Beby menjual keperawanan nya kepada pria asing, bernama Agil. Demi untuk mempertahankan status sosial dan menyambung hidup, jauh dari orang tuanya yang bercerai. Ia tidak mau orang memandangnya rendah!
Tapi, Beby begitu bodoh. Dia tidak sadar selama ini telah di khianati, oleh sahabat dan kekasihnya sendiri.
Suatu hari Beby mendapati sahabatnya Melanie tidur dengan pria yang sangat ia cintai, Dewa.
“Pengorbananku selama ini sia-sia, kalian berdua binatang! Tidak pantas disebut manusia.”
Merasa lelah dan tidak kuat lagi, Beby hampir berpikiran untuk mengakhiri hidupnya. Akan tetapi saat itu, datanglah sosok penyelamat, Agil.
“Tinggalkan dia dan pergi bersamaku, Beby! Aku berjanji akan membuatmu bahagia.”
Janji yang terucap dari mulut Agil. Benar-benar merubah segalanya di dalam hidup Beby. Apakah dia dan Agil dapat bersatu, dan hidup bahagia selamanya?
Yuk, ikutin kisah mereka🌺
Warning❗❗
Mohon bijak dalam memilih bacaan, dan berkomentar. Cerita ini hanya imajinasi Author, yang author tuliskan untuk menghibur para pembaca. Buruknya di buang dan baik nya di ambil. So please don't judge.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mayraa Ibnurafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Selling My Virginity Ch 21.
"Turun kan aku disini saja," kataku seraya memperbaiki letak tas selempang yang terlilit di tubuhku.
"Loh, tapi ini kan masih jauh dari rumah mu By?"
"Tidak apa-apa, aku mau beli sesuatu sebelum pulang!?"
"Kalau begitu aku antar, yah!"
"Tidak usah, Niel! Aku bisa sendiri, plis aku butuh waktu sendiri! Maaf," tolak ku halus.
"Hmm, baiklah! Hati-hati By."
Segera aku keluar dari mobil Daniel. Aku bisa melihat kekecewaan di raut wajah nya. Namun mau bagaimana lagi, tidak mungkin aku membiarkan nya mengantarku sampai rumah Ayah. Sedangkan aku sudah tidak tinggal lagi disana.
Sesampainya di kost. Aku langsung merebahkan diri diatas kasur tipis yang memang disiapkan untuk para penyewa. Sudah hampir dua bulan, aku tinggal ditempat ini. Sampai-sampai tubuhku sudah mulai terbiasa tidur di atas kasur tipis dan mandi dengan guyuran air dingin. Hal tidak bisa buatku saat tinggal dirumah Ayah, yang fasilitasnya mencukupi.
"Andai Ayah dan Bunda tidak bercerai..."
Tiba-tiba saja kata-kata itu begitu lirih keluar dari mulutku. Aku merasakan sesuatu yang panas keluar melalui sudut mataku. Aku membiarkan nya terus menetes tanpa berniat untuk menghapusnya.
"Lelah, aku sangat lelah menghadapi dunia ini ... aku sangat merindukan Bunda!"
Aku pun memiringkan tubuhku dan memeluk guling. Menenggelamkan wajahku pada guling itu, lalu menangis terisak-isak. Mengeluarkan kesesakan yang mencekik ku seharian ini.
"Aku akan menemui Melanie dan bertanya secara langsung padanya besok, mungkin dia punya alasan yang bisa membuatku berhenti berpikiran buruk!" kataku seraya bangun dari rebahan. Berharap keputusan yang akan aku ambil kelak, adalah yang terbaik.
Aku pun segera membersihkan diri dan bersiap untuk tidur. Karena aku merasa tubuhku begitu lelah. Dan dengan menutup mata sejenak, bisa membuatku melupakan rasa lelah itu.
.
.
Aku mengerjapkan mata beberapa kali dan menguap lebar. Setelah itu mataku melirik ke arah jam yang tergantung di dinding.
"Apa? Sudah jam sepuluh malam, astaga! Bisa-bisanya aku ketiduran sampai selama ini!"
Aku langsung beranjak dan mencari ponsel di dalam tasku. Setelah mendapatkan nya, aku langsung memeriksa log panggilan.
Huft!
Aku menghela nafas panjang, kecewa dengan kenyataan nya. Bahwa Dewa ataupun Melanie tidak ada yang menghubungiku.
"Mereka benar-benar!" ucapku dengan kesal.
Namun tiba-tiba saja saat aku hendak melangkah ke kamar mandi. Perutku terasa nyeri. "Awwh!" ringis ku pelan.
"Sepertinya karena belum ada makan sejak tadi siang, perutku sakit sekali!"
Aku berjalan perlahan dengan membungkuk. Karena perutku ini rasanya begitu nyeri. Setelah selesai buang air kecil dengan penuh perjuangan. Aku pun mengganti celana pendek dengan celana panjang hitam, serta membungkus tubuhku menggunakan jaket Hoodie.
"Aku cari makan diluar saja! Lagi pula, uang yang diberikan oleh Agil, masih ada sisanya."
Tak menunggu lama, aku segera keluar dari kamar kost itu. Menggunakan masker hitam dan kepala yang kututupi menggunakan topi jaket Hoodie.
Menaiki taksi sekitar lima belas menit. Kini aku sudah berada disalah satu restoran makanan siap saji. Aku memesan menu yang terbilang begitu berat, burger, ayam, hot dog, serta kentang goreng.
Pelayan pun mengantarkan pesanan ku di meja yang aku pilih. Paling ujung, paling terhimpit, dan tentunya jauh dari orang banyak. Karena aku tidak mau jika ada yang mengenaliku, bahkan melihatku makan-makanan sebanyak ini.
"Lama sekali rasanya aku tidak makan enak seperti ini," kataku dengan mulut yang mengunyah bagian burger yang ku gigit.
Aku menghabiskan semua makanan yang aku pesan tadi seperti orang yang sedang kerasukan. Makan tanpa jeda. Miris sekali rasanya, aku seperti orang yang sedang meluapkan emosi dengan makan banyak seperti itu. Padahal kenyataan nya, Real karena aku begitu kelaparan.