NovelToon NovelToon
AWAN MERAH

AWAN MERAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:24
Nilai: 5
Nama Author: yotwoattack.

Seorang pemuda tampan yang katanya paling sempurna, berkharisma, unggul dalam segala bidang, dan yang tanpa celah, diam-diam menyimpan sebuah rahasia besar dibalik indahnya.

Sinan bingung. Entah sejak kapan ia mulai terbiasa akan mimpi aneh yang terus menerus hadir. Datang dan melekat pada dirinya. Tetapi lama-kelamaan pertanyaan yang mengudara juga semakin menumpuk. "Mengapa mimpi ini ada." "Mengapa mimpi ini selalu hadir." "Mengapa mimpi ini datang tanpa akhir."

Namun dari banyaknya pertanyaan, ada satu yang paling dominan. Dan yang terus tertanam di benak. "Gadis misterius itu.. siapa."

Suatu pertanyaan yang ia pikir hanya akan berakhir sama. Tetapi kenyataan berkata lain, karena rupanya gadis misterius itu benar-benar ada. Malahan seolah dengan sengaja melemparkan dirinya pada Sinan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

A M BAB 07 - aku ganteng gak.

Terik panas menusuk. Menerobos masuk ke dalam pori-pori kulit. Memacu air bening sebesar butiran jagung terus keluar bersamaan dengan umpatan dan keluhan berlebihan yang turut mengudara. Khususnya dibarisan para siswi yang kelabakan bahkan rela nyempil pada ketiak para siswa agar sedikit terlindungi dari sinar matahari.

"Lebay bat ye, Nan. Orang kita yang jelas-jelas di jemur di tengah lapangan ae santai."

Sembari terkekeh Sinan mengangguk. Mengamati barisan murid kelas mereka di ujung sana yang seolah-oleh paling menderita. Padahal siapa saja yang melihat bisa dengan jelas tahu siapa yang lebih apes disini.

Srek.

Netra tajam yang setengahnya tertutup poni melirik ke arah barisan pinggir lapangan. Menyapu arah pandang lalu menghentikan pengelihatan pada sosok mungil yang sedang berada di tengah-tengah murid lainnya. Lihatlah seragam olahraga kebesaran yang hampir menutupi lutut itu. Lucu.

Sinan terkekeh geli sebelum memusatkan perhatian lagi pada alasan mengapa pemuda jangkung itu bisa berada disana. Tepatnya alasan mengapa dia bisa terjebak dalam situasi itu.

Bapak guru yang badannya masih begitu bugar melayangkan sorot tertajam. Mengabsen satu-persatu wajah para murid yang tidak mengenakan seragam seharusnya.

"Aji."

Glek.. seorang pemuda di sebelahnya meneguk ludah. Bagaimana gerakan kaki Aji bergoyang-goyang karena gugup lantas membuat Sinan yang sedang menunduk dalam menahan tawa. Merasa geli.

"I-iya.. iya pak."

"Apa alasan kamu gak pakai baju olahraga di kelas saya!"

"A-anu pak.. saya kemaren disuruh emak jaga jemuran karena emak saya mau pergi pak, eh sayanya lupa.. jadinya jemurannya kehujanan deh." Aji meringis sembari memegangi telinga, tampaknya pemuda itu sedang dejavu dengan jeweran sang emak. "Seragam saya disana semua pak."

"Hah. Berarti kamu masih tidak bisa nyuci sendiri?!"

"Loh.. emangnya bapak nyuci sendiri? Orang kemaren Bu Lauren ngedumel karena katanya noda di sempak bapak susah buat dicuci."

Tawa gerombolan murid itu seketika mengudara karena yang Aji ujarkan ada benarnya. Tetapi ketika melihat raut keras menyeramkan pria besar itu, mereka jadi mati-matian menggigit bibir sambil berdehem beberapa kali.

"Aji.." bapak mengeram, menyiapkan suara untuk teriakan selanjutnya. "KELILING LAPANGAN LIMA BELAS KALI!!!"

Seseorang yang diteriaki tepat di mukanya itu hanya meringis sambil melirik teman-temannya dengan sorot memelas, tentunya Sinan dan yang lain hanya bisa membalas itu dengan pandangan iba juga kepalan tangan menyemangati.

"Sinan."

Yang dipanggil hanya mengangkat wajah. Becandaan Aji tadi berhasil membantu urat-uratnya yang sempat tegang menjadi sedikit lebih rileks. Ketika bapak menghentikan langkahnya tepat di hadapan pemuda tampan itu, Sinan hanya menegakkan bahu dengan sorot yang meyakinkan.

"Apa alasan kamu gak pakai seragam olahraga?" Ujar si bapak dengan nada melunak. "Tumben-tumbenan kamu begini."

"Seragamnya Sinan kasih ke Dinya, pak."

Sinan melirik pada orang yang seenaknya menyerobot itu sebelum kekehannya mengudara lalu menatap bapak di depan. Sinan tersenyum jujur lalu mengangguk, sempat melirik gadis yang dimaksud sebelum kembali menatap bapak.

"Iya, pak. Seragamnya saya kasih ke Dinya."

"Kenapa? Saya paham kamu anak baik tapi tidak usah segitunya juga." Bapak hanya menggeleng maklum sambil menghembuskan nafas panjang. "Ya sudah. Yang lainya selain Aji lari keliling lapangan sepuluh kali, untuk yang perempuan, keliling lapangan lima kali. Kalau sudah, segera kembali ke barisan kelas dan berkumpul bersama yang lain."

Gerombolan yang dihukum langsung menyahut serentak sebelum segera menjalankan apa yang bapak ujarkan. Berlari mengelilingi lapangan yang luasnya tidak bisa di bilang mudah untuk di kelilingi berkali-kali. Bahkan belum sampai yang kedua kami berlari, keluhan dan umpatan sudah lebih dulu mengudara. Sinan hanya terkekeh maklum merespon itu.

Hampir setengah jam kemudian, meski dengan dipenuhi keringat Sinan berhasil kembali lebih dulu dan berjalan untuk berkumpul bersama gerombolan murid kelasnya. Diiringi sapaan berselang-seling dari para adik kelas atau bahkan murid satu angkatan kelas lain pemuda tampan itu berjalan.

Hosh hoshh hoshhh~

Tangannya terangkat untuk mengibas poni sampai rambut tebal itu berantakan kebelakang. Di titik itu, tidak sedikit orang bereaksi ketika mereka akhirnya bisa menangkap pupil berwarna biru dengan sorot ramah milik Sinan kembali di perlihatkan dan tertuju kepada mereka. Sementara Sinan hanya tersenyum sambil tungkai panjangnya terus terayun.

Tap..

Tap..

Sampai di depan gadis yang sedang duduk selonjoran dengan begitu asal, Sinan lantas ikut menjatuhkan diri dan berakhir untuk duduk bersebelahan dengan si gadis. "Jangan tekuk kaki." Sembari tersenyum Sinan menuruti teguran datar itu, tungkai panjang tersebut ikut selonjoran. Lihatlah perbedaan yang sangat signifikan dari milik mereka berdua.

"Hampir dua kali lipat punya kamu, hahaha. " Ceplosan mulut Sinan begitu tidak berperasaan sembari melirik lalu menggoyang-goyangkan kaki sampai beberapa kali menyenggol milik pihak lain. "Ah.. capek.."

Rutin berolahraga secara mantap pemuda itu akui bisa membuat rasa lelah yang menyerang kini menjadi jauh lebih ringan. Sinan mendongak dengan mata terpejam, membuat jakun pada leher jenjangnya terlihat jauh lebih menggiurkan. Terbukti dari jeritan berlebihan yang sejak tadi mengudara.

Masih dalam posisi itu, netra dengan bulu-bulu lentik yang membingkai milik Sinan terbuka, melirik kearah gadis disamping yang tampaknya memang sudah terpaku sejak tadi.

Sinan terkekeh ketika menangkap bagimana bibir kecil berisi itu terbuka seolah ingin menyampaikan sesuatu namun terkantup lagi beberapa saat setelahnya. Menopang tangan kebelakang, pemuda itu lantas menegakkan tubuh sambil masih menyapu wajah polos tersebut.

"Aku ganteng gak."

Berharap akan mendapatkan anggukan malu-malu, malah sorot menghakimi saja yang dirinya dapatkan.

Dinya ikut berdiri tegak, bisa Sinan lihat sebelah tangannya sedang merogoh sesuatu dari saku sebelum mengajukan satu lembar tisu disana. Yang diberi hanya tersenyum. Dengan senang hati menyambut tisu tersebut lalu berancang-ancang untuk menyapukannya ke leher.

"Sorry karena pas ngeliat lo turun dari tangga kemaren gue gabisa ngasih tisu." Ujaran singkat dari gadis itu yang membuat gerakan si pemuda terhenti. "Tadi udah beli banyak, kedepannya bisa langsung ngasih."

Sinan terperangah, pupil biru miliknya melebar sebelum dengan lemah wajahnya jatuh dan terbenam di antara kedua lutut.

"Makasih.. makasih banyak, ya.." katanya setelah memakan waktu yang cukup lama. Wajah Sinan masih terbenam disana, tapi sebelah tangannya berlari untuk menyentuh lengan gadis itu. "Kok perhatian gitu.."

Pegangan tangan Sinan berlari sampai ke telapak tangan kecil gadis itu lalu menggenggamnya, sebelum pandangan berkabut miliknya terangkat dan memperlihatkan bagaimana dahsyat dampak dari pertanyaan kecil si gadis.

Dengan wajah yang merahnya menjalar sampai belakang telinga, aku mengigit bibir lalu melayangkan seringai merona. Jangan tanya bagaimana seribut apa kondisi di dalam sana yang bahkan ritme jantung ini entah melonjak berapa kali lipat. Juga sensasi menggelitik yang memenuhi perutku.

"Perhatian apanya."

Sebagaimana datar gadis itu menyahut tak lantas menghentikan reaksi aneh ini. Malahan aku sedikit bergeser untuk mempersempit jarak di antara kami. Aku bahkan sampai tidak menyadari kenyataan bahwa kami berdua sedang duduk di lapangan yang notabenenya penuh akan manusia.

"Ini," aku menunjukan tisu ditangan. "Perhatian yang kayak gini. Kamu beli tisu ini buat aku. Karena kemaren kamu gak punya tisu buat ditawarin dan sekarang kamu punya. Kamu beli."

"Dinya.." nada dari suara bariton milikku hampir terdengar seperti rengekan. Begitu lembut hampir ke arah tidak berdaya. "Kalau lama-lama gini, bisa bahaya tau.."

"Cuma tisu."

Aku memberi anggukan kecil pada ujarannya, tapi aku tetap keukeh pada pendirian ini. Setelah menghembuskan nafas lalu membuangnya, tautan tangan kami secara perlahan terlepas dengan aku yang sedikit bergeser untuk menciptakan jarak.

Menoleh pada wajah datar itu, aku lantas tersenyum. "Belum siang udah gemesin. Dasar."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!