benar-benar lebar, meski kedua matanya masih sembab.
Elmer turun lebih dulu. Sementara Hyera sengaja menunggu. Seperti yang Hyera harapkan, sang suami membukakan pintu mobil untuknya. Elmer menggandeng tangan kiri Hyera sangat erat. Mereka layaknya pasangan yang tak terpisahkan, apalagi Elmer tak segan mengecup pipi, kepala, maupun tangan Hyera penuh sayang.
“Stok ... m—mie, boleh?” ucap Hyera sambil menahan takut.
“Kamu sampai izin begitu, ... berarti kalau di rumah, memang enggak boleh, ya?” tebak Elmer sambil menahan senyumnya. Senyum yang menjadi makin lepas karena sang istri yang ia tatap penuh cinta, jadi ngambek-ngambek manja.
Seperti yang Elmer yakini, mi instan memang menjadi makanan mewah sekaligus pantangan bagi orang konglomerat seperti Hyera.
“Ambil sesukamu. Tapi makannya tetap diatur ya. Nanti sayurnya minta ke Hasan,” manis Elmer.
“Ngapain minta kalau kita bisa ambil langsung. Toh itu punya Hasan dan rumah kita, bersebelahan!” ucap Hyera dengan entengnya.
“Berarti nanti, mending kita masak mi-nya di kebun Hasan saja. Langsung petik, cuci, masuk panci. Seru, kan?” ucap Elmer mendadak heboh dan memang langsung membuat Hyera tertawa.
Elmer dan Hyera sama-sama tertawa lepas. Hingga semua yang di sana, menjadikan keduanya sebagai fokus perhatian. Terlebih kebetulan, suasana di sana sedang ramai pengunjung.
“Mau mi yang apa saja? Sekalian es krimnya. Kan di rumah sudah punya kulkas. Eh, sekalian kecap sama saos, kan? Minyak, beras, garam, juga perlu, kan?” lembut Elmer.
“Om paham banget kebutuhan rumah,” ucap Hyera malu-malu memuji suaminya.
Sambil memasang wajah terani.aya, Elmer berkata, “Kan sudah terbiasa hidup susah.”
Mendengar itu, Hyera jadi tertawa geli tapi sengaja ditahan. Ia melakukannya sambil memeluk Elmer erat, dari samping. Penuh sayang, Elmer yang ada di lorong keberadaan rombongan mi, para sambal dan kebutuhan dapur, berangsur menempelkan bibirnya di ubun-ubun Hyera.
“Bahagia banget rasanya punya pasangan seperti om El!” batin Hyera.
Terbiasa hidup susah memang membuat Elmer terbiasa dengan hidup mandiri. Termasuk urusan belanja dan menentukan barang dengan harga sekaligus kualitas paling tepat. Malahan dalam agenda belanja tersebut, Hyera benar-benar tinggal terima beres sambil sesekali memboyong jajan pilihannya.
“Heh, jatah bulanan bulan ini belum papa transfer?” batin Elmer kelabakan. Bagaimana mungkin papanya tega tidak mentransfer jatah bulanan yang juga menjadi gaji pokoknya dalam bekerja?
“Untung aku cek M—banking. Tapi ini uangku sisa berapa ya. Harusnya ini cukup, tapi kalau sudah langsung habis, besok-besok bayar pakai apa? Ini masih awal bulan, sementara sekarang, aku punya istri yang harus aku hidupi. Belum lagi bayar pengobatan mama,” batin Elmer. Sederet kebutuhan yang harus ia urus sekaligus biayai, mendadak memenuhi benaknya.
Barang belanjaan sudah ditotal dan tinggal bayar, tapi Elmer malah tampak sedang merenung serius. Karenanya, Hyera berinisiatif membayar total yang harus dibayar, menggunakan ATM-nya. Namun karena keputusan tersebut juga, Elmer yang terlambat menolak, jadi insecure.
Kata editor, novel ini begitu. Namun perkara retensi, kembali ke pembaca ya 🥺. BTW, tadi aku bahas agar pembaca bisa diajak kerja sama buat bikin retensi aman, yang merasa komennya aku ss langsung kasih bintang 3, padahal awalnya dia kasih bintang 5. Dia tidak masalah dengan karyaku, tapi kecewa dengan caraku menegur dia dan sampai aku block. Padahal, aku jabarin begitu, memang sesuai peraturan PF ya. Penulis lain juga akan melakukan hal yang sama. Namun jika ada penulis yang bela dan menganggap aku lebay, woii ... pembaca yang budiman di sini sudah tahu, bagaimana cara kerja retensi.