Balapan, dugem, judi, merokok sudah menjadi dunia dan rutinitas Alanzo Gilbartan setiap hari. Si ketua geng motor dengan muka ala dewa Yunani dan kekayaan yang lebih. Sombong dan urakan adalah dua dari wataknya. Tidak ada yang boleh membuat masalah, semua harus tunduk, atau ia akan terkena batunya.
Hingga ia bertemu dengan Sheryl, cewek misterius dengan sikap tenang dan senyuman santai yang mengalahkan harga dirinya.
Sheryl membuat masalah saat pertama kali bertemu dengannya. Sheryl memiliki Rahasia yang tak ia tahu.
Saat dirinya dan anggota geng lainnya mencari tahu tentang Sheryl di internet, kejanggalan terjadi. Mereka selalu mendapati #ERROR 404.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayndf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebagai Pacar Sheryl
“Hari ini pulang bareng gue!” cetus Alanzo tanpa mau ada penolakan kala Sheryl hendak keluar dari kelas. Cewek itu menurut saja saat Alanzo menarik pelan tangannya menuju parkiran, tak sekasar biasanya. Ia memakaikan helm ke kepala Sheryl yang membuat Sheryl mendengus karena rambutnya awut-awutan akibat Alanzo.
“Jangan lewat jalur lain! Lewat yang biasanya aja!” pinta Sheryl menaikkan diri ke atas motor. Ia sedikit sanksi karena kemarin.
“Emang kenapa?”
“Pokoknya jangan lewat jalan di gang lain, gue gak mau.”
“Oke.” Alanzo mulai melajukan motor Harley Davidson miliknya meninggalkan kawasan sekolah. Lagi-lagi Alanzo mengarahkan satu spionnya ke arah wajah Sheryl yang tidak pernah cewek itu sadari selama ini. Ia tersenyum saat Sheryl memejamkan matanya terkena semilir angin.
“Lo tuh suka ya lihatin gue lewat spion?” celetuk Sheryl tiba-tiba. Hal yang membuat Alanzo bertanya-tanya bagaimana Sheryl bisa tahu padahal cewek itu sedang memandang ke arah lain, ditambah Alanzo yang mengenakan helm fullface, tidak mungkin orang lain tahu kalau ia sedang melihat Sheryl lewat spion.
“Kenapa? Lihatin wajah pacar sendiri gak boleh ya?” Kali ini, Sheryl melirik Alanzo lewat spion dan tertawa santai.
“Pacar pajangan doang.”
“Jadi lo maunya yang serius pacaran?” Sheryl lagi-lagi hanya tertawa singkat, tak berminat menjawab, lalu perhatiannya ia kembalikan ke jalanan. Alanzo membawanya melintasi jalur yang sepi dan tenang seakan tahu kalau ia tidak ingin di bawa pada jalur yang ramai seperti yang Alanzo lalui kemarin.
Sheryl memeluk Alanzo kala cowok itu melajukan motor dengan kecepatan di atas rata-rata. Jantungnya berdegup tak beraturan kala tangan hangat Alanzo memegang tangan kirinya lalu memasukkannya ke dalam saku jaket Alanzo. “Tangan lo dingin, gue gak mau lo kayak tadi.”
***
“Lo beneran gak mau ajak gue mampir sebagai pacar lo?” Mendengar itu, Sheryl yang hendak memasuki rumah, berbalik badan.
“Yakin mau mampir?” Ia terkekeh. “Lo gak akan suka rumah kecil kayak gini.”
“Lo pikir gue peduli?”
Sheryl menggidikkan bahu. “Lo ‘kan anak orang kaya yang biasa hidup mewah. Gak akan terbiasa sama rumah sederhana gue.”
“Kalo gitu, biarin gue terbiasa,” balas Alanzo menyeringai. Sheryl menganggukkan kepalanya.
“Oke, mampir aja.”
Alanzo turun dari motornya menghampiri Sheryl. Sheryl mulai membuka pintu kayu yang berbunyi ‘kriekk!’. Mata Alanzo melebar, sedikit kaget.
“Bu? Pak?” panggil Sheryl kala memasuki rumah mendatangkan pria dan wanita paruh baya yang mengerutkan kening. “Ada tamu.”
“Ah, iya! Silahkan duduk, Den!” Dian mempersilahkan Alanzo. Alanzo mendudukkan diri di sisi Sheryl pada sofa yang warnanya sudah pudar dan ada sedikit lubang. Ia berusaha menyamankan diri. “Sebentar ya! Ibu bikinin minum!”
Alanzo mengangguk saja. Cowok itu menilik rumah ini dari sudut hingga sudut ruangan. Lantai yang tidak berkeramik, cat tembok yang belang, serta beberapa genting yang terlihat ditembel karena bocor. Semua itu tak lupur dari pandangan Alanzo. Jujur, jika ditanya nyaman atau tidak, jawabannya tidak. Ini kali pertama Alanzo mengunjungi tempat sederhana seperti ini dalam hidupnya.
Seorang cowok yang terlihat seperti seumuran dengannya kini hadir juga di sana, duduk di sebelah Yanuar. “Ini Bapak. Yang ini Eros, adik gue.” Sheryl memperkenalkan.
“Eros ini masih kelas sepuluh,” tanggap Yanuar tersenyum canggung. Ia menyenggol Eros untuk mengulurkan tangan.
“Eros,” ucap Eros yang dijabat oleh Alanzo.
“Alanzo.”
Sebuah minuman teh yang tersaji di gelas sederhana kini disodorkan di atas meja bersama sepiring kue tradisional. “Ini teh khas Bandung. Ibu bikin sendiri loh. Aromanya khas. Trus ini kue pancong juga bikin sendiri. Boleh dicoba atuh!”
Sheryl mengambil kue pancong yang ada di meja, memakannya. “Lo wajib coba!”
Ragu menguasai diri Alanzo kala melihat minuman di gelas serta makanan yang tak pernah ia temui sebelumnya. Alanzo lebih memilih meminum teh itu. Ia sedikit tertegun. Teh itu enak dengan aroma yang khas meski disajikan dalam bentuk sederhana. Ia menatap Sheryl yang terlihat menikmati kue pancong.
Alanzo megambil kue itu kala Dian lagi-lagi menawarkannya. Cowok itu menggigitnya sedikit. Rasanya tak seburuk yang Alanzo pikir.
“Maaf ya, adanya cuma ini, hehe!” kata Dian yang diangguki Alanzo.
“Kamu, temennya Sheryl sekolah?” Yanuar mengawali.
“Saya pacarnya. Sheryl gak pernah bilang?” Semua orang di ruangan ini terbelalak kaget. Mereka menatap Sheryl yang masih memperagakan wajah santai.
“Ka-kamu nak Alanzo?” tanya Yanuar. “Ah, iya. Sheryl sempet cerita. Ternyata ganteng pacarnya!”
“Semua orang juga bilang gitu. Sheryl juga tertarik karena saya ganteng. Yakan, Sayang?” Alanzo meraih tangan Sheryl untuk menautkan jari-jari meraka. Sheryl tersedak kue pancongnya, menatap Alanzo seolah meminta penjelasan maksud sikapnya.
Yanuar dan Dian hanya mengangguk-angguk saja, sedangkan Eros masih diam.
“Oh ya. Sheryl ini orangnya suka malu-malu, gak pernah mau cerita. Boleh ‘kan sebagai pacarnya saya mau tahu soal Sheryl?” Alanzo menyeringai pada Sheryl.
“Boleh atuh! Boleh! Jadi Sheryl ini pindahan dari Bandung ke Jakarta. Dulu diasuh sama neneknya. Karena nenek udah nggak ada, jadi kita sebagai paman dan bibi mengasuh Sheryl. Sheryl itu anak baik, kita anggapnya udah kayak anak sendiri. Kadang dia masih manggil 'bibi' ke saya, tapi sekarang udah terbiasa panggi ibu dan bapak!” jelas Dian.
“Sheryl itu anak pintar, dia bisa masuk jalur beasiswa di sekolah elite yang siapa ya pemiliknya? Pokoknya yang punya sekolah kaya dan terkenal bangettt. Itu Alhamdulilllah!” tambah Yanuar membuat Alanzo tersenyum karena tahu siapa yang Yanuar sedang puji.
“Kalo Den tahu, Sheryl ini juga punya sikap yang tenang.” Alanzo langsung saja menyimak cerita Dian tertarik dari sebelumnya kali ini. “Karena dari dulu di Bandung dia diajarin gitu sama gurunya! Dia banyak belajar di Bandung!”
Alanzo menatap Sheryl yang menatap ke arah lain. Pernyataan itu seperti sedang menjawab pertanyaan di kepala Alanzo.
“Itu sebabnya, banyak yang bilang Sheryl itu beda! Dia bisa diandalkan!” tambah Yanuar.
***
“Sekarang lo udah nemuin apa yang lo mau, ‘kan? Apa pun soal gue?” Sheryl bertanya kala mengantar Alanzo menaiki motornya. Alanzo hanya mengangguk saja.
“Lo bisa putusin gue kalo semuanya udah terjawab.”
“Maksud lo?”
“Lo pacarin gue karena penasaran doang, ‘kan? Setelah lo nemu jawabannya, lo bakal putusin gue,” tebaknya sambil tersenyum santai.
“Awalnya sih, tapi udah ketebak.” Alanzo selalu saja mengatakan itu saat Sheryl berhasil menebak niatnya. Menyebalkan. “Gue balik!” Setelah Sheryl mengangguk, cowok itu melajukan motor meninggalkan pekarangan rumahnya. Sheryl menatap motor cowok itu hingga hilang dari pandangannya.
“Lo gila ya, Kak?!” tanya seseorang yang tiba-tiba muncul di sebelahnya. “Kalo kak Helios tahu lo jadi pacarnya Alanzo, wah mati sih kita!”
Sedangkan Sheryl hanya tertawa pada Eros. “Tenang, dia gak akan tahu selama lo gak kasih tahu!”
“Kenapa lo terima dia sebagai pacar lo sih, Kak?”
“Gue punya rencana.” Sheryl menarik sudut bibirnya.
***
Yuk absen dulu don,g kalian dari daerah mana aja nihh😚