" Iya, sekalipun kamu menikah dengan wanita lain, kamu juga bisa menjalin hubungan denganku. Kamu menikah dengan wanita lain, bukan halangan bagiku “ Tegas Selly.
Padahal, Deva hendak di jodohkan dengan seorang wanita bernama Nindy, pilihan Ibunya. Akan tetapi, Deva benar - benar sudah cinta mati dengan Selly dan menjalin hubungan gelap dengannya. Lantas, bagaimanakah kelanjutan hubungan antara ketiganya ? Akankah Deva akan selamanya menjalin hubungan gelap dengan Selly ? atau dia akan lebih memilih Nindy ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vitra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Pertama
“Jadi, kamu tidak benar-benar putus dengan Deva?” tanya seorang pria yang sedang duduk bersama Selly menikmati makan malam di sebuah restoran elit.
“Iya, aku tidak sungguhan putus dengan Deva,” jawab Selly sambil memotong daging steak di hadapannya.
“Kalau aku sih terima-terima saja tahu kamu masih menjalin hubungan dengan Deva. Yang penting bagiku, kamu selalu ada saat aku butuh teman. Tapi... apa Deva nggak akan kecewa kalau tahu kamu juga masih bersamaku?” tanya laki-laki itu lagi.
“Tenang saja. Aku nggak akan tertangkap untuk kedua kalinya. Deva itu, kalau sudah jatuh cinta, sangat naif. Hahaha,” ucap Selly sambil tertawa puas.
Pria berusia sekitar tiga puluh tahun itu ikut tertawa mendengar pernyataan Selly.
Sambil menikmati hidangan, pria itu kembali bertanya, “Tapi... mau sampai kapan kamu bersembunyi seperti ini?”
Wajahnya mendekat ke arah Selly dan menatapnya tajam.
“Sudah kubilang, aku nggak akan ketahuan berselingkuh lagi. Lagipula, aku lebih nyaman bersamamu, Kevin,” jawab Selly, membalas tatapan Kevin dengan penuh percaya diri.
Tahun lalu, Deva sempat mengetahui perselingkuhan Selly dengan Kevin. Jika dilihat dari sisi fisik dan finansial, Kevin memang jauh berada di atas Deva. Ia memiliki usaha properti, dan orang tuanya adalah pengusaha batu bara.
Berbeda dengan Deva yang mencintai Selly sepenuh hati, Kevin hanya menganggap Selly sebagai teman kencan sekaligus hiburan semata.
Deva sempat merasa rendah diri saat mengetahui siapa Kevin sebenarnya. Karena itulah, ia langsung memutuskan hubungannya dengan Selly. Namun, karena sudah terlanjur jatuh cinta, ia akhirnya kembali mengajak Selly untuk berbaikan.
Saat Deva beberapa waktu lalu memergoki perselingkuhan Selly dengan Kevin, Selly berpura-pura sedih. Padahal, di dalam hatinya tak ada sedikit pun rasa penyesalan.
Bahkan setelah Deva benar-benar berhenti menghubunginya, Selly sama sekali tak peduli. Dengan penuh kepercayaan diri, ia yakin bahwa Deva akan kembali padanya. Ia berpikir, lelaki bodoh macam apa yang benar-benar tega meninggalkannya? Karena itulah, Selly begitu yakin Deva akan kembali ke pelukannya.
Tebakannya pun tepat. Selang beberapa bulan setelah mereka putus dan tidak lagi saling berkontak, tiba-tiba Deva kembali menghubunginya. Ia mengajak Selly untuk menjalin hubungan lagi.
“Boleh aku tanya sesuatu lagi?” Kevin kembali melontarkan pertanyaan.
“Tentu saja boleh. Apa lagi yang ingin kamu tahu?” balas Selly santai.
“Apa alasanmu masih memilih kembali bersama Deva?”
Selly tersenyum tipis. Ia meletakkan pisau dan garpu di piring, lalu menjawab dengan santai, namun menusuk.
“Karena aku suka laki-laki yang tunduk padaku. Yang mau mengejarku terus-menerus.”
Selly mengangkat dagu, menangkupkan kedua tangannya di bawah dagu sambil memandang Kevin dengan percaya diri.
Kevin hanya mengangguk. Ia tak terkejut. Ia sudah tahu siapa Selly sebenarnya. Baginya, wanita itu adalah sosok yang merasa bisa menaklukkan siapa saja hanya karena paras cantiknya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam ini, Nindy sedang bersiap-siap menyambut kedatangan Bu Lastri dan Deva ke rumahnya. Kedua orang tua mereka telah sepakat bahwa malam minggu ini akan menjadi awal proses perjodohan.
Ini adalah pertama kalinya Nindy dan Deva akan bertemu.
Karena perasaan setengah hati, Nindy hanya berdandan seadanya. Ia mengenakan kaus lengan pendek yang dipadukan dengan outer cardigan panjang berwarna biru dongker, hijab sederhana, dan celana jeans.
Bu Narmi menegurnya dengan ekspresi tak puas.
“Nindy, masa kamu berdandan seperti itu saat bertemu calon pasanganmu? Ganti baju, dong. Pakailah yang lebih sopan, biar terlihat menghargai tamu yang datang,” tegur Bu Narmi.
Dengan malas, Nindy mengiyakan. “Iya deh, Bun. Aku ganti. Nih, aku mau ke kamar sekarang.”
Ia melangkah ke kamar sambil mendengus kesal. Sesampainya di dalam, ia membuka lemari dengan hati yang tak terlalu semangat.
“Bunda juga tahu, aku ini terpaksa,” gumamnya pelan.
Ia mulai memeriksa baju-bajunya satu per satu, sampai akhirnya matanya tertuju pada baju yang ia kenakan saat lebaran lalu.
“Kayaknya ini cocok, deh,” ucapnya sambil memandangi baju tersebut.
Ia pun berganti pakaian dan mengganti hijabnya. Tak lupa, ia mengoleskan sedikit lipstik berwarna natural. Setelah selesai berdandan, ia keluar kamar.
Di ruang tamu, Pak Danu dan Bu Narmi sudah duduk dan mengobrol.
Nindy menghampiri mereka dan menunjukkan penampilannya.
“Nih, Bun. Udah cocok, belum?” tanyanya sambil memasang wajah cemberut.
“Nah, gini dong. Cocok, kok. Baju lebaran kamu pantas dipakai untuk acara semi-formal seperti ini,” puji Bu Narmi sambil tersenyum.
Melihat ekspresi malas Nindy, Pak Danu ikut menasihatinya.
“Jangan cemberut, dong. Senyum, Nindy. Kasih kesan baik ke laki-laki yang akan dijodohkan sama kamu.”
Nindy pun tersenyum paksa.
Tak lama, suara mobil terdengar memasuki halaman rumah. Pak Danu dan Bu Narmi menoleh ke luar jendela. Benar saja, tamu mereka—Bu Lastri dan Deva—telah datang.
Nindy ikut menyambut mereka di depan rumah. Saat Bu Lastri dan Deva turun dari mobil, mata Nindy membesar. Ia terpukau melihat ketampanan Deva.
Dag dig dug...
Detak jantung Nindy tiba-tiba berdetak lebih cepat. Ia bahkan lupa mengedip. Saat Deva tersenyum dan mengulurkan tangan untuk bersalaman, barulah ia sadar dan cepat-cepat membalas senyum itu dengan wajah kikuk.
Kenapa Ayah nggak bilang kalau laki-laki yang akan dijodohkan denganku setampan ini?
Pak Danu dan Bu Narmi mempersilakan tamu mereka masuk ke ruang tamu.
“Nindy, kenalkan. Ini Deva, anak saya,” kata Bu Lastri sambil menepuk pundak putranya.
Lalu ia menoleh ke Deva. “Nak Deva, ini Nindy. Mudah-mudahan kamu mau mencoba berkenalan dengan anak saya.”
Deva tersenyum sopan dan menoleh ke Bu Narmi.
“Baik, Bu. Saya akan mencoba mengenal Nindy lebih jauh. Mudah-mudahan kami bisa cocok dan menjalin hubungan yang baik.”
Saat itu juga, Nindy sadar—detak jantungnya belum juga kembali normal.
Setelah sekian lama hatinya tertutup, malam ini, ia merasakan getaran cinta yang berbeda. Ia terus mencuri pandang ke arah Deva sambil tersenyum gugup. Sepanjang perkenalan itu, Nindy nyaris tidak berkata-kata. Ia hanya bisa tersenyum malu-malu, berusaha menyembunyikan debaran di dadanya.
"Aku tidak boleh seperti ini. Ingat, ini baru pertemuan pertama. Masih ada pertemuan-pertemuan selanjutnya untuk memastikan apakah Deva benar-benar yang terbaik untukku. Tolong, jangan sampai aku jatuh cinta dulu... sebelum aku yakin bahwa dia memang pantas untukku," ucap Nindy dalam hati.
Tanpa disadari, Deva memperhatikan Nindy yang tampak sibuk menenangkan dirinya sendiri. Bukan berarti ia tertarik pada Nindy, hanya saja gerak-gerik gadis itu jelas menunjukkan bahwa ia sedang berusaha menenangkan diri. Deva tidak tahu pasti, apakah Nindy merasa cemas, atau ada alasan lain yang membuatnya gelisah.