Afnaya Danuarta mengalami suatu musibah kecelakaan hebat, hingga membuat salah satu pada kakinya harus mendapati sakit yang cukup serius. Disaat hari pernikahannya tinggal beberapa waktu lagi, dan calon suaminya membatalkan pernikahannya. Mau tidak mau, sang adik dari calon suami Afnaya harus menggantikan sang kakak.
Zayen Arganta, adalah lelaki yang akan menggantikan sang kakak yang bernama Seynan. Karena ketidak sempurnaan calon istrinya akibat kecelakaan, membuat Seyn untuk membatalkan pernikahannya.
Seynan dan juga sang ayahnya pun mengancam Zayen dan akan memenjarakannya jika tidak mau memenuhi permintaannya, yang tidak lain harus menikah dengan calon istrinya.
Akankah Zayen mau menerima permintaan sang Ayah dan kakaknya?
penasaran? ikutin kelanjutan ceritanya yuk...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan orang tua
Afna masih didalam kamar, dirinya sedang menyiapkan baju ganti sebelum mandi. Tiba tiba sang suami masuk ke kamar dan mengagetkannya.
"Sedang ngapain, kamu."
"Aku sedang menyiapkan baju ganti."
Zayen melirik baju ganti yang ada di dekat Afna, dan kemudian mendekati sang istri.
"Besok lagi, setiap pagi kamu siapkan pakaian lengkap untukku. Ingat, jangan sampai lupa."
"Iya, maaf. Karena aku tidak tahu jika kamu akan berangkat bekerja." Jawabnya sedikit takut dan menunduk.
"Jika orang tua kamu datang kemari, katakan padanya bahwa aku pergi kerja. Jika masih bertanya lagi tentang pekerjaanku, katakan saja hanya pekerja serabutan. Jika kamu membutuhkan sesuatu, kamu hubungi nomorku yang ada di ponselmu. Aku sudah membelikan ponsel untukmu, di dalamnya ada nomor keluarga kamu dan juga nomorku. Ketik saja Zayen, jika kamu mau ganti yang lain itu hak kamu." Ucapnya kemudian segera masuk ke kamar mandi, sedangkan Afna sendiri hanya bisa mengangguk.
Saat Zayen berada di kamar mandi, Afna segera mengambil ponsel yang ada diatas meja dekat tempat tidur. Afna memeriksa ponsel pemberian dari Zayen yang tidak lain sang suami yang terlihat sangat sederhana, bahkan warna layar yang seperti koran. Ada rasa sakit dan kecewa saat sang suami memberinya sebuah ponsel yang menurutnya sangat jauh dari kata standar.
"Kenapa dengan ponselnya? kamu tidak suka, letakkan dan jangan kamu gunakan."
"Aku menyukainya, terimakasih sudah membelikanku sebuah ponsel." Jawabnya beralasan, mau tidak mau Afna tetap harus bersikap baik baik didepan sang suami.
Zayen segera mengganti pakaiannya di dekat sang istri, lagi lagi Afna terpesona dibuatnya. Namun secepat kilat, Afna segera membuang pikiran buruknya.
Afna masih terus memperhatikan sang suami yang sedang bersiap siap, ditambah lagi dengan gaya rambut gondrongnya yang terkucir. Afna ingin tersenyum, namun tetap terlihat tampan dengan gayanya yang berambut gondrong dan brewokan.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu, apa aku ini terlihat buruk dengan penampilanku ini."
"Tidak. Aku hanya tidak menyangka saja, jika aku sudah menikah dengan orang yang tidak aku kenal. Itu saja menurutku, tidak ada yang lebih." Jawabnya beralasan dengan sedikit gugup.
Setelah selesai bersiap siap, Zayen segera menyanbar jaket miliknya. Kemudian langsung memakainya, Afna yang melihatnya pun sedikit penasaran dengan pekerjaan sang suami.
"Kamu yakin, bekerja hanya berpenampilan seperti ini." Afna masih tidak percaya dengan pekerjaan sang suami, berangkat bekerja hanya memakai celana jeans dan kaos oblong dan jaket.
"Aku bukan pekerja kantoran seperti keluarga kamu, aku hanya pekerja serabutan. Apa yang bisa menghasilkan dwit, maka itu pekerjaanku. Jika kamu tidak menyukainya, itu hakmu. Yang terpenting aku memiliki pekerjaan dan dapat menghidupimu."
"Maaf, bukan maksudku untuk menyudutkan kamu. Aku hanya masih terbawa suasana di rumah keluargaku, tidak lebih."
"Mulai sekarang, jangan membiasakan kebiasaan kamu dirumah kamu dibawa ke rumahku yang kecil ini. Tidak akan pernah bisa untuk disamakan, sangat jauh bahkan lebih jauh."
"Maaf, sekali lagi aku minta maaf."
"Sudahlah, aku mau berangkat. Kunci pintunya, jangan biarkan orang lain masuk. Kecuali kedua orang tua kamu, dan kamu bisa memantau lewat laptopku yang berada di kamar. Bukalah, maka kamu akan mengetahui keadaan didepan rumah jika ada seseorang yang datang."
"Maksud kamu rumah ini kamu pasang CCTV? apa aku tidak salah dengar."
"Jangan protes, ikuti saja apa yang aku perintahkan."
Zayen langsung menjulurkan tangan kanannya didepan Afna, bermaksud untuk sang istri mencium punggung sang suami saat akan pergi bekerja.
Afna pun mencoba mencerna maksud dari sikap sang suami, disaat itu juga Afna baru menyadarinya jika dirinya diminta untuk mencium punggung tangan milik sang suami.
"Maaf, aku lupa." Jawabnya kemudian segera mencium punggung tangan milik sang suami dengan lembut.
"Aku berangkat."
"Hati hati, semoga sampai pulang dengan selamat."
"Tetimakasih." Jawabnya, kemudian langsung pergi meninggalkan istrinya yang dirumah sendirian.
Zayen segera melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, Zayen tidak perduli dengan sisi kanan dan kiri. Dirinya tetap meninggikkan kecepatannya seperti pembalap.
Sedangkan Afna masih sibuk dengan ponsel buntutnya, berkali kali dirinya mencoba menelfon kedua orang tuanya tidak ada jawaban.
"Sebenarnya papa dan mama kemana sih? kenapa tidak mengangkat telfonku. Padahal aku ingin mengobrol banyak, tetapi tidak ada jawaban.' Gumamnya sambil berdecak kesal.
Afna merasa capek karena sudah berkali kali menelfon kedua orangnya tidak ada jawaban. Akhirnya Afna memutuskan untuk segera mandi, agar tubuhnya terasa segar dan tidak lagi gerah.
Dengan pelan, Afna mencoba berdiri dengan alat bantu kedua tongkat penyangga tubuhnya. Afna sedikit takut untuk melakukannya, karena dirinya takut jika akan terjatuh dan tidak ada orang untuk dimintai pertolongan. Ditambah lagi sang suami sudah tidak ada dirumah, membuat Afna sedikit takut dan cemas. Afna sendiri lupa untuk menanyakan kapan suaminya akan pulang, Afna pasti akan merasakan kesepian tanpa seseorang yang bisa dimintai pertolongan.
Langkah demi langkah, Afna dapat melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Setelah itu, Afna segera mandi untuk membersihkan diri dari bau badan dan gerah pada keringat.
Dengan cekatan, Afna telah selesai melakukan ritualnya dikamar mandi. Afna segera keluar dan memakai baju santainya, kemudian dirinya bercermin sambil menyisiri rambut panjangnya yang begitu lurus dan sangat hitam berkilau.
Karena merasa sudah cukup, kemudian Afna teringat akan pesan dari sang suami. Afna teringat dengan laptop milik suaminya, tanpa pikir panjang langsung mengambil laptop yang sudah disiapkan di atas meja. Afna langsung menyalahkannya. Dan benar saja, CCTV sudah terpasang di setiap sudut rumah. Tidak hanya di sekeliling luar rumah, tetapi juga di dalam rumah. Afna sedikit penasaran dengan sang suami, sampai sampai rumah yang sangat kecil pun ada CCTV. Berkali kali Afna mencoba menerka nerkanya, namun tidak dapat menemukan jawabannya. Namun, tiba tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Afna segera mengeceknya pada CCTV, tiba tiba nampak senyum merekahnya pada bibir Afna. Dengan cepat Afna segera membuka pintunya, dengan pelan, Afna melangkahkan kakinya dengan menggunakan tongkat penyangga tubuhnya.
Ceklek, Afna berhasil membukanya. Dan dilihatnya sang ayah dan ibunya sudah berada di hadapannya. Kedua orang tua Afna tercengang saat melihat kondisi putrinya yang menggunakan alat penyangga dan dapat berdiri walaupun tidak sempurna.
"Mama.. Papa... Afna merindukan kalian berdua." sapa Afna dan sang ibu langsung memeluk putri kesayangannya.
"Suami kamu ada dimana?" tanya sang ayah sambil celingukan.
"Lebih baik kita masuk dulu .. baru kita memberi pertanyaan kepada Afna, pa."
"Iya, benar kata mama."
"Baiklah, ayo kita masuk." Sambil celingukan, tuan Tirta memeriksa kondisi rumah milik menantunya.
semoga tidak ada pembullyan lagi di berbagai sekolah yg berefek tidak baik