NovelToon NovelToon
Istri Yang Tersakiti

Istri Yang Tersakiti

Status: tamat
Genre:Tamat / Selingkuh / Dendam Kesumat
Popularitas:798.3k
Nilai: 4.9
Nama Author: neng_yanrie

sekian tahun Tasya mencintai suaminya, selalu menerima apa adanya, tanpa ada seorang anak. bertahun-tahun hidup dengan suaminya menerima kekurangan Tasya tapi apa yang dia lihat penghianatan dari suami yang di percaya selama ini..

apakah Tasya sanggup untuk menjalankan rumah tangga ini...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon neng_yanrie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 23

"Menghadapi segala hal yang sedang terjadi saat ini, jujur saja secara emosional aku merasa semuanya sudah selesai, secara mental aku benar-benar lelah dan kehabisan tenaga, tapi secara fisik aku harus tersenyum, bangkit dan kuat menghadapi segala hal yang sedang terjadi."

"Kamu tidak pernah berjalan sendirian."

Tasya tersenyum melihat ke arah Radit. Dia masih seperti anak laki-laki polos belasan tahun lalu, matanya selalu meneduhkan. Suaranya selalu menenangkan. Andai bisa, ia ingin memeluknya seperti dulu, menumpahkan segala rasa, belaian lembut di rambutnya selalu bisa ia rasakan dengan menghentikan air matanya.

Tasya rindu.... Terkadang waktu begitu lambat menyadari bila Radit adalah salah satu orang yang merubah cara pandangnya melihat dunia.

Bolehkah sekali lagi dia meminta pada Tuhan untuk bersama dengan Radit sekali lagi seperti dulu, sebelum pria di sampingnya ini menemukan orang lain yang akan mendampinginya selamanya.

Tasya meminta Radit untuk mendekat, seperti kemeja lengan panjang yang di pakainya saat ini, tidak bisa menahan dingin.

"Di sini lebih hangat, deket dengan perapian."

Selama percakapan ini, Tasya sama sekali tidak melihat ponselnya. Ada beberapa pesan masuk datang, salah satunya dari Rara yang memberi kontak keluarga Sintia.

Tidak menunggu lama, segera Tasya menghubungi nomor tersebut.

"Selamat malam, bener ini dengan keluarga Sintia?"

"Siapa ini?"

"Betul ini dengan keluarga Sintia?" Tasya kembali bertanya untuk meyakinkan.

"Iya kenapa? Buat masalah lagi anak itu?"

Suara ketus terdengar di sana.

"Sintia saat ini sedang koma di rumah sakit, keluarganya tidak ada."

"Biar mati saja, hidup pun dia cuma bikin malu!"

panggilan seketika terputus, tanpa memberi kesempatan pada Tasya untuk kembali berbicara. Sepertinya Sintia tidak memiliki hubungan yang baik dengan keluarganya. Tidak peduli sebesar apa kesalahan seorang anak, keluarganya seharusnya tetap menjadi tempat untuk pulang.

Ia pun kembali mengecek pesan salah satunya dari mang Ade.

[ Non, non Sintia sudah sadar, tapi anaknya meninggal.]

"Inalillahi," ucap Tasya spontan.

"Ada apa?"

"Bayi Sintia meninggal."

Tasya memutuskan untuk pulang, apa lagi ia pun tahu Devan ada di sana.

Sementara Kirana terdiam sendiri di kamar hotel, makanan yang di belinya di biarkan begitu saja. Ia gelisah belum dapat memejamkan mata. Apalagi ketika mengingat kembali pertemuannya dengan Radit, ini seperti mimpi. Ingin kembali ke sana, pada waktu mereka pertama kali di pertemukan.

*****

.

.

.

.

.

Tasya keluar dari mobil seraya memeluk sebuah dokumen yang akan di serahkan ke pengadilan agama. Langkah kakinya gamang, tapi ia harus datang ke sini, menyelesaikan takdir yang mungkin semesta sudah akhiri.

Rasanya kaki seperti tidak lagi menapak di tanah, raga bagaikan sesuatu yang kehilangan nyawa.

Ia hentikan langkahnya sejenak, bayangan masa lalu seperti sedang menahannya. Hari dimana untuk pertama kali ia bertemu Devan, di kampus mereka begitu mengesankan. Hari dimana dengan penuh haru ia datang untuk melamar, juga hari dimana ketika janji suci terikrar dengan lantang.

Tasya mendaratkan badan di sebuah kursi sebelum benar-benar masuk ke dalam. Ini adalah perjalanan yang tidak mudah untuk di lewati.

Kemudian ponselnya berdering, sebuah panggilan masuk datang dari Devan. Ia sempat memandanginya sesaat, kemudian memutuskan untuk mengangkat.

"Halo."

"Kamu dimana, Sya?"

"Di pengadilan."

"Sudah seyakin itu kah?" ucap Devan dengan suara lirih.

"Jangan tanyakan itu lagi. Aku lelah menjawabnya," balas Tasya.

"Sayang aku mohon...." Devan mengiba.

Hening tercipta sejenak. Kemudian Tasya lebih memilih untuk menutup telponnya. Ia takut hatinya goyah. Tasya kembali beranjak lalu masuk ke dalam gedung untuk memberikan berkas, ia sendirian tanpa di dampingi pengacara.

Sementara Sintia kondisinya semakin membaik, anak perempuannya di bawa Mang Ade untuk di kuburkan tak jauh dari rumah yang ada di puncak. Sementara Kirana kembali kerumah sakit dan menunggu Sintia , karena tidak lama setelah siuman, Devan langsung memutuskan untuk pulang ke Jakarta.

Sebuah kenyataan yang pada akhirnya harus di terima seorang Sintia, dirinya bukan wanita terakhir setelah Tasya. Orang yang selalu percaya bisa ia singkirkan. Memandang Kirana yang saat ini sedang menunggunya seperti sebuah luka, menganga di siram air cuka.

"Kamu mau makan sekarang?" tanya Kirana.

Sintia menggeleng pelan sambil membuang muka.

"Sebaiknya Mbak pulang saja, aku tidak nyaman."

"Aku juga tidak nyaman, tapi kalau aku pulang, siapa yang nungguin kamu? Emang keluarga kamu peduli? bukan kah berita kamu pun masih ramai di luaran sana."

Sintia membuang napas kasar, ia benci ketika mengingat segala berita itu. Apalagi berita itu juga yang menjadi salah satu kematian anaknya, kehancuran harga dirinya.

Kirana memberikan sepiring potongan buah pada Sintia, sementara Evan asyik bermain sendirian, Devan menempatkan Sintia di ruang VVIP sehingga mendapatkan akses yang cukup nyaman. Kedua wanita ini tidak terlalu banyak bertegur sapa, apalagi Sintia menunjukkan wajah yang tidak bersahabat sejak mengetahui siapa sosok Kirana.

*****

.

.

.

.

Keluar dari pengadilan, Tasya menyeret langkah menuju parkiran. Mungkin di sini nanti semuanya akan berakhir.

Ia hendak kembali ke kantor ketika seseorang menepuk pundaknya, Tasya seketika menoleh, di lihatnya Reza yang sedang berdiri tepat di belakangnya.

"Kamu ngapain di sini?" tanya suami Rara itu.

"Kamu sendiri ngapain di sini?" Tasya bertanya balik seraya melihat dokumen yang sedang di pegang Reza.

Pria itu terdiam dan seperti sedang kebingungan.

"Kamu mengajukan perceraian?" ucap Tasya meyakinkan.

"Kita duduk di sana." Reza menunjuk sebuah kafe yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Tasya pun mengikuti langkahnya. Keduanya mencari tempat duduk dekat dengan jendela dan memesan minuman. Tasya memesan jus alpukat kesukaannya.

"Sebenarnya kalian ada masalah apa?" Tasya membuka percakapan.

"Rumit, Sya. Rara adalah seorang yang gak bisa aku jangkau."

"Tapi dia sangat mencintaimu, Za."

"Cinta saja tidak cukup."

"Ada hal lain?"

Reza menghela napas panjang, ia menyandarkan diri di kursi. Tidak berapa lama pesenannya pun datang. Sementara Tasya menatap dengan menunggu apa yang hendak Reza utarakan.

Hening tercipta sejenak, riuh rendah orang mulai berdatangan karena waktu sudah menunjukan pukul dua belas siang.

"Rara mengkhianati mu?"

Reza menggelengkan kepala pelan.

"Aku rasa dia tidak pernah berselingkuh, Hanya prinsip kami sangat jauh berbeda. Apalagi banyak sikapnya yang sulit aku terima, mungkin sifat ku juga yang tidak bisa ia terima," ucap Reza.

"Kenapa? Kamu curiga?" lanjut Reza membungkukkan badan ke meja menatap Tasya.

Tasya membalas tatapannya, ia merasa Reza sedang mengetahui sesuatu.

Ya.... Pertanyaannya tentang Rara yang berselingkuh memang karena curiga atas kemiripan anak mereka dengan Devan yang selalu neneknya ucapkan.

"Kamu yakin Rara tidak selingkuh?" tanya Tasya kembali.

"Ya! Kenapa? Karena anak kami mirip suamimu?" balas Reza.

Tasya terdiam dan kembali menghela napas, memberikan sedikit ruang di hatinya agar tidak terlalu sesak.

"Aku sudah melakukan tes DNA, dan anak itu sudah di pastikan anakku, bukan anak suamimu," lanjut Reza.

Tasya menatap Reza, memastikan bila ucapannya itu adalah benar. Tapi tidak mungkin ia berbohong apa lagi pembuktian itu sudah di bawa ke sana sejauh itu.

"Mungkin mirip karena aku sangat membencinya," lanjut Reza.

"Kenapa?" tanya Tasya.

"Mungkin kamu tahu sendiri bagaimana busuknya suamimu."

Tasya kembali terdiam, seburuk apakah sosok Devan sehingga semesta memberi kesan yang seperti ini.

"Aku pergi dulu." Reza melihat benda hitam yang melingkar di tangan kanannya, lalu beranjak dan menyeruput es jeruk yang belum sempat ia minum.

.

.

.

.

.

Hati-hati sama mereka berdua, Sya. Aku tahu kita tidak terlalu dekat, tapi sedikit kamu bisa percaya padaku.

1
Yusan Lestari
the best👍
Hilda Hayati
jangan2 kirana nih yg bakal jadi penggnti Tasya
Hilda Hayati
Lumayan
Hilda Hayati
Kecewa
Akun Lima
athornya pengecut anjing kaga ada respon anji k
Akun Lima
thor jangan terlalu goblok dong balas anjink
Akun Lima
thor bisakah kau bersikap adil sumpah karyamu ini Sangat buruk
Dewi Yanti
kpn beres nya sih itu bls dendam
Dewi Dama
saya cuka jln cerita novel..ini...semangat thoorrr...
Yani Cuhayanih
Baguus tasya..aku salut padamu
Yani Cuhayanih
aku boleh getok kepala nya pake panci sekalian biar devan dan sintia gegar otak../Curse/
Herta Siahaan
seperti nya acara balas dendam nggak akan habis.... kesadaran masing-masing tdk ada ... kok keknya nggak ingat ajal
Zanzan
udah...jangan terus ditangisi...kau harus bangkit...
Saadah Rangkuti
kenapa lagi thor ?!😡😡🙏🙏
Saadah Rangkuti
tuh kan pas..ayolah thor sudahi penderitaan mereka 😂😂
Saadah Rangkuti
apa radit yg jadi pendonornya? ya Tuhan 😭😭
Saadah Rangkuti
semua ini memang kesalahanmu Thor...bukan si devan atau siapapun 😭😭
Saadah Rangkuti
aku rasa belum ada bab yg gak bisa bikin emosi thor,dari awal 🙏🙏☺️☺️
Saadah Rangkuti
ya Tuhan..ternyata masih banyak rahasia devan...
Saadah Rangkuti
keterlaluan 😡😡😡😡
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!