Error 404: Geng Gebrasta
Suara decitan motor itu melengking di setiap pendengaran insan yang menapakkan kakinya di area sekolah menengah atas. Sebuah motor Harley Davidson hitam direm secara mendadak oleh pemiliknya saat mendapati seorang remaja berseragam putih yang menguning dengan kacamata kotaknya berdiri tepat di depan motornya. Sedang pengendara motor Ducati merah yang sudah berada di depannya berhenti, menoleh ke belakang, lalu tertawa meremehkan.
Hari ini si Pengendara motor Ducati yang menang.
“Anjing!” umpat cowok pengendara motor hitam berseragam putih abu-abu yang kini membanting helm fullface-nya. Menatap tajam remaja berkacama tadi yang menghalangi jalannya.
Beberapa motor sport kini telah datang, menyusul dirinya. Para pengendaranya melepas helm mereka masing-masing. Mengekspos wajah-wajah tampan milik mereka. Memperlihatkan ekspresi kaget saat ketua mereka kini memasang wajah murka.
“Lo bisa lihat jalan gak sih, Bego?!” Si Pengendara motor hitam yang bernama Alanzo Gilbartan itu melotot ke arah cowok yang kini menunduk ketakutan. Alanzo mendekatkan cowok itu ke dirinya dengan menarik kerahnya. Kemudian yang terjadi selanjutnya sudah bisa tertebak, Alanzo membogem cowok bernama Amar itu penuh kekesalan.
“Gara-gara lo! Gue kalah!” Alanzo kembali memukul perut Amar hingga tersungkur. Amar hanya bisa menahan rasa sakit di perutnya saat Alanzo kembali melontarkan amarahnya. “Kenapa lo gak mati aja, Bodat!”
“Am-ampun!” Amar, si cowok cupu yang tidak tahu apa-apa, si cowok beasiswa dengan ekonomi yang kurang memumpuni hanya bisa memohon ampun. Atau diam dan tidak melawan saat dipukuli Alanzo adalah jalan terbaik cowok itu untuk bertahan. Apa daya? Siswa seperti dirinya tidak akan mampu melawan Alanzo yang ganas dan memiliki harta lebih.
“Udah, Zo!” cegah Omero, anggota geng motornya, saat Alanzo ingin memukul Amar lagi meski Amar sudah terlihat berbatuk-batuk. Omero menahan tangan Alanzo untuk tidak mengamuk lagi.
“Gue gak akan lupa sama lo! Gue pastiin besok lo akan keluar dari nih sekolah dan gak ada sekolah yang bakal nerima lo!” Jika sudah berkata seperti itu, Alanzo tidak main-main. Telah dipastikan, beberapa hari kemudian Amar akan keluar dari sekolah ini.
Amar mendelikkan matanya. Ia tahu betul siapa itu Alanzo. Sekalinya ada yang membuat masalah, maka orang itu tidak akan selamat, dan ia harusnya tidak menyebrang di sini, sehingga membuat Alanzo yang tadi ngebut tidak hampir menabraknya hingga kalah, dan menciptakan masalah seperti ini.
Amar langsung saja berlutut, mencekal kaki Alanzo sambil memohon. “Am-ampuni sa-saya! Sa-saya gak se-sengaja! Jangan ke-keluarin sa-saya! Sa-saya gak tahu ba-kal sekolah di mana! Kasihani ibu saya yang sakit nyari sekolah!” Cowok itu berbicara dengan nada bergetar.
Alanzo yang merasa kakinya dicekal saat dirinya akan melangkah pergi langsung saja menghempaskannya. “Lo pikir gue peduli?!”
Mati sudah hidup Amar.
Semua anggota geng motor yang menyaksikan itu hanya diam. Setelahnya Alanzo melangkah ke arah cowok yang berkendara motor Ducati merahnya. Cowok bernama Serkan itu berjalan dan tersenyum miring ke arahnya. “Yah ... jadi gimana?”
Alanzo menatap cowok itu datar. Ia langsung saja melempar kunci motor mahalnya pada cowok itu sebagai kesepakatan taruhan yang telah mereka berdua buat sebelumnya. Yang menang dapat motor yang lawan kendarai. Alanzo menyerahkan Harley Davidson miliknya. Setelah itu, cowok itu melangkah pergi tanpa menghiraukan Serkan lagi yang diikuti oleh keempat anggota intinya.
Langkahnya yang tak santai mengisyaratkan bahwa suasana hatinya sedang buruk membawa aura negatif yang menakutkan. Kesal. Itu yang cowok itu rasakan. Bukan karena kehilangan motor kesayangannya. Jika masalah motor, cowok itu masih punya puluhan koleksi motor limited edition di rumahnya. Tetapi ini masalah ego. Ia tidak suka dikalahkan orang lain, apalagi itu musuhnya sendiri, Serkan.
Sialan. Hanya itu yang bisa cowok ganas itu ucapkan dalam hatinya.
Cowok maskulin berpostur tinggi dengan kulit eksotis, disertai mata elang yang tajam, rahang yang keras, dan rambut coklat itu membuat semua siswa di koridor diam saat ia melangkahkan kakinya. Ada yang diam karena merendam kekagumannya, ada yang diam karena takut dulu ia pernah membuat masalah dengan Alanzo.
“Sayaangg!” Seorang gadis berparas cantik ala dewi Yunani dengan rok sepuluh senti di atas dengkul disertai seragam putih ketat itu menghampiri Alanzo. Meraih lengannya untuk ia peluk. Glenca. Primadona sekolah dengan bodygoals yang selalu diimpikan cewek lain dan merupakan siswi populer karena kecantikan dan kekayaannya.
Hanya cewek itu yang berani menyentuh Alanzo ketika Alanzo sedang marah. Dengan pesonanya, ia bisa menjadi pacar Alanzo hingga saat ini. Ia mengelus-elus lengan Alanzo dengan halus, berusaha menenangkan cowok itu. “Udah dong marahnya, masa kamu marah sama aku juga.”
Alanzo hanya diam, memalingkan mukanya ke arah lain. Glenca masih mencekal lengan cowok itu, berjalan bersamanya. Ia merasa bangga karena ia bisa menggandeng tangan itu, memamerkannya pada orang lain yang mungkin merasa iri.
“Sayang, nanti sore kamu jadi beliin aku kue dan jadi anter aku meni-pedi gak?” tanyanya melihat kuku-kuku jarinya yang telah mengelopek.
Alanzo mengembuskan nafas kasar. Ia menarik tangannya dari Glenca. “Gue lagi gak mood.”
Sedang Glenca hanya mencebikkan bibir kesal. Ia mengikuti langkah kaki Alanzo yang ke kelas, diikuti juga oleh keempat cowok di belakangnya. Glenca langsung saja mendudukkan diri di kursi sisi Alanzo. Berusaha merayu cowok itu, tapi Alanzo hanya mengacuhkannya.
“Sayang, kamu gak mau ini?” Glenca menunjuk bibirnya yang mengerucut dengan jari telunjuk. Tersenyum miring saat Alanzo mulai tertarik dan ingin mendekatkan wajah. Namun, ia malah menjauh.
“Temenin aku dulu nanti sore!” katanya merajuk.
Cih! Murahan! batin Omero yang sedari tadi melihat itu.
***
Satu prinsip Alanzo. Ia boleh melakukan apa pun, yang penting, senakal-nakalnya dia, dia tidak akan pernah mau merusak seorang cewek.
Seperti yang dilakukan Leon saat ini. Sedari tadi cowok yang merupakan anggota inti gengnya itu berusaha membujuknya dengan sebuah alat yang orang sebut pengaman.
“Ayolah, Bro, lo bisa lakuin itu ke Glenca! Glenca tuh udah mau sama lo! Dia cantik, seksi, gak ada yang bisa nolak dia, Cuy!” teriaknya di tengah musik club yang menyala-nyala.
Ya. Meski Glenca yang pacarnya sendiri selalu menggodanya dengan berbagai macam cara, Alanzo tidak terpengaruh. Mentok-mentok dirinya hanya akan berciuman bibir. Alanzo sangat tahu, Leon pasti membujuknya karena Glenca yang selalu meminta bantuan pada Leon agar dirinya mau melakukan itu.
“Bacot lo!” Alanzo meneguk bir yang ada di tangannya.
“Ntar kalo diembat cowok lain gimana?”
“Lo yang mau ngembat?”
Leon terdiam di tempat. Sedari dulu ia selalu memimpikan tentang Glenca, jauh sebelum menjadi milik Alanzo. Sedari awal ia telah tertarik dengan tubuh seksi cewek itu yang siap untuk menghangatkan ranjangnya. Setiap kali melihat Glenca, Leon selalu saja meneguk ludahnya. Sayangnya, Glenca terlalu gengsi. Sayangnya juga Glenca sudah menjadi milik Alanzo dan jika saja ia ketahuan merebutnya, Alanzo tidak segan-segan membunuhnya.
“Bentar, sayangg!” ucap Leon diselingi suara musik techno pada seorang gadis cantik yang menunggunya. Ia kembali menatap Alanzo yang hanya duduk cuek sambil menghabiskan bir favoritnya. “Nih, gue kasih buat lo, kali aja lo butuh pengaman!”
Leon menyerahkan itu sebelum akhirnya pergi. Alanzo hanya menatap benda itu tanpa minat. Ia mengambilnya lalu membuangnya ke tempat sampah. Lebih baik ia bersenang-senang dengan balapan atau main remi daripada membuang waktu untuk itu.
***
A/N
Gimana bab 1 nya? Huhu kasih komen dong!😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Anonymous
keren
2024-11-21
0
zihana syera
ducati panigale gasih
2023-07-15
0
zihana syera
baguss
2023-07-15
0