NovelToon NovelToon
Wanita Pelangkah

Wanita Pelangkah

Status: tamat
Genre:Tamat / Duda / Murid Genius / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.8M
Nilai: 4.8
Nama Author: Kuswara

Apa yang akan terjadi pada Jamilah setelah tiga kali dilangkahi oleh ketiga adiknya?.

Apa Jamilah akan memiliki jodohnya sendiri setelah kata orang kalau dilangkahi akan susah untuk menikah atau mendapatkan jodoh?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23 Wanita Pelangkah

Kini Jamilah dan Emir sudah berada dalam mobil, mereka akan menempuh perjalanan menuju kawasan puncak yang kurang dari dua jam dari kampung mereka.

"Saya sudah membawakan mu baju ganti, tadi saya membuka lemari baju mu. Tidak masalahkan?." Emir mulai mengendarai kendaraannya dengan cukup kencang saat sudah berada dijalan raya.

"Iya tidak apa-apa." Jawab Jamilah.

Hening untuk beberapa lama, sampai akhirnya Emir yang berbicara terlebih dahulu.

"Kenapa kamu terpikir untuk menjadi seorang guru?. Terlebih guru sekolah dasar?." Tanya Emir saat berhenti karena lampu merah.

"Karena dikampung saya tenaga pengajar sangat minim. Terlebih mereka kurang menyukai profesi guru. Katanya mendingan mendidik anak sendiri, ketimbang mendidik anak banyak orang. Beberapa tenaga pengajar yang dari kota saja tidak pernah bertahan lama dengan kehidupan kampung yang serba kekurangan. Tidak seperti di kota besar yang semua apa saja ada." Jawab Jamilah apa adanya.

"Dan Alhamdulillahnya hasil tes saya memuaskan. Makanya bisa seperti sekarang." Lanjut Jamilah.

"Pernah ada enggak tawaran untuk mengajar di kota?." Emir kembali melakukan mobilnya saat lampu sudah hijau.

"Pernah, bahkan sering. Tapi saya selalu menolaknya. Kalau saya pergi lalu bagaimana dengan kampung saya?, keluarga besar saya?. Biarlah penghasilan saya kecil yang penting saya ikut andil dalam memajukan kecerdasan anak-anak didik saya yang disini." Jamilah menoleh pada Emir saat mobil sudah berhenti.

"Kita sudah sampai?." Tanya Jamilah menatap bangunan Villa megah dan mewah yang ada didepannya.

"Iya kita sudah sampai ibu guru Jamilah." Jawab Emir meminta Jamilah segera turun.

Jamilah dan Emir berjalan berdampingan menuju Villa tersebut. Terlihat sudah banyak mobil mewah berjejer terparkir rapi dihalaman Villa.

"Selamat siang Bapak Fahreza Emir." Sambutan hangat dari pegawai Villa yang sudah mengetahui nama lengkapnya. Sebab yang datang dalam pertemuan itu sudah terdaftar dengan lengkap.

"Iya, dimana kamar saya?." Tanya Emir pada pegawai itu. Lalu pegawai itu membawa mereka ke area belakang dimana terdapat begitu banyak kamar yang sudah dipersiapkan.

"Silakan, selamat beristirahat. Nanti akan saya panggil lagi kalau acara pertemuan sudah akan dimulai." Ucap pegawai itu sambil menyerahkan kuncinya pada Emir.

"Hem" Jawab Emir dengan sangat singkat. Padahal apa susahnya untuk mengatakan terima kasih. Tapi itu lah Emir saat berhadapan dengan orang lain, terkadang begitu juga dengan keluarga terdekatnya. Begitu dingin dan sangat datar tanpa ekspresi.

Tidak lama kemudian, datang pegawai Villa yang lain membawakan mereka beberapa makanan dan minuman yang bisa dinikmati.

"Kamu mau makan atau mau mandi?." Emir menyerahkan tas berisi pakaian Jamilah.

"Saya mau mandi dulu." Jawab Jamilah segera masuk kedalam kamar mandi dan membersihkan tubuhnya dengan cepat.

"Tapi saya lupa membawa mukena dan sajadah mu." Emir mengecek kembali barang bawaannya.

"Enggak apa-apa, saya udah bawa." Jamilah segera melaksanakan sholat Ashar karena sudah lima belas menit yang lalu terdengar suara Adzan. Sedangkan Emir duduk di kursi yang menghadap pada pegunungan yang sangat hijau dipenuhi dengan dedaunan ribuan pohon. Memeriksa pesan masuk yang mungkin bisa dijadikan bahan obrolan untuk pertemuan para pengusaha kali ini.

Ini dunia baru bagi Jamilah, dimana ia akan bertemu dengan banyak orang dari kalangan atas dengan omset harian mencapai ratusan bahkan milyaran rupiah. Jamilah sendiri tidak mengetahui pasti bisnis apa yang dijalankan Emir. Namun satu hal yang Jamilah tahu kalau Emir bekerja untuk memenuhi semua kebutuhan dirinya dan anak-anaknya.

"Mungkin saat nanti kita berada diluar bersama meraka, saya akan memperkenalkan mu sebagai seorang sahabat. Saya harap kamu tidak keberatan." Air mata Jamilah seketika menetes tanpa sepengetahuan Emir. Dengan cepat Jamilah menghapusnya.

Emir menoleh kearah Jamilah sebab Jamilah tidak bersuara.

"Kamu keberatan jika saya memperkenalkan mu sebagai seorang sahabat?." Tanya Emir, kali ini menatap Jamilah. Mengamati setiap pergerakannya.

"Apa bedanya jika saya tadi tidak ikut?." Tanya balik Jamilah.

"Pernikahan kita sangat mendadak, jadi mereka semua pasti sangat kaget. Terlebih yang mereka tahu saya tunangannya Tiffani." Ucap Emir beralasan.

Emir melihat Jamilah menganggukkan kepalanya beberapa kali.

"Kalau saya didalam kamar aja, apa kamu keberatan?." Tanya balik Jamilah.

"Terserah kamu saja, kalau kamu ingin didalam kamar. Pertemuan saya akan lama. Jadi mungkin besok pagi kita baru akan pulang." Raut wajah Emir tidak bersahabat. Jamilah pun tidak mempermasalahkannya. Itu lebih baik. Dari pada ia harus berdiri disampingnya namun tidak diakui statusnya yang sah menurut agama dan negara.

Jamilah benar-benar tidak ingin menunjukkan mukanya, baik dihadapan Emir atau pun rekan bisnis Emir yang lain. Jamilah lebih memilih berdiam diri didalam kamar, setelah kepergian Emir yang tanpa pamit. Entah lah, Jamilah seperti baru melihat sosok Emir yang baru lagi.

.

.

.

"Fahreza Emir..." Panggil salah satu pengusaha yang sudah sangat mengenal dirinya dengan baik. Bisa dikatakan orang ini sudah tahu luar dan dalam Emir.

"Farhan Putra..." Sambut Emir.

"Arkam Pramudya tidak hadir lagi?." Tanya Farhan.

"Iya Arkam sedang menjalani serangkaian pengobatan. Supaya cepat sembuh dan kembali eksis lagi bersama kita." Jawab Emir.

"Iya semoga saja Arkam cepat sembuh dan bisa berkumpul lagi bersama kita. Sudah banyak yang Arkam lewatkan dari kita." Balas Farhan.

Fahreza Emir, Farhan Putra dan Arkam Pramudya. Mereka berkenalan dan menjalin kedekatan setelah sama-sama lulus dari bangku kuliah. Dan mereka sama-sama merintis bisnisnya dari bawah, namun dengan kekayaan yang sudah berlimpah dari kedua orang tua masing-masing. Bahkan ada beberapa perusahaan Arkam dan Emir yang berada di Jakarta dan LA. Sementara Farhan hanya fokus di Jakarta saja.

"Tiffani enggak kau ajak kesini?." Tanya Farhan. Sebab setahunya setelah perpisahan Emir dan Isyana, Tiffani lah tempat Emir berbagi kasih. Apalagi anak kedua Emir begitu lengket dengan Tiffani, sudah menganggap Tiffani seperti ibu kandungnya sendiri.

"Tidak, Tiffani masih di LA. Aku hanya tiga bulan saja berada disini. Nanti aku balik lagi dan akan langsung menikahi Tiffani." Ternyata memang sudah matang rencana Emir untuk menikahi Tiffani.

"Kau sendiri mana Liliana?. Kau itu sungguh keterlaluan. Masa Liliana kau tinggal di rumah bersama kedua putra mu. Seharusnya kau ajak mereka kemari sekalian berlibur." Ejek Emir sambil meninju lengan kokoh Farhan.

"Tadinya aku enggak datang kesini, kedua jagoan ku sedang sakit. Tapi Liliana yang memaksa ku, jadi ya dengan sangat terpaksa aku berangkat." Farhan membela diri dengan alasan yang sebenarnya.

Saat pertemuan berlangsung, semua pasang mata tertuju pada sosok yang sudah lama menghilang dari semua pertemuan pengusaha. Hampir enam tahun. Dikarena suatu alasan yang tidak diketahui alasannya apa, hanya orang tertentu saja yang mengetahuinya.

"Arkam Pramudya Danuarta." Riuh tepuk tangan menyambut pengusaha yang sangat sukses namun masih setia melajang sampai detik ini. Pun tidak ada yang tahu alasan dibalik Arkam masih betah menyendiri diusianya yang kini menginjak 39 tahun. Padahal Arkam bisa saja dengan mudah menunjuk salah satu wanita yang selama ini berkeliaran mendekatinya, tapi ia tetap bertahan dengan kesendirian dan penantiannya.

"Mohon maaf saya baru bisa hadir setelah sekian lama bersemedi. Tapi sekarang saya rasa waktu yang tepat untuk saya kembali lagi diantara kalian. Mengambil alih semua bisnis yang sudah saya abaikan beberapa tahun ini. Dan mungkin ini awal mula perjuangan saya untuk bisa memiliki kehidupan yang lebih baik dan terarah lagi. Ingin memiliki pasangan hidup dan tentunya anak-anak yang lucu seperti yang sudah kalian rasakan terlebih dulu. So, sekarang giliran saya yang akan mewujudkan itu semua. "Ucap Arkam dengan santai, memberikan sepatah dua patah kala setelah salah satu pengusaha yang menjadi panitianya memberikan kesempatan Arkam untuk berbicara.

Emir dan Farhan saja begitu terkejut melihat orang yang beberapa menit lalu mereka perbincangkan. Tidak pernah terbayangkan dalam benak Emir kalau Arkam akan sembuh secepat ini. Perhitungannya berarti meleset jauh dari perkiraannya.

"Aku salut, Arkam bisa cepat dengan sembuh." Gumam Emir sambil menghela nafas.

"Jamilah" Batinnya. Perasaanya mulai tidak tenang menghadapi situasi sekarang ini. Terlebih melihat Arkam yang berjalan kearah mereka berdua.

"Sobat Emir, Sobat Farhan." Sapa Arkam mengulurkan tangannya pada Emir terlebih dulu lalu mereka saling memeluk erat.

"Aku ingin bertemu wanita itu secepatnya." Bisik Arkam.

"Tentu saja." Balas Emir dingin.

"Arkam, luar biasa perjuangan mu ini." Farhan yang kini memeluk Arkam dengan erat sekaligus merasa bahagia, akhirnya mereka bertiga sudah kembali berkumpul.

"Iya ini sudah waktunya aku harus bangkit dan menjemput kebahagian ku sendiri." Arkam begitu bahagia dengan pertemuan mereka, terlebih dengan Emir. Sebab ada beberapa hal yang harus jelaskan pada dirinya.

"Bukanya begitu Fahreza Emir?."

"Tentu saja."

.

.

.

Jamilah sedang melakukan sambungan telepon melalui video call dengan Alexander

"Kapan ibu pulang?, rumah sepi enggak ada ibu."

"Iya maaf, mungkin besok pagi ibu baru pulang."

"Kenapa besok pagi?. Besok ibu tidak mengajar?."

"Ibu usahakan mengajar, semoga saja masih keburu waktunya."

"Kalau Daddy aja yang menghadiri pertemuan, kenapa ibu diajak?. Kalau ibu harus dikamar."

Jamilah terdiam sejenak, Alexander memang anak yang pintar membaca situasi hanya dengan melihat posisi dimana Jamilah berada dan tampilan biasa Jamilah saat ini.

"Iya ibu kurang enak badan, mungkin karena kelelahan juga. Tadi perjalanannya hampir dua jam."

"Lalu aku bagaimana disini?."

"Pejamkan mata mu sekarang, baca doa sebelum tidur. Insya Alloh kamu bisa segera tidur."

"Baiklah, tapi jangan dimatikan teleponnya, tinggu aku sampai tidur pulas."

"Baik Tuan Alexander."

Jamilah melihat dan mendengar Alexander yang melakukan apa yang dimintanya. Jamilah dengan setia menunggui putra sambungnya itu sampai tidur pulas. Hampir setangah jam baru Jamilah mengakhiri teleponnya.

Masuk kedalam kamar, Emir berjalan sambil melamun, mengajak bicara hati dan pikirannya. Apa yang harus dikatakannya pada Arkam?. Untuk menunda pertemuan mereka. Tapi kalau tidak bisa bagiamana?. Apa yang harus dilakukannya?. Hingga tidak menyadari Jamilah yang masih belum tidur.

"Sudah selesai pertemuannya?." Suara lembut Jamilah berhasil membangunkan Emir dari lamunannya.

Emir menoleh kearah Jamilah yang berdiri tepat disampingnya. Emir memposisikan dirinya kini berhadap-hadapan dengan Jamilah.

"Saya ingin kamu melayani saya secara utuh."

1
Iez Ira
mau sabarnya Jamilah Thor.... sumpah sabar bgt dia👍
Iez Ira
hoho... sakit... sampe yg baca juga ikutan sakit Thor 😡 semoga aja tuh si Emir n anaknya tar yg akan nyesel senyesel ya 😡
YuWie
kapokmu kapan emirrr..sainganmu alexander ure child 😀😃😄
YuWie
apakah Tiffani perempuannyg ngaku2 hamil ketika jamilah dilamar lelaki dr kota?..hmmmm
Eni Etiningsih
pasti ulah arkam yg menulis surat mengatas namakan isyana . jahat banget arkam
Yani Yan
Biasa
Yani Yan
Buruk
RithaMartinE
luar biasa
RithaMartinE
Alexander /Grin//Grin//Facepalm/
Mega Haerunita
tadi ny masih rate 1 Karana cerita nya gantung. tpi kasian.
klo emng GK mau lanjut dri awal GK udh bikin versi 2 ny tor.
Hasrie Bakrie
Assalamualaikum mampir ya
Capricorn 🦄
ok
Nurul Syahriani
Kalau pun mereka pisah, belum tentu juga jamilah mau sama kamu akram
Nendah Nurjanah
saya banget di langkahi 3 adik perempuan sampe usia 39 pun sekarang saya blm di kasih jodoh sama Allah tp hidup harus tetap berjalanan tidak lagi memperdulikan gunjingan orang sekitar dan selalu berusaha berperasangka baik dengan takdir Allah😇
Desilastri Alfaris Alfaris
aku nangis
Anonymous
ok
Nurul Syahriani
Bibi isti ini pembantu apa siapa? Panggil emir kakak..
Bzaa
emir jdi ayah egois gak Mao ngurusin Alex
Bzaa
semakin dikasari akan semakin ikut kasar...
lili
makasih kak author sungguh ceritanya bgs bgt😍😍😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!