Selain wajah cantik nya tidak ada lagi yang tersisa dari nya kecuali kepolosan.
Mia diperlakukan tidak baik, dan harus menjadi tumbal keserakahan keluarga Ayahnya.
Balas Budi! Kau harus membalas Budi !
Itulah alasan yang tepat untuk seorang Mia.
Pernikahan nya dengan pria cacat itu menjadi belenggu kuat yang merantai hidupnya, hingga Mia tidak bisa lari dan berpaling, serta menjadi awal perjuangan Mia yang pelan pelan merubah Takdir nya!
Sekretaris Ang, Pria yang selalu ada di samping Tuan Mudanya.
Menikahi gadis dibawah umur dan mengulangi kesalahan Ayahnya, membuatnya harus dihantui ketakutan siang malam memikirkan kesalahannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Any Anthika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Biawak!
Setelah memastikan Tuan muda Garra nya sudah berakting dengan baik, Mia pun melangkah menghampiri pintu dan membukanya.
Terlihat dua pria berdiri di sana. Satu diantaranya nampak asing bagi Mia.
Mia menunduk memberi hormat.
"Tuan Abraham, silahkan masuk" ucap Mia.
Abraham mengangguk, menoleh pada pria di sebelah.
Kedua nya pun melangkah.
Mia tergesa menarik kursi dan mempersilahkan mereka untuk duduk, tepat di depan ranjang dimana Garra sedang terbaring tak berdaya. Sementara Mia duduk di samping Garra.
"Mia. Perkenalkan, tuan ini adalah Pengacara keluarga Mahendra yang saat ini menyimpan seluruh aset milik keluarga Mahendra." Abraham memperkenalkan pria yang duduk di samping nya itu.
Pria itu tersenyum ke arah Mia.
"Nama saya Haris, Nona muda Mahendra." pria itu memperkenalkan diri.
Mata Garra melirik, tanpa menoleh.
'Nona muda Mahendra. Ah, manis nya sebutan itu?'
"Mia. Anda bisa memanggil saya begitu."
Haris menghela nafas, lalu menatap Garra.
Terselip rasa iba di hati nya melihat keadaan Tuan muda keluarga Mahendra yang terbujur tak berdaya itu.
"Tuan muda, semoga anda cepat sembuh." ucap Haris.
"Tuan muda tidak bisa mendengar dengan baik Tuan." sahut Mia.
Haris mengangguk, mengerti keadaan Garra.
"Begini Nona Mia!" Haris menarik nafas dalam.
"Menurut Tuan Abraham, Tuan muda Garra sudah sepakat untuk menerima semua hak waris dari Tuan Bastian untuk atas namanya. Sebagai Pengacara keluarga Mahendra yang selama ini di percayai untuk memegang seluruh aset milik Tuan Bastian saya hanya ingin memastikan apakah benar begitu?" tanya Haris.
Sebelum mengangguk , Mia menoleh terlebih dulu pada Garra. Memastikan jika Garra juga mendengar ucapan Haris.
"Benar Tuan, Tuan muda Garra sendiri yang menginginkan nya." jawab Mia.
Suasana hening sejenak, setelah akhirnya Pengacara Haris pun mengangguk dan mengeluarkan sebuah kertas dari map.
"Kalau begitu, bisakah Nona membantu Tuan muda untuk menanda tangani ini?" ucap Haris.
"Tentu Tuan." jawab Mia.
Mia menerima pena dari tangan Haris.
Mia menatap Garra dan mendekatkan mulutnya tepat di dekat telinga Garra.
"Tuan Muda.!" dengan suara kencang yang menusuk gendang telinga Garra, membuat Garra hampir saja menggerakkan tangan nya karena merasa panas di telinganya.
Beruntung Mia segera memegang tangan Garra.
Di mata mereka, Mia sedang berusaha melakukan komunikasi dengan Garra. Padahal saat itu Mia sedang memberi kode keras agar Garra tidak lupa sedang berpura pura.
"Tuan muda!" Mia mengulang, membuat Garra saat ini mendelik.
"Pengacara Haris, ingin anda menanda tangani surat ini. Apa tuan muda sudah siap???"
'Mia, kalau begini aku benar benar akan tuli.!! Kenapa suara mu melebihi pake mic sih!' Garra mengumpat dalam hati.
Garra berpura pura paham dan mengangguk.
Mia pun segera membantu Garra menanda tangani surat itu.
Suara nafas dari kedua pria itu terdengar mendengus lega.
Satu lega karena terbebas beban nya dari tanggung jawab menjaga aset aset berharga itu.. Sementara satu nya jelas lega karena merasa satu langkahnya telah berhasil.
"Mulai detik ini, semua kekayaan Tuan Bastian telah resmi menjadi milik Tuan muda Garra, dan mulai saat ini juga saya sudah lepas dari tanggung jawab saya untuk menjaga seluruh aset ini." ucap pengacara Haris, menatap Abraham dan Mia secara bergantian.
"Terimakasih tuan Haris, berhubung keponakan saya tuan muda Garra kondisi nya masih seperti ini, maka saya yang akan menyimpan dan menjaga seluruh aset itu sampai Keponakan saya membaik." ucap Abraham, membuat Mia langsung menoleh padanya.
"Benar begitu kan Mia.? Apa kau setuju dengan niat ku?" tanya Abraham pada Mia, seperti ingin memberi tekanan.
Tidak ingin salah menjawab, Mia diam sejenak, lalu menjawab.
"Mohon maaf kan saya tuan. Tapi Tuan muda Garra sebelumnya, menginginkan saya yang memegang semua aset itu. Dan menyimpannya di kamar ini saja." jawab Mia dengan suara yang sengaja di keras kan.
Garra sebenarnya terkejut dengan jawaban Mia.
'Kenapa melenceng lagi?' tapi hanya pasrah, percaya jika Mia pasti sudah memiliki alasan yang kuat.
Sementara Abraham, tentu saja langsung kecewa mendengar jawaban Mia.
"Mia, kau tau keadaan suamimu bagaimana? Mana mungkin kalian bisa menjaganya dengan baik?"
"Tapi, ini keinginan tuan muda, saya tidak bisa membantahnya. Benar begitu Tuan?" masih dengan suara tinggi, Mia menoleh pada Garra.
Garra pun mengangguk seolah membenarkan ucapan Mia.
"Tapi.." suara Abraham segera terpotong oleh Pengacara Haris.
"Nona Mia benar Tuan Abraham. Sebaiknya kita percayakan semua ini kepada nya selaku istri Tuan Muda Garra. Dan saya rasa Aset itu akan lebih aman jika di tangan pemilik asli nya." potong Haris.
Abraham terdiam, kehabisan kata kata untuk mencari alasan lagi.
Setelah merasa urusan sudah selesai semua, Pengacara Haris pun memohon diri. Abraham , mau tidak mau mengikuti langkah Haris untuk mengantar nya keluar.
Melihat kedua orang itu sudah pergi, dan tentu nya Mia sudah mengunci pintu, Garra cepat mengibas selimut nya dan langsung bertanya pada Mia.
"Kenapa melenceng lagi?"
"Apa nya?"
"Katanya, biar Pengacara Haris yang akan menyimpan semua ini?" Garra memegang map berisi surat surat penting itu.
Mia tersenyum, lebih mendekat pada Garra.
"Alasan pertama, jika di serah kan pada tuan Haris,.bisa jadi Tuan Abraham bertekad mengambilnya dengan cara apapun. Alasan kedua, Tuan muda kan sudah sembuh, jadi saya rasa tuan muda sudah bisa menjaga nya sendiri ." jawab Mia.
Garra tertegun, di akui nya jika istrinya ini memang jenius, tidak seperti rumor yang beredar atas diri Mia yang di anggap bodoh oleh keluarga nya sendiri.
"Kalau begitu, bisa kah kau menghubungi Sekretaris Ang untuk kemari? Kurasa aku butuh bantuan nya untuk menyingkirkan biawak itu sebelum dia nekad berbuat sesuatu yang lebih ngeri lagi." Garra mengulurkan hp nya pada Mia.
"Nggg.. Biawak?"
"Ck, sebutan baru untuk mereka."
"Kenapa mesti biawak Tuan muda?"
"Memang apa harusnya..? Buaya? Ular? Julukan itu sudah umum Mia. Mereka kan langka. Jarang ada orang seperti itu. Sudah cepat hubungi Ang!"
Tak ingin membantah, Mia pun menghubungi Sekretaris Ang mengatakan jika tuan muda meminta nya untuk menemuinya.
Setelah Mia selesai menghubungi sekretaris Ang, Garra menyuruh Mia untuk menyimpan map berisi aset berharga itu di lemari.
Mia menerima map itu, dan melangkah. Namun terdengar pintu diketuk seseorang kembali dari luar.
Mia menoleh pada Garra yang segera merapihkan badan kembali ke posisi semula.
"Siapa lagi, apa tuan Ang, masa cepat sekali? Katanya tadi masih di kantor?" gumam Mia, menaruh map yang di pegang nya di meja, lalu melangkah membuka pintu.
"Tuan Abraham. Nyonya Sintia?" Mia terkejut, menatap kedua orang di hadapan nya itu yang juga menatapnya dengan sorot yang tidak bersahabat.
Tanpa permisi atau di persilahkan, mereka melangkah masuk begitu saja.
"Mia.!" panggil Sintia.
"Iya Nyonya."
"Berikan surat itu pada kami. Di tangan kami surat itu akan aman." ucap Sintia tanpa basa basi dahulu. Seperti nya Sinta benar benar sudah kebelet ingin segera memegang seluruh aset itu.
Sebenarnya, dengan melihat kedatangan kembali Abraham dengan membawa sang istri, Mia sudah bisa menebak maksud mereka.
Mia hanya diam, melirik pada Garra yang menggeleng samar. Beruntung mata mereka saat ini tertuju pada Mia tidak sedang melihat Garra.
"Maaf Nyonya, saya tidak bisa memberikan nya pada kalian." jawab Mia dengan menundukkan kepalanya.
"Mia, tolong jangan membantah kami!" ucap Sintia kembali.
"Sekali lagi, maaf Nyonya. Bukan ingin membantah. Tapi , semua ini keinginan Tuan muda. Saya hanya mematuhi nya." jawab Mia.
"Yang harus kamu patuhi itu ,kami Mia. Bukan pria yang tidak bisa berbuat apa apa ini.?" kini giliran Abraham yang berkata, perkataan yang membuat Garra mengepalkan tangannya.
"Maaf tuan. Walau bagaimana pun juga, tuan muda Garra adalah suami saya yang harus saya patuhi. Saya tidak ingin menjadi istri durhaka." jawab Mia.
Mendengar ucapan Mia, dua orang itu geram. Tapi tidak untuk Garra, hati nya melonjak girang.
'Mia mengakui aku suaminya. Tidak mau jadi istri durhaka.. ah... senang nya..'
Sementara Sintia berbisik pada suaminya, mengatakan jika percuma saja bicara pada gadis bodoh itu.
Abraham mendekati Mia.
"Kau ingat surat perjanjian kita. Jangan ikut campur urusan keluarga kami. Sebaiknya kau cara aman dirimu saja Mia. Kemari kan surat itu dan kau aman." ancam Abraham saat ini sudah dengan suara kasar.
"Mohon maaf kan saya tuan. Saya sungguh Tidak bisa, saya harus meminta ijin dulu pada Tuan muda Garra. Karena surat itu hak penuh Tuan Muda." Mia masih saja membantah mereka.
"Kami tidak perlu lagi ijin dari dia." jawab Abraham tersenyum sinis, karena matanya sudah menangkap map yang ia inginkan itu ada di atas meja.
Abraham melangkah. Namun sebelum dia menggapai Map itu, tangan Mia sudah terlebih dulu menyambarnya.
"Tidak semudah itu Tuan Abraham."
"Brengsek, mau mau melawanku ya?" Abraham geram mendorong tubuh Mia hingga jatuh tersungkur. Tangan pria berhati biawak itu pun terangkat hendak melayang ke wajah Mia.
Tapi sebelum tangan Abraham mendarat mulus..
Tap..!!
Sebuah tangan kekar dengan tepat menangkap tangan nya.
Mereka menoleh, terkejut!
"Garra!!" pekik Mereka bersamaan, dengan jantung yang terpompa keras!
bersambung.....!!!!!!!